Mereka memang akan pergi, dan tidak akan kembali lagi. Setidaknya, tidak dalam waktu dekat ini.“Rasanya, baru kemarin kita menginjakkan kaki pertama kali di tanah Kalimantan ini, Aini.” Indra membuka percakapan saat mereka sudah duduk di ruang tunggu. Keduanya menatap ke arah yang sama, pada Arjun yang tampak senang sekali melihat pesawat terparkir dari balik dinding kaca. Helaan napas terdengar bersamaan dari keduanya. Indra menoleh ke arah Aini yang tidak merespon apa-apa.“Tidak terasa, lima tahun berlalu. Begitu cepat semua terjadi. Semua serba mendadak. Seperti pernikahan kita yang dilangsungkan dengan tiba-tiba, begitu juga perpisahan diantara kita yang yaaaah, terjadi begitu saja.” Indra melanjutkan ucapan. Lelaki itu memperhatikan sekitar, ke arah orang-orang yang juga menunggu waktu penerbangan seperti mereka.“Abang minta maaf kalau selama lima tahun ini banyak salah dan sering menyakiti. Abang akui, kamu wanita yang baik, Aini. Penurut dan telaten sekali dalam mengurus sem
“Besok tetap datang seperti biasa. Selama masih disini, tetap datang untung membantu Mamang. Tak perlu merasa sungkan. Kita masih tetap keluarga walau kau dan Aini sudah bukan suami istri lagi. Ada Arjun yang tidak mengerti apa yang terjadi. Jangan lalaikan haknya untuk mendapat kasih sayang utuh dari kedua orangtuanya.”Indra mengangguk mantap. Dia memang tetap datang untuk membantu Benu. Keluarga itu tetap memperlakukan dia dengan baik seperti biasa. Indra tahu betul kalau Benu dan istrinya melakukan banyak cara agar dia dan Aini bisa berdamai kembali. Bulan lalu, mertuanya bahkan sampai terbang kemari. Namun, keputusan Aini sudah bulat dan Indra menghargainya.Malam pertama dengan status duda membuat Indra tak bisa memejamkan mata. Aini kukuh ingin tinggal di rumah Benu walau Indra memohon tetap serumah selama masa iddah. Namun, Indra tidak memaksa saat melihat Aini menangis. Dia tahu kalau wanita itu juga tersiksa karena perasaannya sendiri.Dering ponsel memecah keheningan kamar.
Indra tertunduk di dalam ruang sidang setelah ikrar talak dibacakan. Resmi sudah ikatan antara dirinya dan Aini terputus hari ini. Lelaki itu memejamkan mata, mengingat perjalanan mereka lima tahun ke belakang. Tidak Indra pungkiri, dia sempat memiliki impian menua bersama Aini sebelum bertemu kembali dengan Naura.Setelah melewati tahun pertama yang tidak mudah, Indra mulai berdamai dengan keadaan. Kemarahan yang dia pendam pada keluarga Aini karena terbatasnya waktu dan akses komunikasi yang dia miliki perlahan surut. Kelembutan sikap dan pelayanan yang Aini berikan membuat Indra mulai bisa menerima kenyataan kalau dia saat itu adalah lelaki beristri.Tahun kedua hingga tahun ke empat pernikahan adalah masa-masa yang sangat nyaman bagi keduanya. Mereka belajar bersama untuk terus memperbaiki diri dan berusaha saling menerima. Walau sesekali bayang Naura masih berkelindan di kepala Indra, tapi dia mulai hirau dengan adanya Aini di sampingnya.Semua menjadi berantakan saat tanpa senga
“Abang!”Dalam sekali hentakan, Naura berada dalam gendongan Fatih. Lelaki itu tertawa saat Naura berteriak-teriak minta dilepaskan. “Sudah kubilang jangan mengundang. Kalau kau berpakaian seperti ini, Abang anggap kau sedang menggoda dan meminta untuk dinafkahi dengan segera.”“Ih, apaan? Gerah tahu!”“Pakai AC kok gerah. Jangan banyak alasan.”“Memang iya, kok.”“Kamu mau ‘kan?”“Mau apa?”“Jangan jual mahal, Naura. Kalau mau bilang saja, tinggal minta. Aku ini suamimu.”“Hmmm ….”“Ham hmm ham hmm saja, gengsimu terlalu tinggi sama suami sendiri, Nau. Rasakan ini!” Fatih tertawa senang saat Naura berseru-seru dan berusaha melepaskan diri. Namun, tidak lama kamar itu sudah tenang kembali. Keduanya tenggelam dalam rasa syahdu yang begitu melenakan.Dini hari, Naura dan Fatih terbangun untuk melaksanakan tahajud. Setelahnya, Fatih membaca Kalam Ilahi dan Naura membaca terjemahannya. Di tengah bacaan, Naura terisak hingga Fatih berhenti dan mem.luk istrinya lama.Sekian menit berlalu,
“Kalau Aini beri kesempatan, apa Abang akan berusaha melupakan Naura? Sanggupkah Abang menghapus semua tentangnya? Jangan lagi membuka media sosial yang berhubungan dengan dirinya. Berhenti memikirkan apapun tentangnya dan cobalah fokus pada keluarga kita saja seperti yang selalu Abang janjikan selama ini. Apa Abang bisa?” Aini menatap Indra. Dia membingkai wajah lelaki yang sangat dia cintai dengan kedua tangan.Lima menit berlalu, Indra tetap bungkam. Senyum Aini merekah seiring dengan air matanya yang kembali mengalir deras. Dia tahu, Indra tidak akan pernah bisa melepaskan bayang-bayang Naura. Terlalu besar perasaan lelaki itu pada wanita masa lalunya sehingga kini dia kesulitan membuka hati untuk sosok yang lainnya.“Terima kasih sudah menjadi kepala keluarga yang baik selama ini, Abang. Terima kasih sudah selalu memperlakukan Aini dan Arjun dengan sangat baik. Terima kasih karena berkenan mengambil tanggung jawab Bang Irwan untuk menikahiku.” Aini mendekat dan menyatukan kening
“Aini ….” Indra tak berkedip menatap istrinya, seperti ada yang meremas dadanya saat mendengar permintaan talak dari wanita yang selama lima tahun ini begitu patuh pada dirinya. Dia mengalihkan tatapan pada Benu yang memijat keningnya. “Bisa kami bicara berdua, Mang?”“Tentu, bicaralah.” Benu menjawab cepat. Dia menoleh ke arah Aini yang menatap lurus ke depan. Walau wajah itu basah oleh air mata, dia bisa melihat Aini sudah lebih tenang dari sebelumnya. Ada lega yang terlihat dari sorot matanya yang berkaca-kaca. Lelaki itu menghela napas panjang dan berdiri dari duduknya.Benu menepuk bahu Indra pelan sebelum meninggalkan mereka. Lelaki itu bisa melihat Indra benar-benar terpukul dengan permintaan yang Aini ucapkan. Dia menggeleng beberapa kali. Benu sangat terkejut dengan apa yang terjadi. Berbagai pertanyaan berputar di kepalanya mengenai masalah rumah tangga keponakannya.“Perbaiki jika masih bisa diperbaiki. Perjuangkan dia jika kau merasa masih ada harapan dalam rumah tangga ka