Share

BAB 126

last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-13 09:54:59

Adzan Isya’ berkumandang saat Aini dan Indra sampai di kampung halaman Aini. . Dari bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, mereka menempuh perjalanan sekitar lima jam dengan menggunakan travel. Beruntung, Arjun tidak rewel sepanjang perjalanan. Anak itu lebih banyak tidur. Saat terbangun dia asyik melihat-lihat sepanjang jalan yang dilewati.

“Aini ….” Siti langsung berdiri saat melihat travel berhenti di depan rumah. Setengah berlari, dia mendekati mobil berwarna silver yang sedang menurunkan anak dan cucunya. Wanita itu bahkan tanpa sadar tidak menggunakan sandal. Dia benar-benar lega saat anaknya sampai di rumah kembali karena sudah menunggu sejak tadi.

Sebenarnya, Siti dan Ari ingin menjemput Aini. Namun, Aini melarang. Dia tidak mau merepotkan kedua orangtuanya. Selain itu, dia ingin terlihat baik-baik saja walau hatinya hancur tak berbentuk. Aini tidak mau menambah beban pikiran mereka. Terlalu sering dirinya menyusahkan Bapak dan ibunya.

“Bu ….” Aini memaksakan senyum di wajahnya.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
zizin M. Zaini
Kesedihan aini gak ada apa2nya dibanding Naura. buat mereka berdua menderita Thor biar tau rasanya jadi Naura yg terbuang
goodnovel comment avatar
zizin M. Zaini
Heran sm indra , dia menikahi aini yg hamil anak kakaknya.. sedangkan dulu dia menyuruh Naura menggugurkan benihnya. Gak adil banget buat Naura sampai menderita bertahun2.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 130

    “Ndra, makin tampan saja. Duda muda memang mempesona. Apa istilahnya itu? Duren! Duda keren!” Sahrul terkekeh saat berjabat tangan dengan Indra. “Kabarnya sudah sebulanan pulang ya? Baru kelihatan sekarang. Itu juga karena aku yang mencari tahu. Kalau aku tidak menghubungi, mungkin kita tidak ngobrol pagi ini.”Indra terkekeh pelan. Dia mengikuti langkah Sahrul menuju warung kopi di dekat sana. Setelah menyalami beberapa orang yang juga satu desa dengan mereka, Indra duduk di dekat Sahrul. “Biasa, baru pulang masih penyesuaian dulu. Apalagi sekarang sudah tidak ada yang mengurus lagi. Jadi apa-apa serba sendiri. Makanya jarang keluar rumah.”“Ah, alasan saja. Aku berani bertaruh kalau sekarang yang mengurus semua keperluanmu adalah Bi Rida. Mana mungkin dia membiarkan anak laki-laki satu-satunya ini mengucek baju atau menjarang banyu?” Sahrul memesan kopi hitam pekat, khas daerah sana yang biji kopinya diolah sendiri. “Atau … sudah ada rencana menikah lagi karena tidak kuat sendiri?”

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 129

    “Selamat pagi, Naura binti Bendri.” Fatih tersenyum lebar saat duduk di meja makan. Di hadapannya, nasi goreng sosis dengan dua telur mata sapi sudah siap untuk disantap. Segelas kopi hangat menguarkan aroma menggoda hingga membuat lelaki itu langsung menghirupnya dengan nikmat.“Pagi.” Naura ikut tersenyum. Dia meletakkan buah pir dan melon yang sudah dipotong-potong. Wanita itu melirik ke arah rambut suaminya yang masih setengah basah karena keramas sebelum subuh tadi. Wajah lelaki itu terlihat segar dan sumringah. “Abang kayaknya sedang dalam posisi hati yang senang ya?”“Iya dong, Sayang. Service tadi malam sangat menyenangkan. Kamu ulang tahun setiap hari saja tidak apa-apa, Nau. Abang tidak keberatan membuat dekor-dekor dan membelikan kue ulang tahun. Asaaaaal, ada inovasi baru seperti yang tadi malam itu walau sedang h.langan. Aw!” Fatih mengelus bahunya. Cubitan Naura terasa pedas di kulitnya. Namun, tak lama dia kembali terkekeh saat melihat wajah Naura yang bersemu merah.“J

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 128

    Naura membuka mata. Wanita itu mengembuskan napas kencang melihat wajah tampan suaminya sedang menatap layar ponsel yang sedang di charge. Tidak ada usapan halus di kepala atau ci.man di dahi seperti biasa. Fatih benar-benar menjadi orang yang berbeda dan menyebalkan sejak pagi tadi.“Loh, Nau?” Fatih terkejut melihat Naura berdiri dan langsung meninggalkannya keluar kamar. Lelaki itu setengah berlari mengejar Naura yang sudah diluar rumah. Dia bisa melihat Wahid yang masih duduk di teras bertanya keheranan pada Naura.“Nggak tahu, tuh, kurang jatah kali makanya jadi ngeselin begitu!”Wahid berdehem pelan mendengar ucapan Naura. Lelaki itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal saat Fatih melintas dengan wajah merona merah. Dia terkekeh saat mobil Fatih keluar dari halaman rumah. Entah apa yang diributkan oleh keduanya hingga membuat Naura terlihat sangat rungsing sejak sore tadi.Sepanjang perjalanan pulang, Naura dan Fatih tidak mengobrol. Naura menyimpan kesal karena Fatih terlihat

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 127

    “Sebentar apa? Memangnya mau apa? Hmmm?” Fatih menghirup aroma shampo yang menguar dari rambut panjang Naura. Lelaki itu tertawa saat Naura menyikut perutnya pelan. “Abang ‘kan cuma nanya, kok malah disikut sih, Yang.” Fatih akhirnya duduk di kursi saat Naura mengacungkan garpu dan memberi kode dengan mata agar suaminya duduk saja.“Besok setelah dari dokter, kita mampir ke rumah makan Bang Wahid saja ya? Abang ada janji temu sama orang di dekat sana. Atau kamu mau ikut Abang?” Fatih membuka mulut lebar-lebar saat Naura menyuapinya mangga. Rasa manis dan aroma khas mangga memenuhi mulut Fatih.“Aku ke rumah makan saja, Bang. Sudah lama tidak bantu-bantu disana. Kangen juga sama suasana sibuknya.” Naura menerawang, membayangkan jam-jam hectic saat masih membantu di rumah makan Wahid dan Dewi dulu. Saat itu, dia tidak merasa lelah sedikitpun karena hati dan pikirannya jauh lebih lelah dihantui masa lalu.“Kamu bosan di rumah ya, Yang? Kamu boleh kok main sama teman-teman kamu atau main

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 126

    Adzan Isya’ berkumandang saat Aini dan Indra sampai di kampung halaman Aini. . Dari bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, mereka menempuh perjalanan sekitar lima jam dengan menggunakan travel. Beruntung, Arjun tidak rewel sepanjang perjalanan. Anak itu lebih banyak tidur. Saat terbangun dia asyik melihat-lihat sepanjang jalan yang dilewati.“Aini ….” Siti langsung berdiri saat melihat travel berhenti di depan rumah. Setengah berlari, dia mendekati mobil berwarna silver yang sedang menurunkan anak dan cucunya. Wanita itu bahkan tanpa sadar tidak menggunakan sandal. Dia benar-benar lega saat anaknya sampai di rumah kembali karena sudah menunggu sejak tadi.Sebenarnya, Siti dan Ari ingin menjemput Aini. Namun, Aini melarang. Dia tidak mau merepotkan kedua orangtuanya. Selain itu, dia ingin terlihat baik-baik saja walau hatinya hancur tak berbentuk. Aini tidak mau menambah beban pikiran mereka. Terlalu sering dirinya menyusahkan Bapak dan ibunya.“Bu ….” Aini memaksakan senyum di wajahnya.

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 125

    Mereka memang akan pergi, dan tidak akan kembali lagi. Setidaknya, tidak dalam waktu dekat ini.“Rasanya, baru kemarin kita menginjakkan kaki pertama kali di tanah Kalimantan ini, Aini.” Indra membuka percakapan saat mereka sudah duduk di ruang tunggu. Keduanya menatap ke arah yang sama, pada Arjun yang tampak senang sekali melihat pesawat terparkir dari balik dinding kaca. Helaan napas terdengar bersamaan dari keduanya. Indra menoleh ke arah Aini yang tidak merespon apa-apa.“Tidak terasa, lima tahun berlalu. Begitu cepat semua terjadi. Semua serba mendadak. Seperti pernikahan kita yang dilangsungkan dengan tiba-tiba, begitu juga perpisahan diantara kita yang yaaaah, terjadi begitu saja.” Indra melanjutkan ucapan. Lelaki itu memperhatikan sekitar, ke arah orang-orang yang juga menunggu waktu penerbangan seperti mereka.“Abang minta maaf kalau selama lima tahun ini banyak salah dan sering menyakiti. Abang akui, kamu wanita yang baik, Aini. Penurut dan telaten sekali dalam mengurus sem

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status