Share

BAB 14

last update Last Updated: 2025-08-02 12:20:52

“Kamu jahat, Ndra! Bahkan setelah aku tahu kamu begitu pengecut meninggalkan aku, bayanganmu masih terus menghantuiku. Tidak bisakah kamu pergi saja sehingga aku bisa meneruskan hidupku dengan tenang?” Naura menggigit bibirnya hingga terasa asin.

“Waduh, Bu Rida, jangan-jangan Naura datang karena minta pertanggung jawaban Indra? Hamil kamu, Nau? Jangan-jangan seperti istri Indra yang sekarang itu hamil duluan. Luar biasa betul anak Bu Rida kalau memang benar.”

Ucapan salah satu tetangga di dekat rumah orangtua Indra kembali terngiang di telinga Naura. Wanita itu meringkuk di atas kasur. Tangisnya terdengar sangat memilukan. Membayangkan bagaimana selama tiga tahun ini dia menyerahkan seluruh jiwa dan raganya pada Indra yang dengan bebas menjamah tubuh sesuka hatinya membuat Naura sesak.

Dia masih tidak percaya Indra yang begitu memujanya ternyata bisa sejahat itu padanya. Di kehidupan nyata, di media sosial, Indra selalu mengagungkan namanya. Lelaki itu dengan bangga menunjukkan pada
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 15

    “Wahid mau mengajak Naura ke rumah Mang Bendri dan Bi Leha, Pak. Walau bagaimanapun, Naura sebaiknya pamit pada mereka. Mang Bendri dan Bi Leha harus tahu kalau anak gadisnya Wahid bawa ke tempat rantau.”Ila dan Bakri mengangguk berbarengan. Mereka sempat saling melempar pandang. Keduanya membiarkan saja keinginan putranya walau tahu Bendri dan Leha sepertinya tidak akan peduli apapun tentang Naura. Bagi mereka, Naura adalah orang asing dalam kehidupan dengan keluarga baru mereka saat ini.Setengah jam berlalu, Wahid dan Naura sudah duduk di ruang tamu keluarga Bendri. Mata Naura mengembun saat melihat foto keluarga bapaknya dan keluarga barunya. Wajah dua anak lelaki dan seorang anak perempuan paling kecil di foto itu tampak bahagia. Mereka tertawa lebar diantara Bendri dan istri barunya.Sungguh, Naura merasa benar-benar iri. Jangankan disayangi, dia bahkan tidak punya foto bersama Bapak dan ibunya. Bendri dan Leha seolah ingin mengubur semua kenangan manis mereka dengan menghancur

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 14

    “Kamu jahat, Ndra! Bahkan setelah aku tahu kamu begitu pengecut meninggalkan aku, bayanganmu masih terus menghantuiku. Tidak bisakah kamu pergi saja sehingga aku bisa meneruskan hidupku dengan tenang?” Naura menggigit bibirnya hingga terasa asin.“Waduh, Bu Rida, jangan-jangan Naura datang karena minta pertanggung jawaban Indra? Hamil kamu, Nau? Jangan-jangan seperti istri Indra yang sekarang itu hamil duluan. Luar biasa betul anak Bu Rida kalau memang benar.”Ucapan salah satu tetangga di dekat rumah orangtua Indra kembali terngiang di telinga Naura. Wanita itu meringkuk di atas kasur. Tangisnya terdengar sangat memilukan. Membayangkan bagaimana selama tiga tahun ini dia menyerahkan seluruh jiwa dan raganya pada Indra yang dengan bebas menjamah tubuh sesuka hatinya membuat Naura sesak.Dia masih tidak percaya Indra yang begitu memujanya ternyata bisa sejahat itu padanya. Di kehidupan nyata, di media sosial, Indra selalu mengagungkan namanya. Lelaki itu dengan bangga menunjukkan pada

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 13

    Naura mengangguk. Itu artinya, Bibi dan mamangnya bekerja hanya untuk mengisi hari tua, bukan untuk mencari makan lagi. Kebanyakan orang tua disana enggan ikut anaknya merantau walau kehidupan anaknya sudah nyaman. Mereka terlanjur mencintai kampung halaman yang menjadi tempat mereka lahir dan dibesarkan.“Abangmu sering menanyakan kabarmu kalau sedang telpon, Nau. Beberapa kali dia minta nomormu, tapi Bibi tidak punya.”Naura membisu mendengar ucapan bibinya. Dia menghela napas panjang untuk yang kesekian kali. Sejak merantau dan yakin akan janji kehidupan lebih baik bersama Indra, dia mengganti nomor ponselnya. Naura ingin melupakan semua kepahitan hidupnya di masa lalu dan fokus untuk menyongsong masa depan bersama lelaki yang menjadi tumpuan harapannya.“Lusa, abangmu pulang. Teman baiknya sejak kecil menikah, sehingga dia menyempatkan untuk datang.” Ila memperhatikan Naura yang kini menoleh ke arahnya. “Mungkin ini jalan Tuhan, Nau. Kamu datang disaat abangmu juga pulang.”Naura

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 12

    Bendri membisu. Dia kehabisan kata karena apa yang sepupunya ucapkan adalah kebenaran. Sejak bercerai dengan mantan istrinya, dia tidak mau tahu menahu tentang Naura sama sekali. Bendri bahkan tidak memberikan uang saat Naura minta untuk membeli seragam saat akan masuk SMP sekitar sembilan tahunan yang lalu.“Kita pulang, Nau. Seharusnya, sejak awal datang kau tahu kemana harus pulang. Pintu rumah Bibi selalu terbuka untuk kau datangi.” Ila menarik tangan Naura agar mengikutinya. Dia mengambil keranjang yang terjatuh di halaman. Setelah memasukkan kembali isinya yang tercecer, Ila berjalan diiringi oleh Naura.“Dimana baju-bajumu, Nau?” Ila bertanya setelah mereka sampai di rumah. Dia memberikan segelas air dingin pada Naura yang terlihat sudah jauh lebih tenang. Wanita itu menghela napas panjang melihat wajah lelah dan kuyu yang terpancar jelas di wajah keponakannya.“Di rumah Farhan, Bi.” Naura menjawab pelan. Dia mengambil gelas yang diberikan oleh Ila dan meminumnya satu tegukan.

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 11

    “Jaga mulutmu, Naura. Jangan bicara seperti orang tak pernah mendapat pendidikan. Aku ini bapakmu!” Bendri terengah. Dia tersinggung mendengar ucapan yang keluar dari bibir anaknya. “Untuk apa kamu pulang kalau hanya membuat kekacauan saja? Tahunan kamu pergi dari sini kehidupan kami aman dan tenang terkendali.”Naura meludah. Cairan ludah bercampur darah menempel di batu hias yang disusun di pekarangan. Wanita itu menggeleng pelan. Tenaganya habis sudah untuk menjawab semua ucapan bapaknya. Fisiknya lelah. Batinnya apalagi.Dia akhirnya duduk di teras rumah. Lelah rasanya berhadapan dengan para manusia yang selalu ingin dihormati sebagai orangtua, tapi tidak pernah mengurusnya sama sekali. Tidak berpendidikan katanya? Naura berdecak pelan. Ingin rasanya dia mengembalikan kata-kata Bendri lagi. Apa selama ini Bendri memberikan pendidikan padanya hingga bisa berkata demikian?Namun, dia memilih diam. Tamp.ran dari bapaknya barusan cukup membuat mentalnya semakin jatuh. Pada akhirnya ap

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 10

    “Nau, kita masuk dulu.” Rida membantu Naura berdiri. Wanita itu mengembuskan napas kencang melihat tetangganya yang saling menggamit dan berbisik, menggunjingkan tentang keluarganya.“Ayo, Naura.” Rida menghela napas panjang saat tidak ada penolakan dari Naura. Mereka berjalan pelan masuk ke dalam rumah, sementara yang lain masih berdiri di tempat semula, berharap ada kelanjutan cerita.“Minum dulu.” Rida memberikan segelas air putih dingin pada Naura yang langsung menghabiskannya sampai tandas. “Pulanglah, Nau, Indra tidak ada disini. Semakin lama kamu disini, tetangga akan semakin bergunjing. Jadi, Ibu mohon, pulanglah ….”“Kemana?” Naura menggigit bibir. Tatapan matanya kosong. Kemana dia harus pulang? Selama ini, tujuannya kembali hanya Indra. Sekarang, saat lelaki itu menghilang, dia harus kemana?Rida menghela napas panjang melihat wajah Naura yang basah. Dia tahu betul cerita hidup Naura. Namun, mau bagaimana lagi? Indra dan Naura tidak berjodoh. Dia tak mau membuat Naura berha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status