Share

BAB 17

last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-04 08:33:36

“Apaan, sih, Kak Dewi. Jangan bicara yang aneh-aneh, deh. Nanti didengar orang dikirain akunya gimana-gimana.” Naura berdiri dan bergegas menuju dapur lagi. Empat tahu disini, dia nyaman dengan aktivitas harian yang dia jalani.

Dari jam tujuh pagi sampai jam delapan malam dia sibuk membantu di rumah makan milik Wahid. Kesibukan yang dia kerjakan membantu banyak untuk melupakan semua kesakitan yang beberapa tahun belakangan masih terus berkelindan di hatinya.

“Pak Fatih itu sudah memberikan kode-kode, Nau. Masa kamu tidak merasa? Dia bahkan sudah dekat sekali dengan abangmu.” Dewi tertawa saat Naura berdecak pelan mendengar dia dengan gamblang menyebut nama Fatih.

“Pak Fatih ‘kan memang langganan makan disini dari dulu sejak mendiang istrinya masih ada. Jadi, wajar kalau dekat dengan Bang Wahid dan Kak Dewi.” Naura menjawab pelan, takut didengar oleh pekerja lain kalau mereka sedang membicarakan salah satu langganan.

Naura memutar bola mata saat mendengar suara tertawa Dewi. Dia mengge
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ayue Sekartaji
lanjut thor,,,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 17

    “Apaan, sih, Kak Dewi. Jangan bicara yang aneh-aneh, deh. Nanti didengar orang dikirain akunya gimana-gimana.” Naura berdiri dan bergegas menuju dapur lagi. Empat tahu disini, dia nyaman dengan aktivitas harian yang dia jalani.Dari jam tujuh pagi sampai jam delapan malam dia sibuk membantu di rumah makan milik Wahid. Kesibukan yang dia kerjakan membantu banyak untuk melupakan semua kesakitan yang beberapa tahun belakangan masih terus berkelindan di hatinya.“Pak Fatih itu sudah memberikan kode-kode, Nau. Masa kamu tidak merasa? Dia bahkan sudah dekat sekali dengan abangmu.” Dewi tertawa saat Naura berdecak pelan mendengar dia dengan gamblang menyebut nama Fatih.“Pak Fatih ‘kan memang langganan makan disini dari dulu sejak mendiang istrinya masih ada. Jadi, wajar kalau dekat dengan Bang Wahid dan Kak Dewi.” Naura menjawab pelan, takut didengar oleh pekerja lain kalau mereka sedang membicarakan salah satu langganan.Naura memutar bola mata saat mendengar suara tertawa Dewi. Dia mengge

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 16

    Rasulullah SAW bersabda: "Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi." (HR. Muslim).Roda kehidupan terus berputar. Tidak peduli kau merasa harimu akan berakhir hari ini, kalau takdir menuliskan semua harus berlanjut, maka siapa yang bisa menentang ketetapan? Suatu kepastian siang berganti malam, pagi menyongsong petang. Maka, begitulah dunia ini berjalan sesuai dengan porosnya.Seperti saat hari diawali dengan pagi yang sejuk, terus beranjak melewati tengah hari yang terik. Lalu, perlahan menurun menuju senja yang indah hingga akhirnya malam yang tenang dan melenakan mengantarkan kita semua ke dalam peraduan.Begitupun kehidupan, ada masanya kita melewati kehidupan yang tenang. Sesaat berlalu kita terlempar ke titik tertinggi kebahagiaan atau juga titik terendah kesedihan. Suatu saat, semua akan berakhir.Tidak ada kesedihan tak berujung, pun tidak ada kebahagiaan yang abadi. Ada masanya saat kehidupan kembali lag

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 15

    “Wahid mau mengajak Naura ke rumah Mang Bendri dan Bi Leha, Pak. Walau bagaimanapun, Naura sebaiknya pamit pada mereka. Mang Bendri dan Bi Leha harus tahu kalau anak gadisnya Wahid bawa ke tempat rantau.”Ila dan Bakri mengangguk berbarengan. Mereka sempat saling melempar pandang. Keduanya membiarkan saja keinginan putranya walau tahu Bendri dan Leha sepertinya tidak akan peduli apapun tentang Naura. Bagi mereka, Naura adalah orang asing dalam kehidupan dengan keluarga baru mereka saat ini.Setengah jam berlalu, Wahid dan Naura sudah duduk di ruang tamu keluarga Bendri. Mata Naura mengembun saat melihat foto keluarga bapaknya dan keluarga barunya. Wajah dua anak lelaki dan seorang anak perempuan paling kecil di foto itu tampak bahagia. Mereka tertawa lebar diantara Bendri dan istri barunya.Sungguh, Naura merasa benar-benar iri. Jangankan disayangi, dia bahkan tidak punya foto bersama Bapak dan ibunya. Bendri dan Leha seolah ingin mengubur semua kenangan manis mereka dengan menghancur

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 14

    “Kamu jahat, Ndra! Bahkan setelah aku tahu kamu begitu pengecut meninggalkan aku, bayanganmu masih terus menghantuiku. Tidak bisakah kamu pergi saja sehingga aku bisa meneruskan hidupku dengan tenang?” Naura menggigit bibirnya hingga terasa asin.“Waduh, Bu Rida, jangan-jangan Naura datang karena minta pertanggung jawaban Indra? Hamil kamu, Nau? Jangan-jangan seperti istri Indra yang sekarang itu hamil duluan. Luar biasa betul anak Bu Rida kalau memang benar.”Ucapan salah satu tetangga di dekat rumah orangtua Indra kembali terngiang di telinga Naura. Wanita itu meringkuk di atas kasur. Tangisnya terdengar sangat memilukan. Membayangkan bagaimana selama tiga tahun ini dia menyerahkan seluruh jiwa dan raganya pada Indra yang dengan bebas menjamah tubuh sesuka hatinya membuat Naura sesak.Dia masih tidak percaya Indra yang begitu memujanya ternyata bisa sejahat itu padanya. Di kehidupan nyata, di media sosial, Indra selalu mengagungkan namanya. Lelaki itu dengan bangga menunjukkan pada

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 13

    Naura mengangguk. Itu artinya, Bibi dan mamangnya bekerja hanya untuk mengisi hari tua, bukan untuk mencari makan lagi. Kebanyakan orang tua disana enggan ikut anaknya merantau walau kehidupan anaknya sudah nyaman. Mereka terlanjur mencintai kampung halaman yang menjadi tempat mereka lahir dan dibesarkan.“Abangmu sering menanyakan kabarmu kalau sedang telpon, Nau. Beberapa kali dia minta nomormu, tapi Bibi tidak punya.”Naura membisu mendengar ucapan bibinya. Dia menghela napas panjang untuk yang kesekian kali. Sejak merantau dan yakin akan janji kehidupan lebih baik bersama Indra, dia mengganti nomor ponselnya. Naura ingin melupakan semua kepahitan hidupnya di masa lalu dan fokus untuk menyongsong masa depan bersama lelaki yang menjadi tumpuan harapannya.“Lusa, abangmu pulang. Teman baiknya sejak kecil menikah, sehingga dia menyempatkan untuk datang.” Ila memperhatikan Naura yang kini menoleh ke arahnya. “Mungkin ini jalan Tuhan, Nau. Kamu datang disaat abangmu juga pulang.”Naura

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 12

    Bendri membisu. Dia kehabisan kata karena apa yang sepupunya ucapkan adalah kebenaran. Sejak bercerai dengan mantan istrinya, dia tidak mau tahu menahu tentang Naura sama sekali. Bendri bahkan tidak memberikan uang saat Naura minta untuk membeli seragam saat akan masuk SMP sekitar sembilan tahunan yang lalu.“Kita pulang, Nau. Seharusnya, sejak awal datang kau tahu kemana harus pulang. Pintu rumah Bibi selalu terbuka untuk kau datangi.” Ila menarik tangan Naura agar mengikutinya. Dia mengambil keranjang yang terjatuh di halaman. Setelah memasukkan kembali isinya yang tercecer, Ila berjalan diiringi oleh Naura.“Dimana baju-bajumu, Nau?” Ila bertanya setelah mereka sampai di rumah. Dia memberikan segelas air dingin pada Naura yang terlihat sudah jauh lebih tenang. Wanita itu menghela napas panjang melihat wajah lelah dan kuyu yang terpancar jelas di wajah keponakannya.“Di rumah Farhan, Bi.” Naura menjawab pelan. Dia mengambil gelas yang diberikan oleh Ila dan meminumnya satu tegukan.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status