Share

BAB 22

last update Last Updated: 2025-08-04 12:56:32

“Mbak! Mbak Naura! Ayo cepat rapi-rapi. Lap dulu keringatnya terus ke depan. Pak Fatih datang bawa rombongan. Jangan-jangan sengaja itu mau memperkenalkan Mbak Naura ke keluarganya.” Suara Iyah yang cukup kencang langsung menarik perhatian pekerja lain. Mereka bergegas mendekat untuk mencari tahu lebih jelas.

“Dih, apaan sih?” Naura berdecak kesal. Dia malah berjalan ke arah dapur dan memilih menyiapkan pindang patin ke dalam mangkok-mangkok yang sudah disiapkan.

“Pindang patin tiga porsi, Ikan mas kuah tempoyak tiga porsi, tumis kangkung tiga porsi, sambal matah lima. Minumnya kelapa lima butir.” Dewi mendikte pesanan agar segera disiapkan. Dia melirik ke arah Naura yang sibuk menuangkan kuah patin yang mengepul dari panci.

“Lihin, siapkan kelapa lima butir ya? Nanti sekalian hidangkan pesanan ke depan.” Dewi kembali memberikan instruksi. Wanita itu menghela napas panjang. Dia tahu Naura berusaha menghindar. Jadi, daripada membuat adik sepupu suaminya itu menjadi tidak nyaman, Dewi m
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Adfazha
Iya niat baik emang hrs disegerakan tp sygnya niat itu gk disambut sm Naura yg hatinya yg msh gabut
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 71

    Naura yang duduk di belakang menautkan alis mendengar ucapan Clara. Dia memang belum sekalipun bertamu ke rumah Fatih karena Wahid melarang dengan tegas. Naura memalingkan wajah ke jendela saat tanpa sengaja pandangan matanya bertatapan dengan Fatih dari kaca spion tengah.“Kenapa memangnya?” Fatih mengelus kepala Clara. Dia mulai menjalankan mobil, meninggalkan area pemakaman.“Nenek yang bilang katanya foto Mama Della pindah ke kamar Clara saja.” Clara mengangkat bahu. Anak itu sudah sibuk dengan coklat di tangannya. Dia memang belum mengerti benar apa yang terjadi. Satu yang dia tahu, dia senang kalau Naura mau menjadi mamanya. Itu artinya, Naura akan membacakan buku secara langsung saat akan tidur, bukan melalui video call seperti selama ini.Naura menghela napas panjang mendengar ucapan Clara. Sungguh, dia merasa sangat beruntung bisa mengenal Fatih dan keluarganya. Baru juga mereka dekat dan belum tentu akan jadi juga, tapi orangtua Fatih sudah memberikan pemahaman pada CLara un

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 70

    “Nanti malam kesini ‘kan, Nau?” Asma yang ikut mengantar ke teras menyempatkan bertanya. “Biasanya ada dresscode. Hari ini pakai warna biru lembut. Kalau Naura tidak punya, Mama ada dua jilbab itu. Bajunya pakai warna putih saja, netral.”Fatih melirik ke arah Naura yang tampak terdiam beberapa saat. Lelaki itu bisa mengerti apa yang ada di pikiran wanita itu. “Naura sepertinya belum bisa ikut, Ma. Abangnya tidak mengizinkan Naura keluar malam-malam. Apalagi, katanya nanti malam rumah makan sudah dipesan mau ada acara.”“Aduh, sayang sekali. Padahal, Mama sudah tidak sabar memperkenalkan calon menantu Mama ke keluarga yang lain.” Asma memasang wajah kecewa. “Semoga lain kali bisa ikut kalau ada kumpul-kumpul ya, Nau.” Asma mengangguk saat Naura berpamitan dan mencium tangannya. Dia tetap menunggu di teras sampai mobil Fatih menghilang dari pandangan.Tidak sampai lima menit dalam perjalanan, mobil yang dikendarai oleh Fatih memasuki area pemakaman. Naura menautkan alis. Dia urung bert

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 69

    Fatih menghela napas panjang mendengar penolakan Naura. Dia menautkan kedua tangan. Lelaki itu menatap halaman saat angin malam berembus pelan. Suara jangkrik terdengar nyaring di sudut halaman. “Bunga layu bisa disiram lagi selama batangnya masih ada. Bunga berkembang tidak hanya sekali. Asal dirawat dengan benar, rutin disiram dan diberikan pupuk, tunas akan tumbuh lagi dan suatu saat kembang baru akan mekar kembali.”Naura tersedu mendengar ucapan Fatih. Kalimat itu begitu indah dia rasa. Setiap kata yang lelaki itu ucapkan menumbuhkan harapan di hati Naura yang selama ini sangat takut berharap karena pernah dikecewakan begitu dalam. “Seperti yang saya katakan waktu itu, tak perlu terburu-buru. Kita bisa mulai dengan berteman biasa agar sama-sama saling mengenal. Yaaaa, sebulan, dua bulan atau tiga bulan pendekatan tidak masalah. Cuma jangan terlalu lama juga. Kasihan ini saya sudah nganggur bertahun-tahun lamanya.”“Dih!” Naura mencebik ke arah Fatih. Hampir saja dia kelepasan m

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 68

    Di tempat berbeda, Dewi mengintip melalui jendela saat mendengar suara mobil memasuki halaman rumah. Dia melirik jam dinding dan menggeleng, tidak mungkin itu Wahid. Masih terlalu dini pulang saat ini karena jam tutup rumah makan masih sekitar dua jam lagi.“Pak Fatih.” Dewi mengembuskan napas pelan saat mengenali mobil yang berhenti di depan. Dia sengaja tidak ke rumah makan hari ini karena khawatir dengan keadaan Naura. Siang tadi, dia menemukan Naura di rumah dalam keadaan kacau. Setelah mendapat kabar dari Fatih kalau Naura pulang sendiri, Dewi memang langsung mengecek ke rumah untuk melihat keadaan sepupu suaminya.Setelah beberapa waktu melihat Naura sudah bisa mengelola emosi dan mengendalikan diri, Dewi cukup terpukul menemui Naura dalam keadaan seperti tadi. Itulah sebabnya, malam ini Wahid meminta dia di rumah saja karena khawatir dengan keadaan Naura.“Tunggu sebentar ya, Pak, saya panggilkan Naura dulu. Maaf diluar saja tidak apa-apa? Bang Wahid sedang tidak di rumah.” Dew

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 67

    “Kata Papa ke toilet sebentar, tapi kok lama? Sampai-sampai Arjun dan Mama sudah selesai makan, tapi Papa belum juga kembali. Makanan Papa dibungkus sama Mama biar bisa dibawa pulang. Arjun capek, mau tidur.” Arjun mengangkat tangan, minta digendong oleh Indra yang langsung mengangkatnya.“Tadi itu siapa, Pa? Kenapa Tante rambut panjang tadi teriak-teriak ke arah Papa? Apa Papa menabrak dia saat berjalan makanya dia jadi marah?” Arjun kembali bertanya saat Indra berjalan mendekati Aini. “Papa sudah minta maaf belum sama Tante tadi? Kasihan dia sepertinya kesakitan kena tabrak sampai nangis-nangis begitu.”Indra hanya menanggapi pertanyaan Arjun dengan senyuman. Lelaki itu mengelus kepala anaknya dan meng.cup keningnya. Setelahnya, Indra meraih tangan Aini. Dia meninggalkan tempat itu tanpa sekalipun menoleh ke arah Fatih yang masih terus memperhatikan di belakang mereka.“Kita mau langsung pulang?” Indra bertanya pada Aini saat mereka sudah di dalam mobil. Lelaki itu melirik ke arah A

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 66

    Naura mengepalkan tangan. Dadanya berdebar kencang. Wajahnya basah oleh air mata saat bertatapan dengan Indra. Dia menggeleng pelan. Naura tidak percaya kalau Indra bisa setega itu padanya. Apa maksud Indra ingin membuka aib yang begitu dia jaga?“Apa salahku, Ndra? Kau yang meninggalkan aku begitu saja untuk menikahi Aini, tapi sekarang kau terus menggangguku tanpa henti. Kau yang membuat aku terluka sampai hampir gila, tapi kau seolah menjadi yang paling tersakiti.” Naura menghapus air matanya dengan kasar.Beruntung tempat itu tidak terlalu ramai sehingga mereka tidak menarik perhatian. Hanya beberapa orang yang lewat dan memilih meneruskan langkah, tidak mau ambil pusing dengan apa yang diributkan oleh orang lain.“Sikapmu ini membuat istrimu menuduh aku mengganggu ketentraman rumah tangga kalian, Indra. Padahal, apa yang kulakukan? Tidak ada! Kalian yang menyebabkan ketentraman itu rusak dengan sendirinya karena terus-terusan mendatangi aku.” Naura menghentakkan kaki. Dia menghel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status