Share

Pernikahan Airin dan Ikhsan

"Sial!!!" Teriakku prustasi. Bagaimana bisa aku sebodoh ini? Keluar dari kandang singa malah masuk kekandang macan.

Aku menarik rambutku dengan kasar. Aku benar-benar bingung. 

Aku mencoba menenangkan diriku. Aku yakin jika besok Ikhsan tidak bisa memberiku bukti mengenai istrinya maka aku bisa menolaknya, jadi aku tidak perlu bingung malam ini,  biarlah besok pagi aku meminta bukti terlebih dahulu,  dan jika dia bisa membuktikan jika istrinya menyetujui pernikahan ini, maka aku akan menggunakan rencana cadangan. Bukankah mereka hanya memintaku untuk segera hamil, dan jika dalam beberapa bulan aku tak kunjung hamil. Pasti istrinya akan menyuruhnya untuk menceraikanku.

Ya... Aku harus sebisa mungkin mencegah kehamilanku. Agar aku tak selamanya menjadi istri keduanya.

Aku sudah bisa menebak pernikahan apa yang akan aku jalani kedepannya.  Bagaimana bisa seorang suami sangat mencintai istrinya tapi menginginkan anak dari perempuan lain dan lebih gilanya lagi sang istri mengijinkannya. Kenapa aku berpikir jika semua ini adalah hanya bualannya semata, bukankah mereka itu orang kaya? Kenapa mereka tidak mencoba memakai cara dengan bayi tabung saja dari pada harus menikah lagi. Dan apakah istrinya benar-benar menyetujui hal ini? Bukankah didunia ini tidak ada satu wanitapun yang ingin dimadu? Hati perempuan mana yang tidak sakit jika suaminya harus dibagi dengan perpuan lain apapun alasannya. Apakah mereka punya rahasia dibalik rencana ini? Kepalaku jadi sedikit sakit karena memikirkan hal itu. 

Aku mencoba untuk menenangkan diriku. Setelah sedikit mulai tenang, Aku beranjak keatas tempat tidur untuk mengistirahatkan tubuhku.

Keesokan paginya. 

Ketika aku sedang mandi, pintu kamar terdengar dibuka.

Dan benar saja, ketika aku keluar dari kamar mandi, ternyata laki-laki itu sudah duduk diatas ranjang.

"Pagi... Ayo kita sarapan."

"Kenapa kamu tega mengunciku?"

"Aku tidak bodoh. Aku tahu jika kamu pasti akan mencoba untuk kabur."

Aku terdiam mendengar hal itu. Karena memang benar apa yang dia ucapkan. Sepertinya Dia tahu kemana jalan pikiranku. 

"Aku perlu bukti jika istrimu menyetujui pernikahan ini,"Ikhsan sedikit terkejut dengan permintaanku. Dia diam dan melihat kearahku 

"Kenapa aku harus membuktikannya?"

"Jika kamu tidak bisa membuktikan,  maka aku berhak menolak pernikahan ini, karena aku sudah bilang dari awal jika aku tidak mau jadi simpanan,"

"Oh,  kamu mau bermain-main denganku?"jawabnya dengan menatap tajam kearahku 

"Aku tidak mempermainkanmu,  jika istrimu benar menyetujui hal ini,  maka aku mau menjadi istri keduamu,  tapi jika istrimu tidak setuju,  aku akan mencari cara agar bisa mengembalikan uangmu,"Ikhsan yang mendengar hal itu tersenyum,  aku tidak tahu makna dari senyuman itu. 

"Baiklah,  aku akan membuktikan kepadamu,"jawabnya,  Ikhsan langsung mengambil ponselnya 

"Ini kamu lihat foto pernikahan kami,  dan aku akan menghubungi istriku agar kamu tidak punya alasan lagi menolak pernikahan ini,"imbuhnya.  Dan benar saja Iksan melakukan panggilan video dengan perempuan yang ada difoto itu. 

"Hallo,  sayang,"

"Iya,  Mas,"

"Sayang,  perempuan yang Mas ceritakan kemarin membutuhkan bukti dari kamu,  apakah kamu menyetujui atau tidak pernikahan ini,"

"Mana orangnya Mas,  biar aku yang bicara,"Lalu Ikhsan mengarahkan ponselnya kearahku 

"Aku yang menyuruh suamiku untuk menikah lagi, jadi kamu tidak usah bingung atau takut." Belum sempat aku menjawab, Ikhsan langsung menarik ponselnya kearahnya. 

"Ya sudah sayang, terima kasih ya, Love you..."

Love you too..."Panggilan berkahir. 

Setelah panggilan berakhir Ikhsan lalu mendekat kearahku. 

"Bagaimana? Sudah puas?"Tanyanya dengan ketus 

"Ta-tapi  kalian tidak sedang mempermainkan aku kan?"

"Permainan seperti apa yang kamu maksudkan?"

"Kalian tidak sedang merencanakan sesuatu kepadaku kan?"

"Kamu jangan berbelit-belit, aku sudah membuktikan apa yang kamu minta jadi kamu harus menepati ucapanmu!" belum sempat aku menjawab Ikhsan langsung menarik tanganku dan mengajakku untuk pergi. 

Kami pergi kesebuah restoran yang terbilang cukup rame. Mungkin karena waktunya sarapan jadi banyak pengunjung yang sedang menikmati sarapannya. 

Setelah memesan makanan. Dia berucap kepadaku.

"Airin... Dari kemarin aku belum menyebutkan nama ya..." 

Aku hanya mengangguk karena aku sedang tidak ingin bicara dengannya, aku sedang berpikir keras bagaiamana caranya agar semua ini tidak berjalan sesuai dengan rencananya. 

"Panggil saja aku, Ikhsan. Oh ya nanti sore kita akan menikah. Kamu tidak mau memberitahu keluargamu? Setidaknya aku harus tahu siapa mereka, karena aku juga butuh wali untuk menikahimu."

"Mereka sudah lama meninggal."

Mas ikhsan diam mendengar jawaban ku.

"Maaf..."

"Tidak apa-apa... Apakah kamu benar-benar ingin menjadikanku sebagai istrimu? Bagaimana jika aku tak kunjung hamil juga?"

"Aku yakin kamu pasti hamil."

"Kenapa Mas bisa seyakin itu?"

"Sudahlah Airin. Pokoknya jadilah istri yang manis untukku."

"Mas...  Bagaiamana jika kita menggunakan cara dengan bayi tabung saja,  jadi kita tidak perlu ada ikatan pernikahan."

"Aku tidak mau anakku lahir dari hubungan tanpa pernikahan."

"Tapi,  bayi tabungkan sama saja itu anakmu dan kamu tidak perlu menyentuhku jadi sudah pasti itu anakmu dan istrimu.  Kalian hanya memijam rahimku saja."

"Kenapa?  Kamu tidak mau menjadi istri keduaku?"

"Mas...  Tidak ada satupun wanita yang mau suaminya dibagi."

"Aku tidak untuk dibagi,  kamu hanya akan mengandung dan melahirkan keturunanku dan masalah perasaan lebih baik kamu buang jauh-jauh,  karena cintaku hanya untuk istriku." Aku terdiam bingung mau bicara apa. 

"Jika cintamu hanya untuk istrimu untuk apa ada pernikahan ini?"

"Aku butuh anak darimu jadi kamu tidak usah lagi mencari alasan apapun dan jangan berpikir bisa pergi begitu saja sebelum kamu melahirkan keturunanku!"Aku hanya diam tidak lagi menjawab ucapannya, karena percuma saja.  Apa lagi ini ditempat umum.

Setelah itu tak ada pembicaraan lagi. Dan tak berselang lama makanan yang kami pesan datang. Kami menikmati makanan itu tanpa bicara satu sama lain.

Setelah sarapan. Kami mampir kesebuah Boutiq untuk membeli kebaya.

Setelah selesai kami langsung menuju hotel. Setelah didalam kamar tiba-tiba ponsel mas Ikhsan berbunyi.

"Hallo sayang."

"Iya... Mas sudah katakan semuanya sama Airin."

Mendengar namaku disebut aku sedikit terkejut.

"Iya dia setuju. Pokoknya kamu tenang saja. Kita pasti segera memiliki momongan."

"Sudah dulu ya sayang. Mas mau bersiap. Love you."

Setelah sambungan telepon mati. Mas Ikhsan langsung mendekat kearah ku.

"Dek. Ayo bersiap, acaranya dimajukan jadi jam satu siang." Aku sangat terkejut mendengar hal itu.

Mas Ikhsan lalu menyuruhku untuk segera berganti baju dengan kebaya itu. Setelah selesai kami langsung berangkat ketempat dimana penghulu menunggu kami.

Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam akhirnya kami sampai di tempat tujuan.

Kami langsung turun dan langsung masuk kedalam sebuah rumah yang cukup besar dan megah.

Kami disambut oleh seorang wanita paruh baya.

"Tuan... Semua sudah siap. Nyonya pergi duluan karena ada pekerjaan mendadak."

"Baik, Mbok."

Setelah itu kami langsung masuk, di dalam sudah ada penghulu dan empat orang saksi.

Karena orang tuaku sudah meninggal, aku diwali hakimkan sebagai pengganti mendiang Ayah.

Ijab qobul berjalan lancar.

Setelah penghulu dan saksi pergi. Mas Ikhsan menyuruh wanita paruh baya itu untuk melayaniku.

"Mbok Minah. Tolong layani Nyonya Airin. Tunjukkan dimana kamarnya dan tanya apa yang dia mau."

"Baik Tuan."

"Mari Nyonya, saya tunjukkan dimana kamar Nyonya."

Mbok Minah mengajakku menaiki sebuah tangga. Kamarku terletak di lantai dua. Kamar itu sangat mewah. Tak pernah terbayangkan olehku jika aku memiliki kamar semewah dan senyaman ini.

Setelah itu Mbok Minah pamit kembali ke dapur.

Setelah kepergian mbok Minah. Aku duduk diatas ranjang. Ketika aku sedang kalut. Tiba-tiba pintu terbuka.

Mas Ikhsan sudah berdiri disana.

"Dek. Mandilah itu ada baju didalam lemari."

"Mas... Apakah aku akan tinggal bersama istri pertamamu?"

"Ha...ha...ha.... Ya tidak dong Dek. Aku harus bisa menjaga bagaimana perasaan kalian. Rumah ini adalah rumahmu. Memang saat ini sertifikat masih atas namaku tapi jika kamu sudah melahirkan anakku maka rumah ini akan menjadi milik mu."

"Mas... Apakah setelah aku melahirkan anakmu, lalu kamu akan menceraikan aku?"

"Jangan takut. Aku tidak sekejam itu. Berusahalah menjadi istri yang baik untuk ku. Maka aku akan mempertimbangkan mu."

DEG... Terasa perih hatiku ketika mendengar hal itu. Entah mengapa aku merasa jika Mas Ikhsan dan istrinya pasti memiliki sebuah rahasia. Aku harus bisa menguak rahasia itu sebelum aku hamil. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status