“Im sorry, Ga. Saya hanya berusaha menjaga wibawa kamu sebagai atasan di kantor ini.” Setelah rampung diketilk, kalimat itu dikirim ke nomor W******p Gaga.
“Saya hanya berusaha menjaga kamu yang lebih dari apapun di kantor ini.” Beberapa menit kemudian pesan balasan dari Gaga tiba dan berhasil mebuat Lara melengkungkan senyum.
“Thank you, Ga.”
“I need you.”
“Saya akan meluangkan waktu untuk makan malam sebagai tanda permintaan maaf, gimana?”
“Tentu saja saya bersedia, dengan senang hati, everytime you want. Ra.”
***
Malam itu Lara berjalan menuju ke arah mobil Gaga dengan balutan dress maroon dengan satu garis tali yang melingkar tak penuh di kedua bahunya. Rambutnya diikat sedikit lebih tinggi dari biasanya, menyisakan sedikit anak-anak rambut di dahi yang membuat wajah mungilnya nampak manis. Itu adalah penampilan tercantik Lara sejauh Gaga mengenalnya meski Lara hanya merias wajahnya dengan make up tipis.
“Malam …” Sapa Lara sesaat setelah naik dan duduk pada bangkudi samping Gaga.
“Malam, Ra.” Balas Gaga dengan senyum hangatnya. “Mau makan di mana malam ini?” Lanjutnya bertanya.
“Terserah kamu aja.” Jawab Lara.
“Aku benci jawaban itu, wanita.” Gumam Gaga, Lara tersenyum geli.
“Aku serius terserah kamu saja.”
“Hentikan itu, Ra. Sekali lagi kau bilang terserah akan kubawa kau ke rumahku.”
“Terserah.” Ujar Lara.
Pandangan mereka saling bertemu dan akhirnya tawa keduanya lepas.
“Sepertinya kau sangat ingin dibawa ke rumahku, ya?” Tanya Gaga.
“Kenapa tidak.”
“Ra, are you serious?”
Lara mengangguk-angguk.
“Yeah, everywhere you want. Saya mau.”
Gaga segera menelpon beberapa restaurant untuk mengirimkan hidangan makan malam ke rumahnya saat itu juga. Dia nampak antusias sekali, bukan hal sulit bagi Gaga untuk mempersiapkan itu semua dalam sekejap, sehingga saat mobil yang mereka kendarai sampai di rumah Gaga semuanya sudah tersedia.
Malam itu adalah kali pertama Lara menginjakkan kaki ke rumah Gaga, meskipun sudah delapan bulan mereka dekat, Lara selalu enggan saat diajak ke rumah Gaga. Alasannya sangat mudah ditebak, Lara tak siap untuk berhadapan dengan keluarga Gaga yang kaya raya, Lara khawatir kehadirannya tidak diterima dan alasan itu tidak pernah diketahui oleh Gaga, karena itulah Gaga sedikit terkejut saat Lara mengatakan dia bersedia. Selama ini mereka hanya menghabiskan waktu di restaurant untuk kencan mereka, tetapi kali ini, dalam rangka permintaan maaf Lara untuk Gaga, gadis itu akhirnya bersedia datang ke rumah Gaga.
Seperti yang ada dalam bayangan Lara selama ini, rumah Gaga besar dan mewah. Pagarnya tinggi, halamannya luas dan hijau, sementara bangunan rumahnya memilki keindahan yang nampaknya dirancang oleh arsitek yang memilki keahlian seni tinggi, catnya berwarna coklat susu dengan corak-corak abstrak berwarna coklat pekat di beberapa sudut, nampak begitu megah. Namun, saat Lara memasuki rumah itu, ada hal janggal yang langsung menyerbu pikirannya. Kosong, rumah itu kosong! Tak ada seorang pun yang terlihat di dalamnya.
“Silakan duduk, Ra.” Gaga mempersilakan Lara duduk di hadapan meja yang telah dipenuhi hidangan makan malam.
Namun Lara terlihat enggan untuk duduk.
“Ga …” gumamnya, “Kamu tinggal sendiri?” Lanjutnya bertanya.
Gaga mengangguk.
“Ya.” Jawabnya.
“Mana keluargamu?"
“Tak ada.”
“Maksudnya?”
“Duduklah dulu, Ra.” Gaga memegang kedua bahu Lara, mengarahkan gadiis itu untuk duduk di kursi.
“Aku tidak punya keluarga.” Lanjut Gaga dengan suara tenang. “Aku sebatang kara.” Lanjutnya.
“Kamu bercanda, ya?” Lara menaikkan satu alisnya dengan ekspresi penuh selidik, tentu saja Lara tak lantas langsung percaya begitu saja.
“Aku tidak bercanda, Ra. Ini serius.” Jawabnya.
“Kenapa? Kenapa tidak pernah memberitahuku?”
“Karena kau tidak bertanya.” Jawab Gaga. “kau hanya bertanya apakah aku memilki saudara atau tidak.” Lanjutnya.
“Apakah harus menungguku bertanya dulu untuk hal seperti ini?”
“Sudahlah, Ra.” Jawab Gaga, pria itu nampak sedikit lesu tangannya mulai bergerak membalik piring yang tertelungkup di atas meja di hadapannya, lalu melakukan hal yang sama untuk piring di hadapan Lara.
“Makanlah dulu.” Lanjutnya.
Lara menahan kalimat-kalimat yang sudah nyaris menyembur dari mulutnya. Gadis itu menahan rasa ingin tahunya setelah melihat raut wajah lesu yang ditunjukkan Gaga. Lara yakin pembahasan ini akan berat dan mungkin merobek luka lama Gaga. Lara tak ingin permintaan maafnya malam ini justru akan menciptakan masalah baru bagi mereka berdua.
Makan malam itu beralngsung tanpa ada percakapan apa-apa apalagi candaan-candaan yang dilontarkan Gaga dan membuat Lara tertawa seperti makan malam yang sebelum-sebelumnya mereka lakukan.
“Steak ini enak.” Ujar Lara memecah keheningan.
“Kamu suka?” Gaga mencoba tersenyum.
“Suka.” Lara membalas senyuman itu.
“Kamu sangat cantik, Ra.” Ujar Gaga tiba-tiba dan berhasil menimbulkan semburat merah di kedua pipi Rara.
“Ya, aku memang cantik sejak dilahirkan.” Lara segera memperbaiki rayt wajahnya yang tersipu dan bertingkah seolah dia tidak terbawa perasaan dengan pujian dari Gaga.
“Aku tiba-tiba merasa menyesal setelah mengatakan itu.”
Lara tergelak mendengar itu, begitu juga dengan Gaga pria itu tertawa terbahak-bahak. Mereka menghabiskan separuh dari makanan yang dihidangkan di atas meja dan merasa kenyang.
“Ra …” Gumam Gaga setelah menyapukan selembar tisu ke sekitar bibirnya.
“Ya?”
“Do you love me?”
Lara tak menjawab, bola matanya bergerak kesana kemari, meskipun dia tahu jika Gaga mengetahui perasaan Lara yang sesungguhnya tetapi untuk mengatakan secara langsung bahwa Lara mencintai pria itu terasa sangat sulit bagi Lara.
“Aku mau memberitahumu sesuatu, Ra.” Ujar Gaga lagi. “Tak peduli kau bersedia mendengarnya atau tidak, aku akan tetap mengatakan ini.” Lanjutnya.
“Kau tahu aku tidak akan pernah melewatkan apapun yang kamu ceritakan, jika kamu mau berbagi denganku, Ga.” Jawab Lara, dia melihat mata Gaga berkaca-kaca.
“I love you so much, Ra. Aku menyayangimu, aku suka denganmu saat pertama kali menjemputmu di terminal pemberhentian bus. Saat itu aku melihat kamu sangat cantik, namun setelah mengetahui sifat dan sikapmu perasaan suka itu berubah menjadi sayang dan nampaknya aku tergila-gila padamu. Mustahil jika kamu tidak tahu bahwa aku tergila-gila setelah semua kegilaan yang kutujunjukkan apadamu setiap hari di kantor, bahkan seluruh orang di kantor kuyakin tahu tentang hal ini.” Gaga bercerita dengan terus menggenggam tangan Lara.
“Apa aku pantas buatmu?’ Lara melepas genggaman tangan Gaga dengan halus, tangannya bergerak menyentuh dagu Gaga, mengusap rambut-rambut halus yang tumbuh di sekitarnya.
“Lebih dari kata pantas.” Jawab Gaga.
Pria itu mendaratkan bibirnya ke dahi Lara, Lara tak menunjukkan penolakan apa-apa. Hal itu menyebabkan Gaga berasumsi bahwa Lara menyerahkan diri seutuhnya untuk Gaga malam itu. Kemudian kecupan lain kali ini mendarat ke bibir Lara.
Cahaya mentari pagi menyeruak masuk menembus jendela kaca di dalam kamar Gaga. Lara menyipitkan kedua matanya, rekaman kejadian semalam masih terputar di kepalanya saat dia menoleh ke arah Gaga yang masih terlelap di sampingnya. Lara tahu dan sangat sadar bahwa pagi itu Lara terbangun sebagai dirinya yang baru, yang tak lagi utuh. Matanya seketika mengembun menyadari apa yang telah terjadi dan saat gadis itu teringat akan pesan ayahnya sebelum ia merantau ke kota ini, tangisannya pecah seketika.Seketika Gaga terbangun saat mendengar isakkan gadis di sampingnya. Tangannya segera merengkuh Lara untuk menenangkan.“Why, Ra? Kamu kenapa?” Tanyanya.Lara tak menjawab, gadis itu terlihat berusaha menghentikan isakannya yang justru terdengar semakin sendu.“I’m sorry, Ra. Aku menyakitimu, ya?” Gaga bertanya lagi.Lara menyentuh wajah pria itu lalu menggeleng perlahan.“I love you.” Gumam Lara.“I love you more.”Gaga menarik tubuh Lara, merapatkan apada dadanya dan memeluk gadis itu erat. I
Lara larut terlalu dalam dalam lukanya. Gadis itu sama sekali tidak memilki persiapan apapun untuk menghadapi patah hati apalagi yang separah saat ini. Ternyata cinta pertamanya akan terjadi begitu singkat dan berakhir teramat sadis. Kadang-kadang gadis itu mengingat-ingat apa yang pernah dilakukannya di masa lalu sehingga seseorang tega menghancurkan hidupnya begini rupa. Lara merasa dibuang layaknya sampah setelah segalanya telah diberikan. Setelah satu bulan berlalu, Lara tak pernah masuk kerja dan tak pernah sekalipun mencoba menghubungi Gaga, meskipun pada dini hari saat ia tiba-tiba terbangun ia sangat ingin menghubungi Gaga ingin bertanya apakah tidak ada rindu setitik saja untuknya di hati Gaga, namun Lara ingat bahwa Gaga adalah manusia yang tidak memilki hati. Tidak ada lelaki yang tega memperlakukan wanita yang tak memilki salah apa-apa dengan begitu keji.Berat badan Lara turun beberapa kilogram dalam waktu satu bulan saja, gadis itu lebih banyak menghabiskan waktunya di a
Lara berubah menjadi gadis yang lebih dingin semenjak hatinya diporak-porandakan oleh Gaga. Dia tak pernah lagi peduli dengan beberapa lelaki yang tertarik padanya, termasuk dengan seorang pria bernama Bentara yang kerap kali disebut-sebut oleh Aria saat menggoda Lara. Bahkan untuk sedikit menanyakan secuil hal mengenai Bentara-pun Lara tak tertarik. Gadis itu seolah memilki semesta sendiri di dalam kepalanya, dia terlalu menikmati dunianya seorang diri dengan berpuluh-puluh puisiyang diciptakan, Lara merasa lebih hidup dan menemukan dirinya berada di titik yang dicari selama ini.Mungkin hanya Aria yang menjadi satu-satunya kawan Lara di kampus saat ini, itupun jika Aria bukan orang yang mudah bergaul pada semua orang, mereka berdua mungkin tidak akan mengenal apalagi berkawan. Meskipun kesulitan memiliki kawan di dunia nyata, Lara ternyata memilki banyak kenalan bahkan penggemar di media sosial berkat puisi-puisinya, karena itulah Lara tak pernah merasakan sepi.Sore itu menjelang p
Pukul 21.00, seusai menyelesaikan semua tugas kuliahnya, Lara kemudian menepati janji untuk mulai merekam suaranya untuk kemudian dikirimkan kepada Jenggala. Tetapi Lara melupakan sesuatu, sebelum menutup telepon seharusnya mereka berdua memilki kesepakatan mengenai naskah apa yang harus dibacakan dan direkam Lara. Gadis itu kemudian bangkit dari duduknya dan bergegas mencari sebuah buku di mana biasa dia mencatat puisi-puisnya. Setelah beberapa lembar dibuka dan dibaca, akhirnya Lara berhenti pada lembar di mana puisi dengan judul “Jalan Penuh Puisi” pernah ditulisnya, Lara tak ingat jelas kapan ia pernah menulis puisi itu. Tapi menurutnya, puisi itu memilki makna yang dalam dan secara kebetulan mendeskripsikan bagaimana kedekatannya dengan Jenggala selama ini. Lara membacaranya beberapa kali dan mulai merekamnya.Jalan Penuh PuisiAku serupa melihat silet lelaki yang kukenali sejak lamaKetika itu aku berjalan di tenah rerimbunan pohon berdaun larik-larik puisiDengan tangkai yang m
Semenjak berita mengenai kedekatan Jenggala dan Jessica muncul di beranda utama platform, Lara semakinsadar diri akan posisi dirinya di dalam hidup Mas Gala. Bukan masalah perasaannya yang masih abu-abu pada Mas Gala, sejak dia merasakan hatinya tersenngat besi panas saat mengetahui kedekatan antara Mas Gala dan Jessica, Lara tahu ia telah jatuh cinta kepada pria itu. Persoalan ini adalah tentang perempuan itu, Jessica Audrey. Jessi, begitu sapaan akrab member platform untuk dirinya. Meskipun kehadirannya di platform itu tidak lebih lama dibandingkan Lara dan Gala, Jessi sudah meraup atensi besar dari pengguna platform itu. Karya tulisnya cerdas, kritis, akurat dan sangat nyaman dibaca meskipun saat membahas hal-hal berat sekalipun, semua tulisannya “berdaging”. Selain berprestasi, hal lain yang memang pantas untuk disukai daridiri Jessi adalah kebaikan hatinya, wanita itu ramah dan sangat humoris. Segala yang ada dalam diri Jessi adalah sebuah kesatuan yang lebih dari pantas untuk me
Sebanyak apapun aktivitas dan sesibuk apapun Lara di siang hari, gadis itu tetap saja menunggu momen-momen yang terjadi saat malam tiba. Tepatnya pada pukul 21.00 di mana itu adalah waktu biasanya Lara dan Mas Gala saling berbincang, kebanyakan membincangkan project mereka tetapi selalu diselengi dengan obrolan yang secara tersirat saling menunjukkan ketertarikan diantara keduanya. “Mas, kalau misalmya Mas Gala dan Kak Jessi benar-benar bersatu suatu hari nanti, siapa yang paling beruntung?” Tanya Lara pada Mas Gala di suatu malam. “Mungkin tidak ada yang beruntung.” Jawab Mas Gala. “Kok tidak ada?” Tanya Lara lagi. “Ya, menurut kamu apakah orang yang bersatu tanpa ada rasa itu terasa beruntung?” Jawab Mas Gala. Jawaban Mas Gala itu meskipun tidak gamblang, namun cukup jelas menegaskan bahwa antara dirinya dan Jessi tidak ada hubungan spesial. Tidak ada rasa suka di hati Gala untuk Jessi, mungkin Jessi pun begitu. Tentu saja pernyataan Gala itu melegakan hati Lara.
Mata Lara terus memandangi layar ponselnya meski telepon antara dirinya dan Mas Gala sudah terputus. Gadis itu saat ini takdapat menerjemahkan apa yang saat ini dirasakannya. Perasaannya campur aduk, entah harus bahagia atau sedih setelah mengetahui semua fakta yang gamblang. Percakapan itu juga secara tidak langsung menjadi jawaban mengapa selama ini Mas Gala tidak terlalu menggubris rumor tentang hubungan dirinya dan Jessi. Ternyata semua itu karena Mas Gala telah memilki kekasih yang sngat dicintai dan sudah menjalin hubungan selama enam tahun lamanya. Meskipun pada akhirnya wanita itu meninggalkan Mas Gala, tetapi cinta Mas Gala untuknya masih utuh, hal ini dibuktikan dengan betapa terlukanya Mas Gala saat menceritakan cintanya yang kandas. Cemburu? Lara tahu itu tidak pantas untuk ada di dalam hatinya, tetapi faktanya Lara memang cemburu karena ternyata Mas Gala mencintai wanita lain dan perasaan malu mulai membuat hatinya penuh, mengingat beberapa perlakuan baik dari Mas Gala pa
“Puisi ini untuk siapa?” sebuah pesan dari Mas Gala akhirnya masuk saat Lara sibuk mengoceh dengan dirinya sendiri.“Hah?!” Gadis itu membelalakkan mata saat membaca pesan dari Mas Gala, “Sepertinya dia menyadari sesuatu.” Lanjutnya.“Untuk seseorang.” Balasan Lara dikirimkan sesegera mungkin.“Eh, aku kira kamu sudah tidur. Ra.” Balas Mas Gala. Lara berpikir sejenak setelah membacanya, sibuk mencari-cari alasan.“Aku sedang mengerjakan tugas.” Balasnya dan tentu saja ia berbohong.“Apa kamu bisa fokus seperti itu? Mengerjakan tugas sambil kerja, aku kira setelah semua tugasmu rampung baru kita memulai kerja. Aku jadi tidak enak, Ra.”“Ah, tidak Mas, aku kira tadi kamu sudah tidak akan membalas pesanku, jadi aku melanjutkan tugas.” Lara membaca ulang ketikannya di layar ponsel, lalu menghapus kalimat “aku kira kamu sudah tidak akan membalas pesanku” dengan kalimat “aku kira Mas Gala sudah tidur, jadi aku melanjutkan tugas”.“Tidak, Ra. Aku agak speechless saja saat mendengarkan puisim