Share

Chapter 5 - Our marriage

Author: Jnxdoe
last update Last Updated: 2022-09-19 18:04:53

"Darimana kau?"

Pertanyaan itu dilontarkan oleh Gabriel, segera setelah Arienne memasuki kediaman mereka.

Meletakkan tas tangannya di sofa, Arienne menghampiri suaminya yang tampak berdiri kaku di depan meja makan. Pria itu masih mengenakan jas dan dasi, menandakan kalau ia baru saja sampai dari kantor.

Mengelus jas pria itu, Arienne membantu suaminya membuka jas dan juga dasinya. Sambil merapihkan kedua pakaian itu yang diletakkan di lengannya, ia berkata santai. "Dari rumah sakit. Papa meninggal."

Penjelasan isterinya yang dingin menghentikan kegiatan Gabriel yang sedang menggulung lengan bajunya. Kedua alisnya yang tebal berkerut dalam. "Maurice meninggal?"

Kepala Arienne mengangguk, dan Gabriel tidak menemukan tanda apapun yang menunjukkan kalau isterinya sedih dengan berita itu.

"Kau tidak apa?"

Kedua mata hijau yang menatap Gabriel tampak jernih, dan kembali wanita itu mengangguk. "Ya. Aku baik-baik saja. Mama sempat histeris, tapi sudah ditenangkan oleh dokter. Untuk sementara, sepertinya dia masih harus tinggal di rumah sakit. Aku sudah mengurus agar seorang suster merawatnya nanti saat ia dipulangkan ke rumah beberapa hari lagi."

Kedua alis Gabriel semakin dalam kerutannya. Ia tidak habis fikir dengan reaksi dari isterinya ini. "Kau akan membiarkannya pulang dan tinggal di rumahmu? Sendirian?"

Tampak Arienne mengambil tas tangannya dari sofa, dan ia mulai melangkah menuju kamar mereka. Terlihat senyuman tipis di bibirnya saat ia berkata kembali. "Ya, Gabe. Aku akan membiarkannya tinggal di sana sendirian. Atau kamu mau berbaik hati untuk menampungnya di sini?"

Geram dengan tantangan dari isterinya, Gabriel menggeleng kaku. "Tidak. Kau tahu kalau aku tidak suka ada orang asing di rumahku, Anne."

Senyuman Arienne semakin lebar. "Aku sudah tahu, Gabe. Karena itu, aku tidak pernah menanyakannya padamu. Kamu mandilah dulu. Aku akan menyiapkan makan malam untukmu."

Tubuh isterinya yang menghilang di dalam kamar mereka membuat Gabriel menghembuskan nafasnya. Meski mereka sudah menjadi suami-isteri selama hampir 4 tahun ini, tapi ia sama sekali belum mengenal sosok isterinya yang sebenarnya.

Wanita itu sangat terkontrol. Hampir tidak pernah Gabriel melihatnya bereaksi seperti perempuan normal yang selama ini diketahuinya. Ia juga sangat pandai memasak dan selalu melayani kebutuhan suaminya dengan sempurna. Ia bahkan partner yang cukup memuaskan di tempat tidur, meski Gabriel merasa kalau wanita itu selalu berusaha untuk menahan dirinya selama bercinta dengan dirinya.

Pada intinya, wanita itu adalah sosok seorang isteri yang ideal. Bagi pria mana pun juga. Ia cantik secara fisik, pandai pula untuk diajak berdiskusi tentang apapun, juga pintar untuk memenuhi kebutuhan perut dan memuaskan area bagian bawah dari seorang pria.

Tapi entah kenapa, semakin lama Gabriel merasa semakin sesak dengan pernikahan ini.

Awalnya, ia memang menginginkan pernikahan yang sifatnya platonis seperti ini. Tapi lama-lama, ia sendiri yang merasa tidak tahan dengan sosok isterinya yang sama sekali tidak pernah mengeluh pada dirinya. Selama hampir empat tahun ini pun, keduanya belum pernah bertengkar. Semuanya terasa adem-ayem dan baik-baik saja, tapi Gabriel justru tidak merasa kalau pernikahannya baik-baik saja.

Nalurinya sebagai seorang pria mulai berteriak, ketika ia menginginkan agar wanita itu membutuhkan dirinya. Ia membutuhkan untuk dibutuhkan, dan ia tidak mendapatkannya dari Arienne.

Semakin lama, Gabriel merasa dirinya telah menikahi seorang robot.

Sementara itu di dalam kamarnya, Arienne menggantung pakaian dan dasi suaminya yang akan ia laundry besok. Mengusap pakaian itu, ia mencondongkan wajahnya dan memeluk jas pria itu yang masih menyisakan kehangatan dan juga wangi parfumnya.

Hampir tidak terdengar, suara Arienne lirih ketika berbicara. "Gabe... Aku sedih..."

Ketika terdengar suara pintu kamar yang terbuka, tergesa Arienne menegakkan tubuhnya. Dengan tenang, ia mengambil pakaian rumah suaminya dari lemari dan menyerahkannya pada Gabriel.

Pria itu menerimanya setelah membuka seluruh pakaian kantornya dan membiarkan tubuhnya terpampang polos di hadapan isterinya. Tubuh yang sangat indah. "Terima kasih."

Sebelum pria itu memasuki kamar mandi, tangan mungil Arienne memegang pergelangan tangan Gabriel yang besar dan kokoh. "Gabe... Aku menginginkanmu malam ini... Kamu mau kan?"

Mata hitam Gabriel hanya memandanginya datar, tapi kemudian bibirnya yang maskulin mengeluarkan rintihan rendah saat merasakan jari-jari lentik isterinya bermain-main di asetnya yang terbuka. "Arienne..."

Mengecup bibir suaminya yang terbuka dan mengeluarkan udara panas, wanita itu berbisik mesra di telinga suaminya dan mengirimkan getaran di seluruh tubuh pria itu. "Aku sangat membutuhkanmu, Gabe... Malam ini, aku membutuhkanmu untuk berada di bawahku... Kamu mau kan...?"

"A- Anne..." Suara pria itu mulai terdengar terbata-bata. Nafasnya terasa berat.

"Ayolah, Gabe... Aku merindukanmu... Sudah seminggu ini kita tidak melakukannya... Kamu mau, kan...?" Rayuannya semakin nyata, saat dengan konstan jari-jarinya mengirimkan g*lenyar memabukkan pada aset pria itu yang semakin lama semakin mengeras di bawah.

Dalam hatinya, Arienne berdoa agar Gabriel mengabulkan keinginannya. Ia sangat membutuhkan pria itu malam ini. Karena jika tidak, wanita itu tidak tahu apakah ia akan sanggup menahan kesedihannya nanti.

Penuh putus asa, wanita itu menggosok-gosokkan hidungnya yang mancung ke pipi suaminya yang mulai menggelap. Ia juga menjilati telinga pria itu yang tinggi dan merasakan jakun pria itu yang naik-turun dengan susah payah. Ia juga mendengar erangan lirih dari tenggoran lelaki itu. "Gabe...?"

Tiba-tiba, tangan Gabriel menahannya dan dengan sedikit paksaan, melepaskannya dari asetnya yang sudah tegak seperti bendera. Pandangan pria itu terlihat dingin saat ini, meski tampak kedua pipinya yang memerah karena h*srat yang sangat tinggi pada isterinya sendiri. "Tidak malam ini, Anne. Aku ada pertemuan virtual dengan salah satu perusahaan di Amerika sana."

Menghembuskan nafasnya pelan, Arienne berusaha menelan kekecewaannya saat ini. "Pertemuan? Malam-malam begini, Gabe?"

"Kau tahu sendiri perbedaan waktu antara Jerman dan Amerika. Pertemuan ini sangat penting, Anne. Aku tidak bisa membatalkannya begitu saja. Kau paham, kan?"

Menundukkan pandangannya, Arienne berusaha menyunggingkan senyuman yang manis. "Tentu, Gabe. Kamu mandilah. Aku akan menyiapkan makan malam untukmu di ruang kerjamu nanti."

Tampak kedua mata hitam pria itu bergerak-gerak, sebelum akhirnya ia mengangguk. "Terima kasih."

Menatap suaminya yang telah masuk ke kamar mandi, tanpa terasa air mata yang sejak tadi ditahannya mulai mengaliri pipinya yang halus.

Betapa ia ingin menangis dan mendapatkan penghiburan dari pria itu. Tapi dia tidak berani memintanya.

Arienne sangat tahu kenapa Gabriel menikahinya. Ia adalah wanita yang dianggapnya dingin dan mampu menjaga emosi dirinya. Wanita itu sangat tahu betapa Gabriel membenci wanita yang cengeng dan manja, membuatnya berusaha menjadi sosok isteri yang tegar dan kuat seperti keinginan suaminya.

Ia juga tahu Gabriel tidak menyukai wanita yang agresif seperti para kekasihnya dulu, membuat Arienne pun berusaha menahan diri saat berhubungan int*m dengan suaminya. Padahal naluri liarnya ingin mencakar dan menghentakkan dirinya semakin dalam ke tubuh pria itu. Tapi dia tidak memiliki keberanian.

Banyak hal yang ingin ditunjukkan dan dilakukan Arienne untuk suaminya, tapi ia tidak bisa melakukannya. Ia terlalu takut kalau Gabriel akan membencinya dan tidak menyukai kehadirannya. Dan ia takut, kalau suatu saat Gabriel akan berpaling darinya untuk wanita lain.

Wanita itu sudah pernah mengalami penolakan dari keluarganya sendiri, dan ia tidak sanggup kalau harus mendapatkan penolakan dari suaminya juga.

Sama sekali tidak disadarinya, kalau ketakutannya itulah yang pada akhirnya pelan-pelan membawa kehancuran dalam rumah tangganya sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • To The Moon and Back, Only for You   Chapter 83 - EPILOG

    = Suatu waktu, di suatu tempat. Nun jauh di sana ="Apa yang sedang kau lakukan di sini?""Tidak ada.""Kau sedang menatap siapa?""Tidak ada."Jawaban menyebalkan itu membuat Hermes kesal, dan ia malah semakin mengintip. Dewa pria itu sedikit mendorong bahu dewa wanita yang ada di sebelahnya, dan langsung bersiul saat berhasil melihat apa yang dari tadi dipandangi oleh rekannya ini."Malaikat...? Kau naksir salah satunya?"Raut Pandora sama sekali tidak berubah. Ia masih menyender santai di pohon dan menatap nun jauh di sana pemandangan yang hanya dapat dilihat oleh mata keduanya. Dalam pandangan mereka, terlihat sosok dua orang malaikat. Satu berambut hitam dan lainnya merah. Keduanya tampak saling berdebat tentang sesuatu, dan tampak si merah kesal dengan si hitam yang terlihat bermuka datar.Memanyunkan bibirnya, Hermes menoleh pada Pandora yang hanya membalasnya dengan muka datar."Mana yang kau suka. Yang hitam atau yang merah?"Wanita itu tidak menjawab, membuat Hermes makin pe

  • To The Moon and Back, Only for You   Chapter 82 - His final decision (2)

    "Gabriel, the supreme. Apakah masih ada lagi yang ingin dirimu tanyakan pada-Ku?"Gabriel mengangkat kepalanya dan ia menggeleng pelan. "Tidak Yang Maha Kuasa lagi Maha Pendengar dan Maha Segala Tahu. Aku Gabriel, telah sangat puas dengan jawaban-Mu. Tidak ada lagi keraguan dalam hatiku. Aku telah mengambil keputusan.""Kau memang telah mengambil keputusan, Gabriel. Jauh sebelum kau bertanya pada-Ku. Dan terpujilah semua langkah yang kau ambil, karena jiwa kasih sayangmu membuatmu menjadi seorang yang tidak egois dan sangat memikirkan orang lain. Kau telah menjalankan tugasmu dengan sangat baik. Lakukan semua menurut kehendak hatimu, karena hatimu telah dituntun oleh nuranimu. Ingatlah itu."Dan setelah itu, gaung mistis itu pun menghilang. Langit perlahan berubah menjadi cerah meski awan-awan masih mengelilingi langit, pertanda kalau mendung masih belum akan berakhir. Raphael yang tadinya terbang di angkasa pun pelan turun dan menjejakkan kakinya di permukaan. Tampak kedua matanya ya

  • To The Moon and Back, Only for You   Chapter 81 - His final decision (1)

    "Bagaimana dia?""Berhasil. Seharusnya.""Seharusnya?""Azrael yang datang.""Malaikat maut? Dia sendiri yang akan menyerahkannya? Pada Tuan Michael?""Ya. Sepertinya begitu. Sekarang Tuan Michael sedang menunggu kedatangan Tuan Gabriel."Kepala salah satu dari mereka menunduk dalam. "Kalau yang ini tidak berhasil juga..."D*sahan nafas berat terdengar dari sebelahnya. "Jiwa itu hanya akan menghilang. Dan-""Dan apa?"Suara yang sangat berat terdengar di belakang mereka, membuat keduanya langsung menoleh kaget dan menundukkan kepalanya hormat. "Tuan Gabriel.""Ambrosio. Persephone. Kembali kalian berdua yang menyambutku."Masih menunduk, Ambrosio menjawab pelan. "Tuan Michael sudah menunggu Anda, Tuan Gabriel."Tampak kepala Gabriel mengangguk. "Di taman suci? Azrael juga hadir?""Ya, Tuan Gabriel. Mereka sudah menunggu kedatangan Anda di sana."Sejenak suasana hening dan ketika Ambrosio mengangkat kepalanya, ia tertegun melihat seraut senyum lembut terpatri di bibir pria yang dikenal

  • To The Moon and Back, Only for You   Chapter 80 - The time is coming (2)

    Under my dreamsI see the other sideI am the space of moonlightUnder your doorAnd you come to meet meSay you knew me beforeAnd when i'm lying by your headYou put your body into mine (Gregorian - Dark Side)***"Kat.""Gabe."Tampak dua sosok yang saling berpandangan dalam ruangan putih itu. Sosok sang wanita terbalut jubah panjang berwarna ungu gelap dan sang pria masih berbalut dengan jubah putihnya. Keduanya berdiri saling berhadapan dengan tangan yang saling bertautan. Senyum tampak terpatri di bibir mereka dan untuk sesaat, dua orang itu saling memandang sosok masing-masing dengan intens. Dua pasang mata itu bergerak-gerak penuh emosi ketika akhirnya pandangan mereka kembali bertemu.Salah satu tangan Kat mengelus pipi Gabriel yang kencang dan bersih tanpa jenggot."Sudah lama sekali aku tidak melihat sosokmu yang seperti ini, Gabe..."Perkataan itu membuat Gabriel terkekeh. "Sudah lama sekali kita tidak bertemu seperti ini, Kat."Kat mengangguk. "Ya. Terakhir melihatmu saa

  • To The Moon and Back, Only for You   Chapter 79 - The time is coming (1)

    Dalam sebuah taman yang indah, tampak sesosok pria yang tinggi dan berbadan tegap sedang mengamati bunga-bunga yang bermekaran di sana. Ia juga mengelus bunga tulip berwarna putih. Bunga kesukaannya. Dan pria berambut hitam itu tampak melamun. Ia melamun tapi bibirnya tersenyum samar. Raut wajahnya terlihat bercahaya dan bahagia. "Kau masih di sini?"Pertanyaan itu membuat kepala Gabriel mengangguk pelan, dan orang di belakangnya mendengus."Di saat aku menginginkan kau untuk segera pergi, kau masih betah berada di sini.""Aku hanya menikmati taman indahmu. Mengaguminya. Apakah kau mau aku untuk mendustakan anugerah yang telah diberikan oleh-Nya?"Kembali dengusan itu terdengar. "Tapi apakah kau harus menikmatinya di sini? Di tamanku ini? Kau bisa langsung pergi ke taman Uriel dan menikmati keindahan taman hijaunya di sana!""Tidak ada yang bisa mengalahkan keindahan tamanmu ini, Apollyon. Kau diberkahi sepasang tangan dingin untuk menumbuhkan sesuatu yang indah.""Aku tersanjung den

  • To The Moon and Back, Only for You   Chapter 78 - Heredity

    "Jadi, kamu sudah serius akan menikahinya, Dec?"Saat ini, Gabriel sedang bersama dengan Declan di dalam ruangan kerja. Tampak keduanya duduk di sofa sambil menikmati teh, juga kue yang disajikan oleh isterinya serta calon menantunya.Meletakkan cangkir tehnya, kepala Declan mengangguk. "Ya, pap. Aku dan Angie sudah bersama sejak dua tahun ini. Aku juga sudah bertemu dengan keluarganya, dan latar belakang mereka cukup baik.""Mereka dari keluarga pebisnis juga?"Tampak Declan menggeleng pelan. "Mereka dari keluarga biasa, pap. Ayahnya Angie bekerja di perusahaan konstruksi sebagai engineer. Ibunya seorang psikolog. Adik Angie sekarang mengambil jurusan arsitektur dan akan lulus tahun depan. Ia juga sudah bekerja di sebuah perusahaan konsultan di Amerika sana sejak masih kuliah. Angie sendiri sekarang bekerja sebagai supervisor HC di HGC sudah sejak lima tahun ini. Mereka memang bukan dari keluarga kaya, tapi terpelajar." "Jadi dia bawahanmu di sana?"Pipi Declan tampak merona dan pri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status