Share

Chapter 6 - Divorce

Author: Jnxdoe
last update Last Updated: 2022-10-03 09:29:20

"Apa kekuranganku, Gabe?"

Tidak ada. Kau sempurna, honey. Sangat sempurna.

Kedua mata Gabriel yang hitam hanya memandang isterinya dalam diam, meski hatinya memberontak. Ia tidak ingin berpisah dari wanita ini, tapi ia sudah tidak tahan lagi. Karena ia juga tidak pernah tahu apa yang ada dalam otak wanita itu, membuatnya selalu bertanya-tanya saat ia berhadapan dengan isterinya.

"Kenapa kau menanyakan ini, Arienne? Kau sudah tahu dari awal, kalau aku tidak mencintaimu. Kita tidak saling mencintai. Pernikahan ini ada untuk keuntungan kita berdua. Kau dapat keluar dari rumah itu, dan aku terhindar dari omelan keluarga. Apalagi yang ingin kau ketahui?"

Posisi Arienne tampak santai saat menatap foto pernikahan mereka berdua yang tegantung di salah satu dinding. Bukan reaksi seperti ini yang diharapkan oleh Gabriel, tapi itulah Arienne. Wanita itu selalu datar. Selalu terkontrol.

"Aku tahu. Tapi aku ingin tahu, apa kekuranganku sebagai seorang isteri, Gabriel. Aku berhak untuk tahu kan? Paling tidak, aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari."

Kedua alis hitam Gabriel berkerut dalam. "Kesalahan yang sama?"

Belum memandang suaminya, bibir merah Arienne tampak tersenyum. "Siapa tahu aku menikah lagi. Jodoh, tidak ada yang tahu, kan? Kau juga tentu ingin menikah lagi setelah berpisah dariku, kan?"

Kata-kata pedas itu terasa menggores hati Gabriel, membuat pria itu mer*mas kedua tangannya erat. Ia berusaha untuk mengontrol emosinya. Sama seperti wanita itu.

"Secara keseluruhan, kau wanita yang sempurna. Isteri yang terlalu sempurna, Arienne."

Kali ini kepalanya yang cantik menoleh pada suaminya. Tampak kedua mata hijaunya yang indah berbinar menatap pria di depannya, membuat Gabriel semakin mengepalkan tangannya.

Ia tidak ingin menyakiti isterinya, tapi ia harus melakukannya. Ia tersiksa dengan pernikahan ini dan yakin, kalau isterinya pun merasakan hal yang sama.

Beberapa kali, Gabriel memergoki Arienne sedang menangis dalam diam di pojokan ruangan. Tapi setiap didekati, wanita itu selalu tampak tersenyum, seolah tidak ada masalah apapun.

Lama-lama perilaku isterinya ini membuat Gabriel merasa menjadi seorang suami yang tidak berguna. Ia merasa tidak ada gunanya ia ada di samping isterinya, terutama sejak Jane Dalton pun telah meninggal satu tahun yang lalu dan membuat tidak ada alasan lagi bagi Arienne untuk tetap berada di sampingnya.

Pria itu sadar kalau isterinya menerima lamarannya dulu karena tahu kalau kekuasaan keluarga Hamilton jauh melebihi keluarga Dalton. Hal ini membuat Maurice Dalton tidak akan dapat mengintimidasi dirinya dan bahkan ancamannya pun tidak akan pernah memberikan arti apapun baginya.

Saat dirasa tidak ada lagi hal yang mengikat mereka, pria itu merasa lebih baik untuk melepaskan isterinya. Wanita itu masih cukup muda. Masih memiliki kesempatan untuk meraih hal yang menjadi cita-citanya. Ia masih bisa mencari kebahagiaannya sendiri, tanpa halangan siapapun.

Menelan ludahnya, Gabriel mengeraskan hatinya saat ini.

"Kau sangat sempurna, Anne. Saking sempurnanya, aku seolah menikahi seorang robot. Kau selalu melakukan yang aku katakan. Tanpa protes. Tanpa marah. Tanpa emosi."

Maafkan aku, Anne.

"Kau bahkan dingin di tempat tidur, Arienne. Aku seolah sedang bercinta dengan sebuah boneka s**s dan bukan seorang wanita. Aku membutuhkan seorang isteri dan bukan robot atau pun pembantu. Kau paham sekarang, kenapa aku ingin kita berpisah?"

Tidak benar. Aku selalu puas saat bersama denganmu, Anne. Aku hanya tidak mau kau menderita hanya karena terikat denganku.

Suara Arienne terdengar tercekat saat wanita itu akhirnya ia bersuara. "Kamu tidak pernah mengatakannya selama ini, Gabriel. Mungkin kalau kamu-"

"Tidak. Aku sama sekali tidak mau mendengarmu menyalahkanku, Arienne! Kau sendiri tahu, kalau aku tidak punya waktu untuk mengurusi permasalahan remeh-temeh seperti ini! Seharusnya, kaulah sebagai isteri yang tahu mengenai kebutuhanku sebagai seorang suami!"

Aku sudah berusaha, honey. Tapi kaulah yang selalu menutup diri dariku. Lebih baik, kita berpisah saja.

Jawaban Gabriel memunculkan senyum miring dari bibir Arienne. Senyum yang sangat tidak disukai oleh pria itu. Arienne selalu tersenyum seperti itu di saat ia memandang remeh seseorang atau sesuatu.

"Ternyata kamu adalah pria yang sangat egois, Gabriel. Kalau kamu sadar, pernikahan adalah penyatuan dua kepribadian yang berbeda. Butuh dua orang untuk membuatnya berhasil. Tidak bisa kamu menyerahkan tanggungjawab itu hanya pada pihak wanita saja."

Geram dengan segala tuduhan itu, Gabriel akhirnya memutuskan untuk berterus terang pada isterinya. Sama sekali tidak menyadari kalau caranya yang kasar telah membuat wanita itu semakin terluka. Dan ia akan sangat menyesalinya di kemudian hari.

"Aku tidak mengerti maksudmu, honey. Karena seingatku, kaulah yang selalu menghindar saat aku memergokimu sedang menangis. Kau juga tidak pernah mau mengatakan apapun saat aku bertanya. Selama ini, aku berusaha untuk mendekatimu. Tapi apa yang kau lakukan? Kau selalu menghindariku dan bersikap seolah tidak ada apa-apa. Jadi, jangan pernah melemparkan kesalahan yang kau buat pada orang lain!"

Penjelasan dingin dari Gabriel tampak menampar Arienne dengan sangat keras. Raut wanita itu perlahan memucat dan ia terdiam. Suaranya terdengar lirih dan serak saat wanita itu berbicara kembali. "Gabe... Aku melakukan itu karena-"

"Tidak ada gunanya mengungkit hal itu lagi, Arienne. Keputusanku sudah bulat. Lagipula, perjanjian kita hanya untuk lima tahun saja. Apa kau lupa?"

"Aku tidak lupa. Tapi Gabe... Kita sudah mengenal lebih dari 10 tahun, dan sudah menjalani pernikahan ini selama 5 tahun. Tidak bisakah kamu-"

Tidak tahan lagi, Gabriel menghantamkan telapak tangannya yang besar ke permukaan meja kerjanya dan menimbulkan suara yang sangat nyaring. Pembicaraan ini menurutnya tidak ada gunanya lagi. Mereka berdua sudah menjalani hubungan ini selama lima tahun, dan sama sekali tidak ada perubahan apapun.

Percuma saja berusaha mempertahankan pernikahan ini. Apalagi tidak ada cinta di antara keduanya.

"Apa perlu kukatakan dengan lebih jelas, Arienne? Aku sudah muak padamu! Aku muak dengan pernikahan sandiwara ini! Aku ingin kita berpisah! Bagian mana dari kata-kata itu yang masih belum jelas untukmu!?"

"Gabe..."

Dengan kasar, Gabriel membuka laci meja kerjanya dan mengambil dokumen yang telah dipersiapkannya selama ini. Ia melemparkannya ke atas meja dengan kasar dan menunjuk berkas itu dengan jari telunjuknya.

"Tandatangani dokumen itu. Secepatnya!"

Tampak sorot mata isterinya yang tenang saat menatap dokumen yang ada di depannya. Kedua mata Gabriel berusaha melihat tanda apapun, yang bisa menunjukkan kalau wanita itu memiliki emosi.

Tidak ada.

"Apa ini?"

Menahan gumpalan rasa kecewa di tenggorokannya, Gabriel menjawab ketus. "Berkas perceraian."

Terasa jeda yang sangat lama, sebelum akhirnya wanita itu meraih berkas tersebut dan membukanya. Pandangannya masih terarah pada dokumen yang sedang dipegangnya saat ia bertanya pelan. "Kamu sudah menyiapkan ini jauh-jauh hari?"

"Pernikahan ini hanya untuk sementara, seperti kesepakatan awal kita. Lagipula, grandmamma sudah tidak pernah menuntut kita untuk memiliki keturunan lagi. Kau juga sudah tidak memiliki halangan lagi dari keluargamu. Kau bisa melakukan apapun yang kau mau, tanpa harus dihambat dengan urusan perusahaan Dalton yang sekarang sudah berada di bawah Hamilton. Ini waktu yang sangat tepat untuk berpisah, Anne."

"Kamu tidak mau mempertimbangkannya lagi, Gabe?" Wanita itu masih menunduk.

"Tidak ada yang perlu dipikirkan lagi. Please, Anne. Jangan membuatnya menjadi rumit. Kau juga tahu sendiri kalau aku tidak menyukai basa-basi dan hal yang terlalu dramatis. Lagipula kita tidak saling mencintai."

Menutup dokumen itu dengan pelan, pandangan Arienne akhirnya naik dan menatap suaminya. Bibirnya menampilkan senyum tipis. "Baiklah. Aku akan menandatanganinya. Tapi aku ada permintaan, Gabe."

"Apa itu?"

Tampak kedua mata hijau Arienne yang indah bergerak-gerak pelan. Tubuh wanita itu tegak ketika ia berdiri menghadap suaminya yang sedang duduk di balik meja. "Beri aku satu bulan untuk menjalani perananku sebagai seorang isteri yang sebenarnya. Bagaimana?"

Kedua alis hitam Gabriel berkerut dalam. Ia tidak mengerti maksud isterinya ini. "Apa maksudmu, Arienne? Isteri sebenarnya?"

Kembali ada jeda saat Arienne menundukkan kepalanya. Terlihat alisnya yang melengkung indah tampak berkerut untuk pertama kalinya, membuat Gabriel cukup terkejut.

Kepala isterinya terangkat dan wanita itu berkata datar. "Selama ini, aku melakukan peranku sebagai isteri sesuai kemauanmu, Gabriel. Aku menjadi wanita yang tegar dan tidak manja. Aku berusaha tidak egois dan membebanimu dengan masalah-masalah pribadiku. Aku juga berusaha menahan diriku sebagai seorang wanita saat kita bercinta, karena kamu tidak menyukai wanita agresif. Beri aku satu bulan untuk dapat bebas menjadi isterimu seutuhnya. Dan setelah itu kita berpisah. Bagaimana?"

Gabriel sangat terkejut dengan perkataan Arienne yang terasa menghantam ulu hatinya dengan sangat keras. Ia merasakan sakit dalam d*danya saat ini. Sama sekali tidak menyangka kalau perilaku dingin Arienne ternyata sebenarnya bersumber dari dirinya sendiri. Di satu sisi, dirinya mengakui kesalahannya tapi rasa egoisnya sebagai seorang lelaki, masih berusaha menolak kenyataan itu.

"Anne..." Terasa getaran dari suara Gabriel yang tidak diinginkannya.

"Aku akan menandatanganinya, apapun yang terjadi nanti karena itu sudah menjadi keputusan dirimu. Aku hanya meminta waktu satu bulan darimu, Gabe. Apa jawabanmu, honey?"

Mengepalkan kedua tangannya, raut Gabriel mengeras. ia tidak suka ditantang. Dan wanita ini telah menantang dirinya. Bagaimana pun, pria itu yakin kalau tidak akan ada yang berubah dalam hubungan mereka. Hal yang diminta oleh isterinya ini adalah sesuatu yang percuma saja, menurutnya.

"Baiklah. Terserah kau saja."

Tanpa menjawab apapun, Arienne berbalik dan keluar dari ruangan dengan membawa dokumen itu.

Suaminya sama sekali tidak tahu kalau wanita itu sedang mengalirkan air matanya saat ini. Dan pria itu akan sangat menyesal nantinya, telah menyia-nyiakan isteri yang sangat mencintainya itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • To The Moon and Back, Only for You   Chapter 83 - EPILOG

    = Suatu waktu, di suatu tempat. Nun jauh di sana ="Apa yang sedang kau lakukan di sini?""Tidak ada.""Kau sedang menatap siapa?""Tidak ada."Jawaban menyebalkan itu membuat Hermes kesal, dan ia malah semakin mengintip. Dewa pria itu sedikit mendorong bahu dewa wanita yang ada di sebelahnya, dan langsung bersiul saat berhasil melihat apa yang dari tadi dipandangi oleh rekannya ini."Malaikat...? Kau naksir salah satunya?"Raut Pandora sama sekali tidak berubah. Ia masih menyender santai di pohon dan menatap nun jauh di sana pemandangan yang hanya dapat dilihat oleh mata keduanya. Dalam pandangan mereka, terlihat sosok dua orang malaikat. Satu berambut hitam dan lainnya merah. Keduanya tampak saling berdebat tentang sesuatu, dan tampak si merah kesal dengan si hitam yang terlihat bermuka datar.Memanyunkan bibirnya, Hermes menoleh pada Pandora yang hanya membalasnya dengan muka datar."Mana yang kau suka. Yang hitam atau yang merah?"Wanita itu tidak menjawab, membuat Hermes makin pe

  • To The Moon and Back, Only for You   Chapter 82 - His final decision (2)

    "Gabriel, the supreme. Apakah masih ada lagi yang ingin dirimu tanyakan pada-Ku?"Gabriel mengangkat kepalanya dan ia menggeleng pelan. "Tidak Yang Maha Kuasa lagi Maha Pendengar dan Maha Segala Tahu. Aku Gabriel, telah sangat puas dengan jawaban-Mu. Tidak ada lagi keraguan dalam hatiku. Aku telah mengambil keputusan.""Kau memang telah mengambil keputusan, Gabriel. Jauh sebelum kau bertanya pada-Ku. Dan terpujilah semua langkah yang kau ambil, karena jiwa kasih sayangmu membuatmu menjadi seorang yang tidak egois dan sangat memikirkan orang lain. Kau telah menjalankan tugasmu dengan sangat baik. Lakukan semua menurut kehendak hatimu, karena hatimu telah dituntun oleh nuranimu. Ingatlah itu."Dan setelah itu, gaung mistis itu pun menghilang. Langit perlahan berubah menjadi cerah meski awan-awan masih mengelilingi langit, pertanda kalau mendung masih belum akan berakhir. Raphael yang tadinya terbang di angkasa pun pelan turun dan menjejakkan kakinya di permukaan. Tampak kedua matanya ya

  • To The Moon and Back, Only for You   Chapter 81 - His final decision (1)

    "Bagaimana dia?""Berhasil. Seharusnya.""Seharusnya?""Azrael yang datang.""Malaikat maut? Dia sendiri yang akan menyerahkannya? Pada Tuan Michael?""Ya. Sepertinya begitu. Sekarang Tuan Michael sedang menunggu kedatangan Tuan Gabriel."Kepala salah satu dari mereka menunduk dalam. "Kalau yang ini tidak berhasil juga..."D*sahan nafas berat terdengar dari sebelahnya. "Jiwa itu hanya akan menghilang. Dan-""Dan apa?"Suara yang sangat berat terdengar di belakang mereka, membuat keduanya langsung menoleh kaget dan menundukkan kepalanya hormat. "Tuan Gabriel.""Ambrosio. Persephone. Kembali kalian berdua yang menyambutku."Masih menunduk, Ambrosio menjawab pelan. "Tuan Michael sudah menunggu Anda, Tuan Gabriel."Tampak kepala Gabriel mengangguk. "Di taman suci? Azrael juga hadir?""Ya, Tuan Gabriel. Mereka sudah menunggu kedatangan Anda di sana."Sejenak suasana hening dan ketika Ambrosio mengangkat kepalanya, ia tertegun melihat seraut senyum lembut terpatri di bibir pria yang dikenal

  • To The Moon and Back, Only for You   Chapter 80 - The time is coming (2)

    Under my dreamsI see the other sideI am the space of moonlightUnder your doorAnd you come to meet meSay you knew me beforeAnd when i'm lying by your headYou put your body into mine (Gregorian - Dark Side)***"Kat.""Gabe."Tampak dua sosok yang saling berpandangan dalam ruangan putih itu. Sosok sang wanita terbalut jubah panjang berwarna ungu gelap dan sang pria masih berbalut dengan jubah putihnya. Keduanya berdiri saling berhadapan dengan tangan yang saling bertautan. Senyum tampak terpatri di bibir mereka dan untuk sesaat, dua orang itu saling memandang sosok masing-masing dengan intens. Dua pasang mata itu bergerak-gerak penuh emosi ketika akhirnya pandangan mereka kembali bertemu.Salah satu tangan Kat mengelus pipi Gabriel yang kencang dan bersih tanpa jenggot."Sudah lama sekali aku tidak melihat sosokmu yang seperti ini, Gabe..."Perkataan itu membuat Gabriel terkekeh. "Sudah lama sekali kita tidak bertemu seperti ini, Kat."Kat mengangguk. "Ya. Terakhir melihatmu saa

  • To The Moon and Back, Only for You   Chapter 79 - The time is coming (1)

    Dalam sebuah taman yang indah, tampak sesosok pria yang tinggi dan berbadan tegap sedang mengamati bunga-bunga yang bermekaran di sana. Ia juga mengelus bunga tulip berwarna putih. Bunga kesukaannya. Dan pria berambut hitam itu tampak melamun. Ia melamun tapi bibirnya tersenyum samar. Raut wajahnya terlihat bercahaya dan bahagia. "Kau masih di sini?"Pertanyaan itu membuat kepala Gabriel mengangguk pelan, dan orang di belakangnya mendengus."Di saat aku menginginkan kau untuk segera pergi, kau masih betah berada di sini.""Aku hanya menikmati taman indahmu. Mengaguminya. Apakah kau mau aku untuk mendustakan anugerah yang telah diberikan oleh-Nya?"Kembali dengusan itu terdengar. "Tapi apakah kau harus menikmatinya di sini? Di tamanku ini? Kau bisa langsung pergi ke taman Uriel dan menikmati keindahan taman hijaunya di sana!""Tidak ada yang bisa mengalahkan keindahan tamanmu ini, Apollyon. Kau diberkahi sepasang tangan dingin untuk menumbuhkan sesuatu yang indah.""Aku tersanjung den

  • To The Moon and Back, Only for You   Chapter 78 - Heredity

    "Jadi, kamu sudah serius akan menikahinya, Dec?"Saat ini, Gabriel sedang bersama dengan Declan di dalam ruangan kerja. Tampak keduanya duduk di sofa sambil menikmati teh, juga kue yang disajikan oleh isterinya serta calon menantunya.Meletakkan cangkir tehnya, kepala Declan mengangguk. "Ya, pap. Aku dan Angie sudah bersama sejak dua tahun ini. Aku juga sudah bertemu dengan keluarganya, dan latar belakang mereka cukup baik.""Mereka dari keluarga pebisnis juga?"Tampak Declan menggeleng pelan. "Mereka dari keluarga biasa, pap. Ayahnya Angie bekerja di perusahaan konstruksi sebagai engineer. Ibunya seorang psikolog. Adik Angie sekarang mengambil jurusan arsitektur dan akan lulus tahun depan. Ia juga sudah bekerja di sebuah perusahaan konsultan di Amerika sana sejak masih kuliah. Angie sendiri sekarang bekerja sebagai supervisor HC di HGC sudah sejak lima tahun ini. Mereka memang bukan dari keluarga kaya, tapi terpelajar." "Jadi dia bawahanmu di sana?"Pipi Declan tampak merona dan pri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status