ホーム / Romansa / Together But Hurt / Jupiter dan Cinta Terpendam

共有

Jupiter dan Cinta Terpendam

作者: Velmoria
last update 最終更新日: 2021-02-04 18:42:31

Sepeninggal Misca dari rumahnya, Jupiter kalang kabut. Ia berjalan mondar-mandir di kamar. Menjambak rambutnya sambil memutar otak, memaksa berpikir jernih di bawah tekanan dan ancaman Misca.

Sudah lewat tengah malam, tapi Jupiter tidak merasa harus sungkan menghubungi satu nama itu. Ia segera meraih ponsel dari sakunya dan menunggu panggilan dijawab.

“Halo?” Suara di seberang.

“Aku menganggu tidurmu?”

“Tidak. Aku masih terjaga dengan setumpuk pekerjaan. Jadi ada apa?”

“Aku ingin bertemu.”

“Besok setelah jam kantorku selesai, bagaimana?”

“Aku tidak bisa menunggu ...” Jupiter mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di atas pangkuan, “bisakah kita bertemu sekarang?”

“Sekarang? Ini sudah hampir pukul dua belas malam, Piter.”

“Yap. Aku tahu, tapi aku butuh kau sekarang. Aku ingin mengajakmu bicara hal penting.” Suara percaya diri Jupiter terdengar, tapi jantungnya seakan meledak di tempat.

“Wah ... kau ini, benar-benar menyusahkan!” 

“Maafkan aku, tapi aku janji akan membantu kau menyelesaikan pekerjaanmu.”

“Hhh ... baiklah. Di mana aku harus menemuimu?”

“Kau tidak perlu menemuiku di mana pun. Aku yang akan ke tempatmu.” 

Hening. Tidak ada jawaban di seberang. Tapi Jupiter tak pantang menyerah. 

“Gwen? Kau masih di sana?”

“Ah, ya, baiklah. Aku tunggu kau di rumah.”

“Terima kasih, cantik.” Jupiter segera mengakhiri panggilan.

Hatinya seketika meletupkan warna-warni seperti kembang api di malam hari saat mendapat persetujuan dari Gwen.

*****

Gwen segera memindahkan laptop beserta seluruh atribut pekerjaannya ke ruang tamu. Mengunci kamar, berganti pakaian. Ya, dia sedang mengenakan pakaian tidur tembus pandang saat tadi Jupiter menghubunginya.

Ia meraih satu kaus hitam kebesaran dengan jeans biru tua melewati lutut. Menggantinya dengan segera sebelum Jupiter muncul di depan pintu rumahnya. Pria itu hanya butuh waktu sekitar lima belas menit untuk tiba tepat waktu.

Benar saja, saat Gwen sedang sibuk menyiapkan cokelat panas di dapur, Jupiter sudah mengetuk pintu rumahnya. Bergegas ia menuju ke sana, menemukan tampang Jupiter yang kusut menahan kantuk.

“Ck ... ck, lihat wajahmu itu,” decak Gwen dengan senyum miring. 

“Kau lihat, bukan? Itu lah kenapa aku teburu-buru ingin bertemu,” ujar Jupiter sembari duduk tepat di depan laptop Gwen yang masih menyala, “ini yang sedang kau kerjakan?”

“Yap. Lupakan itu, jadi apa yang ingin kau bicarakan denganku?”

“Duduklah, kau ini seperti debt collector saja.” Jupiter memandang Gwen dengan kesal.

Gwen tertawa. Ia permisi sebentar untuk menyelesaikan cokelat panasnya di dapur. Tak lama, Jupiter langsung mengikuti Gwen. Diam-diam tersenyum melihat Gwen yang membiarkan rambut pirangnya sedikit menutupi wajah putih bersih tanpa riasan itu.

Jupiter mengagumi kecantikan Gwen sudah lama sekali. Tanpa ada yang pernah mengetahui rahasia apa saja tentang seorang Gwen Himeka di dalam hatinya.

“Kepalamu terbentur sesuatu?” tanya Gwen dengan senyum mengejek. Tangannya terus mengaduk cokelat panas pada mug yang kedua.

Jupiter menarik kembali garis senyum di wajahnya. Ia berdeham. Lupa bahwa Gwen bisa dengan mudah mengawasi tingkahnya. Hanya ada mereka berdua di rumah ini.

“Terkadang aku senang tersenyum dan cemberut dalam waktu yang bersamaan,” jelas Jupiter, tidak ingin kehilangan muka di depan Gwen.

“Kau frustrasi karena masalahmu?” Gwen sudah mendekat dengan dua mug kuning dan hitam di tangannya. “Minum dulu sebelum kau bicara.” Gwen menyodorkan mug kuning ke hadapan Jupiter.

“Kau serius memberiku cokelat panas di dalam mug berwarna kuning?” seru Jupiter, tidak peduli meski Gwen menepuk kening Jupiter dengan posisi harus berjinjit karena kesal akan dua hal sekaligus. 

Yang pertama, karena Jupiter tak tahu terima kasih atas kemurahan hati Gwen membuatkan cokelat panas untuknya.

Kedua, Gwen kesal sekali karena tubuh tinggi Jupiter selalu menghalanginya saat ia ingin memberi Jupiter pelajaran.

“Oh, ya ampun. Itu hanya masalah sepele Jupiter. Tidak ada yang akan melihatmu minum cokelat panas di dalam mug berwarna kuning!” hardik Gwen.

Seakan tidak peduli, Jupiter menarik mug Gwen yang berwarna hitam. “Yang ini lebih cocok untukku.”

“Hei, itu sudah kuminum hampir setengahnya!”

“Tak apa, sekarang, ini milikku dan ini untukmu.” Jupiter mengedip dan memberikan mug kuning pada Gwen.

Gwen segera menggerutu tak jelas, ia duduk di depan laptop, kembali bersiap meneruskan pekerjaannya.

“Minumku sudah selesai. Sekarang tolong dengarkan aku, Gwen.” Mendadak Jupiter membenarkan posisi duduknya, bersila di lantai beralaskan ambal bulu, menghadap tepat pada Gwen yang masih acuh tak acuh.

“Ya, mulailah bicara,” perintah Gwen dengan kedua mata dan jari jemari hanya fokus pada benda elektronik di depannya itu.

“Gweeen ...” geram Jupiter. Dengan cepat, ia menutup laptop Gwen perlahan dan menyebabkan tangan Gwen terjepit di sana, “ini masalah serius Gwen, kumohon dengarkan aku.”

“Baiklah,” sahut Gwen, mengambil posisi di depan Jupiter dengan wajah serius dan telinga yang siap mendengarkan, “kau bisa mulai sekarang.”

Jupiter menatap wajah Gwen terlebih dulu, mata, hidung, dan bibir. Ketiga anggota wajahnya itu membuat getaran tersendiri dalam hati Jupiter.

“Ibu memaksaku untuk menikah.”

“Lalu, apa itu ide buruk?”

“Sangat buruk, Gwen. Dalam waktu dua minggu, jika aku tidak mengenalkan calon istri pada Ibu, maka mau tak mau aku harus bersedia menikah dengan wanita pilihan Ibuku,” keluh Jupiter, muram terpancar jelas di wajahnya.

“Masalahnya apa, Piter? Bukankah kau hanya perlu memperkenalkan salah satu dari banyaknya kekasihmu itu?”

“Aku tidak memiliki seorang kekasih,” sanggah Jupiter dengan wajah polos.

Gwen tertawa, “Jangan melucu, Piter. Kau selalu melewati waktu bersenang-senangmu dengan banyak wanita, bukan?”

“Hanya bersenang-senang, Gwen. Camkan itu. Aku juga tidak berniat menikahi istri orang,” gerutu Jupiter.

Lagi-lagi Gwen tertawa. “Apa semua wanita yang kau ajak bersenang-senang itu, milik pria lain?”

“Ya, begitulah. Mereka tidak akan menuntut apa pun dariku, karena kami sama-sama mencari kesenangan sesaat. Tapi jika aku berkencan dengan wanita baik-baik sepertimu, sudah pasti suatu waktu dia akan meminta pertanggungjawabanku untuk menikahinya.”

Wajah Gwen mendadak berubah, muram. Tapi beruntung Jupiter tidak melihat, karena tiba-tiba ia menoleh ke arah meja dan mengambil mug untuk meminum cokelat panasnya.

Gwen ingat bagaimana dia saat ini tengah bermain-main dengan rumah tangga sahabatnya sendiri. Gwen juga sadar, bahwa dia kini secara tidak langsung membuat Alexi ingin segera menikahinya dan bercerai dari Zanna Van Dick.

“Biar kuteruskan ...” Jupiter meletakkan mug di meja, menyeka sudut bibirnya, “sampai mana tadi?”

Gwen menghela napas, menatap kesal pada Jupiter. “Jadi intinya, kau tidak memiliki kekasih serius yang bisa kau ajak untuk diperkenalkan pada Ibumu, bukan?”

“Ah, ya. Tepat sekali. Lalu aku harus bagaimana?”

Gwen berpikir sejenak. Seharusnya, ini bukan hal yang sulit bagi seorang pecinta wanita seperti Jupiter. 

“Kenapa kau tidak tanyakan pendapat mantan playboy di grup kita?” Gwen terpikir sosok itu saat membicarakan tentang hal ini.

“Alexi Millard maksudmu?” tanya Jupiter tidak percaya. Kedua matanya membulat karena terkejut.

“Yap. Kau bisa minta pendapatnya. Aku yakin dia bisa membantumu.”

“Tidak, tidak,” geleng Jupiter, “dia sudah meninggalkan kebiasaan lamanya itu. Lexi berhenti mengencani banyak wanita dan kini, ia hanya tunduk pada satu wanita saja.”

Penuturan Jupiter tentu saja mengalihkan fokus Gwen, penasaran. Dia tidak pernah tahu tentang hal ini. 

“Siapa wanita itu?”

Bersambung.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Together But Hurt   Oliver Xavier Fagan

    Malam hari ini terasa panas dan gerah, membuat keringat mengucur deras dari tubuh Lola yang berlari keluar taksi dengan terburu-buru menuju ruang bersalin sebuah Rumah Sakit kecil, yang ada di pinggiran kota.Bibirnya komat-kamit merapalkan permohonan untuk keselamatan sahabatnya. Lola ingat betapa beruntungnya, dia akan bisa ikut menyaksikan persalinan sahabatnya, mengingat tadi saat dihubungi, Lola sedang memasukkan pakaian ke koper karena dia akan ikut penerbangan pulang pagi, esoknya.Ini bukan minggu keempat puluh, tapi sahabat Lola terpaksa akan melakukan persalinan secara prematur malam ini, di usia kandungan kurang dari tiga puluh tujuh minggu.Sebelum masuk, Lola menjumpai terlebih dulu pria yang sudah duduk menunggunya di kursi panjang lorong Rumah Sakit, tidak jauh dari ruang bersalin.“Kapan kau tiba?” Lola masih terengah, menatap heran pada pria yang terlihat pura-pura tenang dibalik wajah gugupnya.Padahal Lola menghubungi pria ini saat di

  • Together But Hurt   Sudah Cukup Bagiku

    Suasana kediaman Zacky Van Dick terlihat sunyi dari luar, namun keadaan di ruang keluarga, tidak begitu.“Sayang, lihat ini!” teriak Alexi dengan histeris, dia dalam posisi berjongkok dan berjaga-jaga untuk menangkap tubuh mungil di depannya yang sedang berdiri bergoyang-goyang, belum sempurna.Zanna muncul dengan apron menutupi bagian depan tubuhnya, dia tersenyum dan bertepuk tangan sambil menyemangati keduanya.“Sayang, kau hebat, teruskan!” Zanna mencium sekilas pipi Alexi, lalu dia kembali ke dapur.Alexi semakin bersemangat ketika bayi Rosalie yang sudah berusia hampir delapan bulan, memanggilnya ribut dengan sebutan ‘Papa’ yang belum jelas, terkadang dia menunjuk-nunjuk ke arah dapur.“Kau ingin Mamamu?” Alexi mencium gemas kedua pipi Putrinya, menggendong bayi Rosalie dan membawanya ke dapur.Alexi mengejutkan Zanna yang sedang mencuci sayuran, sedikit terpekik, Zanna berbalik, dan memeluk keduanya.“Sayang, sepertinya ... Rose mengi

  • Together But Hurt   Tolong Ingat Namaku

    Enam bulan setelah Gwen pergi dan Jupiter yang kembali dari koma.Inez terburu-buru keluar dari butiknya. Dia tergesa karena akan ada janji temu dengan psikiater Emmie dua belas menit lagi. Belakangan, setiap malam dia selalu mimpi buruk, ya, tidak buruk juga, karena bayangan tubuh tinggi tegap itu terus membuat Inez penasaran.Dia hadir dalam mimpi Inez, tanpa menunjukkan wajahnya. Setiap kali terbangun, Inez akan merasakan kesedihan yang begitu mendalam tanpa sebab. Bahkan dia sampai menangis meraung untuk bisa mendapatkan kelegaan di hatinya.Terkadang, beberapa kali, tanpa sadar, Inez berdiri di ujung balkon seolah dia akan melompat jatuh dari lantai empat. Nyaris mati, Inez berpikir untuk menemui psikiater dengan rutin. Tatapannya yang kosong seolah mengingatkannya akan sebuah kehilangan yang teramat menyakitkan, dan berakhir pada kondisi kejiwaannya menjadi tidak stabil.Sibuk dengan pikirannya, Inez seketika sadar

  • Together But Hurt   Harus Terus Hidup

    Langit mendung dengan gerimis tipis mewarnai pagi hari ini. Gwen berusaha bangun lebih cepat, jam empat lewat sebelas menit, hanya untuk lari dari ruangan Eric tanpa ketahuan.Dapur dan seluruh sudut restoran sepi. Gwen mendorong pintu dapur dengan hati-hati. Rupanya di luar, langit benar-benar masih terlihat seperti malam hari.Semua lampu-lampu jalan menyala terang. Begitupun dengan penerangan di setiap rumah dan toko. Gwen menoleh untuk terakhir kalinya, melihat Delila Restaurant dengan senyum tipis yang sekejap.Terburu-buru, dia melangkah. Membuang SIM Card ponselnya ke tong sampah, lalu menghilang di jalanan kecil bagian samping bangunan pertokoan untuk menghilangkan jejaknya dari Eric.Gwen pulang ke rumah, tidak lagi menemukan bangkai tikus di depan pintu. Jadi dia masuk, dan menyiapkan semua pakaian di atas ranjang, lalu satu persatu, menyusunnya ke koper dengan hati-hati dan cepat.Menurut perkiraannya—jika tepat—Eric akan ter

  • Together But Hurt   Masalah Yang Terletak Pada Diri Sendiri

    Meski bingung akan maksud ucapan Gwen, Eric mematung dan mencoba sedikit untuk memahaminya yang sedang dalam kondisi tidak baik.“Itu artinya?”“Kau boleh mendekat,” kata Gwen pelan, menurunkan selimutnya sampai batas mulut, “tapi lepaskan kemejamu. Sisakan kaus dalamnya saja.”Eric tersenyum. Dipikiran Eric, ini sesuatu yang unik dan tergolong biasa dia lakoni bersama Gwen.Eric melepas kemeja hitamnya, menyisakan kaus dalam bewarna senada, lalu mendekat perlahan pada Gwen yang masih dalam posisi berbaring miring ke arahnya.Gwen duduk setelah Eric tiba di tepi sofa, mengendus sekilas tanpa disadari Eric, kemudian tersenyum senang. Aroma parfum dan keringat Eric menyatu, dan dia suka itu.“Bagaimana?” Eric ragu-ragu. Dia berpikir harusnya dia tidak mendengarkan Gwen dan tetap bergabung dengan busa melimpah atau di bawah shower saat ini.“Peluk aku,” gumam Gwen, tidak merenta

  • Together But Hurt   Aroma Rumah Sakit

    Sore hari yang kelabu dengan angin dingin menusuk kulit, menjauhkan tubuh Gwen dari selimut.Gwen tidak menginginkan selimut yang sudah dibawakan oleh Beth. Sebenarnya, pelayan ramah itu tahu, Eric akan kecewa jika dia tidak menjaga Gwen dengan baik, ketika Eric sudah meminta tolong dan percaya padanya.Alasan Gwen meninggalkan selimut itu di bawah kakinya, bukan karena dia sedang ingin diperhatikan lebih dari sekedar memberikan selimut, tapi karena dia tidak menyukai aromanya.Pewangi dan pelembut pakaian yang menebarkan aroma campuran susu dan beras, membuat Gwen membenci selimut itu. Walau tidak menyebabkan rasa mual, tetap saja dia sempat menutup hidung saat menggunakannya, sebelum berakhir di bawah kakinya.“Pakailah selimutmu, Gwen.” Beth muncul dengan nampan berisi semangkuk sup sayur dan segelas air putih hangat, yang diletakkannya terburu-buru karena Beth ingin segera menyelimuti Gwen.“Tidak, jangan Beth. Aku tidak menyukai aroma selimutnya,”

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status