Share

7| Almost perfect

Pagi pagi berangkat ke tempat Kerja Lila hanya menggunakan kendaraan ojek online, ketika pulang dia sama sekali tak ada tumpangan. Keberuntungan berpihak kepada Lila, sepertinya hanya untuk hari ini Lila diberikan tumpangan gratis dari Sena. Sebenarnya Lila bisa mengendarai mobil ataupun montor, namun apalah daya tak ada satupun kendaraan itu berada di apartemen Samuel. Sungguh Lila tidak mengharapkan tumpangan dari Samuel pagi tadi, jika memang Samuel memberikan tumpangan kepadanya maka Lila akan menolak karena mengingat perdebatan dia dan Samuel pagi tadi, biasalah menghindari suasana tidak nyaman. Lila hanya ingin yang terbaik, dia juga menghormati hubungan suaminya dan Anne.

Lalu sekarang? Lila diberikan tumpangan cuma cuma dari Sena, gadis itu mengatakan bahwa mereka satu arah dan hanya berjarak beberapa meter dari apartemen Samuel. Berakhir paksaan dan Lila sudah terpojokkan oleh Sena akhirnya dia pun menyanggupinya. Sena sudah berjuang membujuk seharusnya Lila yang diberi tumpangan gratis langsung menyanggupi bukan? Ya, begitulah perasaan tidak enaknya terlalu melekat dalam jiwa.

Kini mereka sekarang berada di depan toko kue Moceka. Setelah jam menunjuk angka 4 sedangkan bos memerintahkan sudah mulai beres beres diangka itu dan mengusir halus pelanggan ketika jam hampir mendekati angkat tiga puluh yang artinya mereka sudah benar benar tidak melayani apapun. Mereka menyelesaikan semuanya setelah angka menunjuk setengah lima, tepat di jam pulang. Sena sekarang berusaha memundurkan montornya itu setelah kelelahan melayani para pelanggan, namun melihat adanya mobil hitam didepan gerbang Moceka membuatnya terdiam dan menatap Lila bingung.

"Lah, kak Lila udah dijemput?" tanya Sena sembari menunjuk mobil hitam didepan gerbang.

Jari Sena mengarahkan matanya menatap mobil hitam berhenti tepat didepan toko, dia menyerngit begitu dalam lalu menyipitkan matakan agar tahu plat nomor terpasang di mobil tersebut. Lila tahu itu bukan milik keluarganya. Ia hafal betul bagaimana bentukan mobil milik keluarganya hingga saudara saudara ayah dan bundanya namun untuk mobil itu Lila sangat yakin bukan untuk menjemputnya. Kini Lila yang bergantian menatap Sena.

"Aku bareng kamu aja Sen. Kayaknya itu bukan jemputan aku, mungkin pacar kamu mau ngomong sesuatu," jawab Lila penuh keyakinan, dia tahu bahwa itu seseorang yang hendak menemui Sena karena dilihat lihat mobilnya kali ini terlihat sangat 'berbeda'. Mana ada orang sekaya itu ingin menjemputnya?

"Bukan kak, aku nggak punya pacar soalnya." Ucapan Sena tak kalah menyakinkan dari Lila sampai membuat Lila terkejut.

"Lah."

"Suami kak Lila kalik, atau mungkin saudaranya kak Lila," lanjut Sena.

Lila menggelengkan kepalanya reflek. Dia memang tidak hafal mobil milik Samuel namun Lila tahu bentukan mobil Samuel yang sangat berbeda dari mobil hitam itu. Lila pikir bahwa Samuel juga hanya mempunyai satu mobil yang terparkir di apartemen. Walaupun Lila tahu Samuel mampu membeli mobil yang dilihatnya sekarang, tapi itu terlihat bukan sosok Samuel. Pria itu terlihat sederhana. Sebentar, atau Lila yang tidak mengetahui bahwa suaminya mempunyai dua mobil?

"Bukan Sen. Soalnya suami aku mobilnya bukan itu, kalo saudara juga aku hafal platnya. Itu saudara kamu mungkin, coba kamu temuin dulu." Lila masih tetap mengelaknya. Dia takut jika dia menghampiri orang itu akan terlihat bodoh karena bukan dirinyalah yang diinginkan.

"Bukan juga kak Lila, platnya kakak aku b4bi sama punya papa su942ddy," ucap Sena berterus terang. Mimik mukanya juga terlihat frustasi akibat Lila yang susah diajak kompromi.

Lila menahan tawanya setelah menyadari plat mobil kakak Sena dan papanya, Lila juga terkejut hingga membulatkan mata sempurna. Tidak pernah menduga bahwa ada orang yang benar benar memasang plat nomor mobil sedikit nyeleneh (?) Bukan lagi sedikit namun sangat aneh. Apapun motivasi mereka, Lila patut apresiasi bapak dan anak tersebut sudah berbuat berbeda dari yang lain. Lila jadi ingin meminta tanda tangan resmi dari mereka.

Tapi sebentar, jika bukan saudara Sena atau orang terdekat Sena lalu mobil itu milik siapa? Tidak mungkin pula ada seorang pangeran tiba tiba menjemputnya dan berkata dia akan merebut Lila dari suaminya bukan? Enyahlah pikiran pikiran bodoh Lila ini. Bukan pula mobil bosnya, karena Lila dan Sena tahu bahwa bosnya sudah berangkat kekantor lainya sedari siang. Lalu orang itu siapa? Jangan jangan hanyalah orang jail.

"Noh kak, beneran suami kak Lila," kata Sena melirik sedikit seorang pria keluar dari mobilnya.

Lila terdiam beberapa detik mencerna kejadian yang tidak diinginkannya tadi pagi namun akan segera terjadi sore ini. Lila sedikit terkejut melihat Samuel keluar dari mobilnya tanpa melihat kearah mereka. Pria itu abai, lebih sibuk menatap handphone dan Lila kembali melihat Sena dengan pandangan bersalah. Dia menyesal sudah mengajak ribut Sena dan menghabiskan tenaga pikiran hanya untuk memikirkan pelakunya. Lila dapat melihat Sena menghembuskan nafasnya, setelah beberapa kali ini.

Lila menatap kembali suami yang sama sekali tidak ingin ia lihat ketampanannya itu, dia bimbang harus memilih siapa untuk dijadikan bahan tumpangan sore ini. Besarnya usaha yang Lila keluarkan ingin menghindari sosok Samuel tetapi seolah olah dunia sudah menjodohkannya sejak awal bahwa mereka akan selalu bertemu sepanjang hari, setiap waktu, setiap detik. Benar benar kenyataan cukup sulit untuk diterima, tetapi begitulah takdirnya.

"Benerkan kak? Aku tuh nggak salah nebak," ucap anak gadis tersebut mampu membuat Lila terkekeh. Dia memegangi kedua tangan milik Sena untuk memberi keyakinan kepada gadis itu.

"Maaf ya sen, aku beneran nggak tahu." Sungguh Lila merasa bersalah.

"Mmm, Bentar dulu ya aku mau pergi ketemu sama kak Sam." Sena menganggukan kepalanya dan Lila pergi untuk menemui pria itu. Benar benar memberanikan diri untuk menemuinya.

Kedua insan berbeda jenis kelamin yang sekarang sudah sah menjadi sepasang suami istri tengah saling menatap, berhadapan hadapan agar mampu mengutarakan apa yang mereka keluh kesah-kan. Tetapi keadaan yang memaksa mereka tampak berbeda dari pasangan yang lainnya hingga pihak perempuanlah harus memulai obrolan mereka terlebih dahulu, padahal ego dari pihak perempuan kini cukup tinggi untuk disentuh. Namun berusaha sebisa mungkin tidak mengedepankan egonya dan memilih untuk mengalah.

"Kenapa kak Sam jemput aku? Bukannya ini masih jam kantor ya?" tanya Lila baik baik, dia juga baru saja membuka jam di benda pipih tersebut untuk memperjelas bahwa sekarang bukanlah jam pulang Samuel. Terlihat bagaimana sikapnya mampu membuat Samuel merasa tidak nyaman hingga akhirnya Samuel hanya tersenyum tidak enak.

"Gue pulang lebih awal hari ini buat ambil berkas yang ketinggalan di apart, toh juga searah kan sama rumah?" Ajaknya begitu berbaik hati seperti suami suami di drama Korea serta tokoh fiksi di AU Twitter ataupun Novel novel dibeli Lila. Gadis itu menghembuskan nafasnya pasrah, jika sudah seperti ini dia sebagai pihak yang lemah apakah harus tetap menerimanya?

"Bener sih, tapi aku udah_" perkataanya terpotong, tanda tanda bahwa Lila tidak akan ada tumpangan gratis dari Sena kembali.

"Kak Lila, aku duluan ya udah di telefon mama nih soalnya." Lila membuka mulutnya begitu lebar hingga membuat huruf o.

Apa apaan ini bukankah Sena juga memihak takdirnya? Benar bukan tebakannya tadi? Lila menghembuskan nafasnya. Dengan perasaan tidak ikhlas, Lila menganggukan kepalanya lemah. Dia menahan frustasi didalam jiwa raganya agar bisa menahan Sena untuk tidak segera pergi dari tempat kerja mereka. Lila ingin berlari terbirit birit mengejar Sena dan memohon kembali diberi tumpangan gratis. Benar benar takdir yang sangat menyebalkan, pikir Lila.

"Oh ya, ya. Hati hati ya Sen," ucap Lila ketika Sena sudah jauh dari jarak mereka.

"Yaudah ayo, nungguin apalagi?" tanya Samuel, melihat Lila sama sekali tidak ada yang perlu dimasalahkan lagi.

Lila menerbitkan senyuman paling indah untuk menyetujui ajakan Samuel. Berbeda dengan hatinya yang sudah menyumpah serapahi berbagai hewan untuk suaminya. Apalagi bayangan bayangan menyeramkan terlintas dalam otak Lila untuk

***

"Gimana tadi kerjanya, lancar kan?" Pertanyaan itu terbit begitu saja ketika pasangan suami istri itu sampai didepan pintu apartemen yang mereka tempati.

Terbesit dalam pikiran Samuel bahwa Lila sama sekali tidak menyukai ajakannya untuk pulang bersama. Senyuman yang Lila pancarkan ketika tersenyum kepada rekan kerja sore tadi begitu tulus dan saat bersama dirinya berbeda, penuh terpaksa. Memang senyuman yang Lila miliki sangat indah menurut Samuel, tetapi Samuel dapat mengartikan jelas bagaimana Lila tidak menyukai adanya dirinya. Jujur saja, Samuel terganggu dan ia ingin memperbaiki hubungan mereka walaupun tidak dianggap sebagai suaminya, namun bukankah menjadi temannya saja mustahil?

Agar Samuel bisa lebih mencairkan suasana rumah tangga mereka, dia harus mencoba berbagai hal. Seperti bertanya setiap mereka pulang kerja ataupun memulai obrolan ringan, contohnya saja sekarang. Samuel mengerti, karena kebiasaan yang terus terlaksana jika keesokan harinya ada perpisahan bukankah perpisahan itu akan terbilang baik baik saja? Samuel ingin menciptakan hal tersebut lebih mudah, hingga ketika mereka berpisah tak ada namanya rasa dendam dan perpisahan menyakitkan secara pihak. Walaupun akan sulit.

"Iya lancar." Samuel menganggukan kepalanya mendengar jawaban kurang mengenakan dari Lila. Benar benar gadis itu tak ingin memulai.

"Kak Samuel gimana kerjanya? Lancar juga?" tanya kembali Lila kini menatapnya.

Kepalanya mengangguk begitu semangat mendapati respon positif dari perempuan itu. Benar benar perempuan sulit untuk ditebak, pikir Samuel. Adanya respon itu seperti membuka lebar agar hubungan dimulai lebih baik lagi. Pernikahan mereka yang sangat buruk memang mempengaruhi semuanya, hingga kebebasan yang akan dimulai cukup sulit. Apalagi dengan sifat Lila diluar nalar, kadang pertanyaannya a namun ternyata jawaban yang keluar adalah J atau Z bukan b lagi.

Samuel pernah dekat dengan beberapa perempuan yang sifatnya sulit ditebak. Mereka semuanya hampir sama dengan Anne termasuk jejeran perempuan perempuan spontanitas tetapi tetap berhati hati. Tidak seperti Lila, tiba tiba bisa marah dan menahan kesabarannya walaupun sudah diujung batas. Gadis itu menahan semuanya sendiri, tetapi ketika ingin meledak, semuanya akan terlontarkan dalam satu waktu dan lebih rinci, tidak terbelit belit menggunakan kode kode seperti perempuan diluar sana hingga sang pria pun sulit memahami kemauannya.

"Sedikit ada masalah, tapi habis ini gue langsung selesain," jawab Samuel sembari tersenyum. Dia cukup yakin memberikan jawaban itu walaupun niatnya bekerja entah kedepannya bagaimana jika sudah memasuki kamar.

"Kalo semisal lu ada masalah di kerjaan ngomong aja ke gue, barang kali masih ada lowongan pekerjaan dan nggak susah susah buat masuk apalagi daftar." Samuel menawarkannya karena mengetahui bagaimana sistem kerja dalam Moceka begitu berat. Bosnya Moceka adalah teman bisnisnya sendiri, dan pola kerja mereka itu disama ratakan berbeda dari pola kerja perusahaannya. Sangat berat untuk seukuran Lila yang baru saja lulus. Samuel hanya takut jika nanti salah satu keluarganya tahu Lila bekerja dalam perusahaan tersebut maka dialah yang akan di dapati sanksi dari keluarganya.

"Aku pribadi seneng banget sih kak udah keterima di Moceka, ada kemungkinan juga aku bakalan betah kerja disana," jawab Lila tak kalah menyakinkan.

Keyakinan Lila membuat Samuel cukup puas. Samuel bisa bisa saja membicarakan baik baik kepada bos Lila itu agar pekerjaan Lila dipermudah dan tidak membuat beban pikiran dirinya, akan hal hal buruk terjadi di masa depan apalagi dimarahi pihak keluarganya karena tidak bisa menjaga istrinya sendiri. Tetapi Samuel tahu, potensi Lila untuk mengembangkan sesuatu itu sangat besar hingga terlihat bagaimana wajah kepemimpinan milik Lila.

"Its okay kalo semisal lu seneng, semoga aja betah," ungkapnya.

Samuel duduk tepat disebelah Lila. Mereka berdua menyempatkan diri untuk menonton acara tv sore ini. Pekerjaan rumah sudah mereka selesaikan sejak pagi, dan semuanya terlihat rapi. Keadaan sangat cocok untuk bersantai. Sebenarnya duduk berdua didepan TV seperti sekarang bukanlah rencana mereka. Lila juga tampak tak ingin menghindari Samuel secara terang terangan bahkan dia hanya diam saja saat didekati Samuel.

"Tapi setelah gue pikir pikir lagi kalo semisal kita satu kantor kayaknya orang kantor bakalan tahu, nambah masalah juga ya?" celetuk Samuel tiba tiba, membuat Lila mempersatukan kerutan kerutan di dahinya.

Kerutan kerutan di dahi Lila tidak meninggalkan jejak aib sama sekali, masih terlihat cantik seperti biasanya. Mereka saling menatap dengan pandangan yang berbeda, yang satu mengagumi. Yang satunya cukup tercengang. Suasana canggung mulai terbentuk ketika Samuel mengalihkan pandangan kearah lain demi mengindari kontak mata. Yang tidak ingin Samuel mulai namun dialah yang memulainya kembali.

Alih alih memikirkan pernyataan kurang ajar keluar dari mulutnya, Samuel malah mengagumi pahatan sempurna dimiliki oleh Lila. Samuel takut lama kelamaan dia bukan lagi mengagumi sifat dan sikap Lila, namun bisa mengagumi kecantikan yang Lila punya. Jika mungkin Lila mendaftarkan diri menjadi model internasional, Samuel yakin Lila akan lolos seleksi. Yang menjadi timbul pertanyaan adalah Samuel tidak sadar bahwa ada bidadari cantik tidur dirumahnya selama beberapa hari ini?

Semuanya buyar begitu saja ketika Lila tak sengaja menggelindingkan buah jeruk dibawah kakinya. Samuel kembali ke dunia nyata secara paksa. Dia mencoba menyadarkan diri bahwa ada sosok kekasih yang tak kalah cantik dari istrinya, bukankah selama bertahun tahun ini Samuel selalu mengagumi sosok Anne bukan wanita lain? Ada apa dengan pikirannya yang hampir saja dirusak oleh Lila hanya kisaran beberapa detik. Samuel mengatur lamunannya agar dia tidak terlihat bodoh.

"Itu juga jadi masalah, aku takut Anne semakin tambah terganggu sama kita yang sekantor." gadis itu tetap memikirkan Anne yang dijadikan suaminya hal yang pertama.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status