Home / Rumah Tangga / Tolong, Cintai Aku! / BAB 02 : Yang Bertolak Belakang

Share

BAB 02 : Yang Bertolak Belakang

Author: Hellowol_
last update Last Updated: 2025-01-23 16:22:01

Alasan orang tua kami lebih menyayangi Artemis terasa terlalu klise. Dulu, saat masih kecil, Artemis sensitif dan gampang sakit, sehingga membutuhkan perhatian ekstra. Dari situ juga semuanya bermula. Mereka lebih terfokus pada Artemis, sementara pengasuhanku diserahkan kepada nanny.

Seiring berjalannya waktu, kasih sayang yang mereka curahkan mulai terasa berat sebelah, terutama ketika perkembangan Artemis mengalami kemajuan pesat dibandingkan denganku. Untuk anak seusia kami, dia sangat cantik, cepat belajar, dan cepat tanggap. Pujian demi pujian pun mulai berdatangan, membuat papa dan mama semakin bangga sebagai orang tuanya.

Lantas, bagaimana denganku? Ya, kalian bisa menebaknya, lamban. Mengalami speech delay hingga usia tujuh tahun dan membutuhkan terapi. Tapi, apakah selama proses itu aku didampingi langsung oleh kedua orang tuaku? Jawabannya, tidak sama sekali. Selain sibuk dengan pekerjaan, mereka juga sibuk mengurus Artemis. Artemis saat itu bagaikan pusat dunia, sementara aku semakin tersisih.

Orang bilang keluarga adalah tempatnya salah dan saling memaafkan, tetapi kenyataannya, mereka tak bisa kumaafkan. Luka di hati sudah terlalu dalam, sulit untuk disembuhkan. Kecuali jika suatu saat aku menderita amnesia, mungkin aku baru bisa melupakan kesalahan mereka.

***

Sore itu, aku duduk di dekat jendela kamarku, lalu melihat sebuah mobil asing berhenti tepat di depan rumah kami. Tak lama kemudian, pintu penumpang terbuka, dari sana turunlah Artemis.

Jadi ini alasan kenapa tadi pagi dia ikut mobil papa? Ternyata ada yang mengantarnya pulang.

Aku kurang yakin itu teman perempuan, karena selama ini Artemis hanya mau bertemu mereka di waktu-waktu bebas kerja, seperti akhir pekan, tanggal merah, dan hari libur lainnya. Dia memang cukup teratur orangnya.

Dugaanku, itu adalah seorang laki-laki. Sepertinya mereka dalam masa pendekatan, melihat dari gelagat yang ditunjukkan Artemis. Tentu saja aku berkata demikian karena, sebagai saudari kembarnya, kami memiliki ikatan batin yang kuat. Apa yang dirasakannya sering kali terhubung denganku.

Tanpa sadar, aku mendengkus. Kenapa ya, setiap kali Artemis merasa senang pada sesuatu, aku selalu tidak suka? Apa karena aku iri padanya, makanya jadi seperti ini?

Jauh di lubuk hati terdalamku, mungkin aku ingin berada di posisinya. Itu yang membuatku merasa ‘agak’ kepanasan setiap kali dia berbahagia.

Setelah beberapa menit mengamati, tebakanku tak salah. Senyum Artemis terlalu lebar di bibirnya. Alih-alih membiarkan si pengemudi turun, malah dia yang mendekati kaca jendela dan berbicara lewat sana. Entah apa yang mereka bahas, tapi tak lama kemudian, dia perlahan mundur sambil melambaikan tangan, lalu berbalik memasuki halaman rumah.

Perhatianku kini beralih pada mobil yang mesinnya telah menyala. Siapa pun yang ada di balik kemudi itu pasti tampan, rapi, dan cerdas. Tipe ideal Artemis memang yang seperti dirinya sendiri, jadi tak mungkin dia membiarkan sembarang orang mendekatinya.

Kekepoanku berakhir setelah mobil itu pergi. Merasa tidak ada lagi tontonan yang menarik, aku memutuskan untuk keluar kamar dan mengantar gelas kotor bekas jus jeruk yang tadi kuminum ke dapur.

Di tangga, aku berpapasan dengan Artemis. Meskipun sudah sore, wajahnya tidak terlihat kucel sama sekali. Itu menunjukkan bahwa dia selalu menjaga penampilannya. Berbeda denganku, yang setelah beraktivitas padat pasti berakhir kusam tak karuan.

“Hai, Kak, mau ke bawah, ya?” tanyanya berbasa-basi, tapi terlihat jelas ingin mengakrabi.

Aku enggan menjawab, jadi hanya lewat begitu saja.

Artemis tak menyerah. Dia berbalik dan melontarkan pertanyaan lagi, “Nanti mau dimasakin apa? Aku udah pesan sama bibi tadi pagi buat dibeliin udang kesukaan kita. Rencananya mau digoreng tepung.”

“Tidak usah repot-repot,” jawabku dingin.

“Nggak repot sama sekali, kok. Beneran.”

Tetap saja, aku tak peduli. Lagi pula, sejak kapan aku antusias menerima kebaikannya? Kalau tidak terpaksa, aku juga tidak akan mau.

“Atau mau request masakan lain?”

Terakhir, sebelum jarak di antara kami semakin jauh, dia menambahkan, “Aku mau ke kamar bersih-bersih dulu. Kakak bisa bilang nanti pas aku udah di dapur, ya.”

Tidak ada respon. Aku benar-benar mengabaikannya.

Kalau saja sekarang ada mama atau papa, mereka pasti menegurku karena sudah mengacuhkan Artemis, apalagi sampai membuatnya meninggikan volume suara, padahal niatnya baik sebagai seorang saudara. Menurut mereka, seharusnya aku menghargai usahanya dengan menerima, bukan menolak seperti ini.

Takhta tertinggi di keluarga kami setelah papa memang dipegang Artemis. Pendapatnya sangat didengarkan, bahkan ditunggu-tunggu. Berbeda denganku yang dari dulu jarang ditanya. Jangankan ditanya, kesempatan untuk mengungkapkan apa yang kurasakan pun tidak ada. Jadi, tak usah heran kenapa aku setega ini mengabaikan mereka, karena mereka yang lebih dulu mengabaikanku. Aku hanya membalasnya.

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 40 : Serba Salah

    Hari ini tepat satu bulan sejak film Dua Sisi tayang di bioskop. Seperti yang sempat diprediksi Mahesa, film kami mendapat respons positif. Hingga kini, Dua Sisi masih bertahan di jajaran film populer dengan penjualan tiket yang terus melesat.Kesuksesan itu juga membawa dampak besar bagiku. Nama Thena kini mulai dikenal, dan akun Instagram yang dulu kubuat atas saran Sherina telah mencapai seratus ribu pengikut. Sebagian besar memuji aktingku yang, menurut mereka, berhasil menggugah emosi penonton. Sebagian lagi terpukau oleh visualku yang dianggap pas memerankan sosok pelakor berkedok perempuan muslimah.Tak hanya tawaran endorse dan iklan yang berdatangan, tetapi juga beberapa proyek film baru. Namun, aku masih mempertimbangkannya. Setelah menikah dengan Atlantis, fokusku belum sepenuhnya pada karier. Saat ini, aku lebih sibuk beradaptasi dengan peran baruku sebagai istri.Bukan berarti aku mengesampingkan dunia akting setelah berhasil menikahi Atlantis. Hanya saja, ada prioritas y

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 39 : Mulai Tinggal Bersama

    Mobilku berhenti tepat di depan rumah Atlantis. Setelah mengeluarkan barang bawaan dari bagasi bersama Mbak Hera, aku terdiam sejenak, menatap fasad rumah yang kini menjadi tempat tinggalku. Ada perasaan senang yang sulit diungkapkan, terlebih saat menyadari bahwa apa yang dulu hanya angan kini telah menjadi kenyataan. Aku berhasil pindah ke sini—sebagai nyonya rumah ini.“Mbak,” gumamku tanpa sedikit pun mengalihkan perhatian. “Mulai sekarang, aku akan lebih bahagia lagi. Aku janji.”“Tentu saja harus! Aku merestui pernikahanmu bukan untuk melihatmu makin bersedih. Meskipun semuanya terjadi karena keterpaksaan satu pihak, tapi aku berharap kau benar-benar bahagia, Thena.”Tanpa berkata lagi, aku dan Mbak Hera mulai menggiring koper menuju teras rumah. Saat semua barang telah tertata rapi di depan pintu, Mbak Hera menatapku dalam sebelum akhirnya berpamitan. Dia menarikku ke dalam pelukannya, menepuk pundakku dengan lembut seakan ingin meyakinkanku bahwa aku tidak sendiri.“Kau tahu,

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 38 : Malam Pertama yang Dingin

    Kamarku dan Atlantis diatur sedemikian rupa agar terasa romantis dan intim, sebagaimana layaknya kamar pengantin baru. Namun, ironi tak bisa dihindari—sebab satu-satunya yang tidak seperti pengantin baru adalah kami berdua. Sejak memasuki kamar hingga sekarang, Atlantis sama sekali tidak mengajakku bicara. Jangankan berbincang, melirik pun dia enggan. Dia hanya menjalani rutinitasnya: mandi, berganti pakaian, lalu berbaring dengan punggung menghadapku.Suasana di dalam sini terasa begitu dingin, sepi, dan penuh jarak. Tapi bodohnya aku—meskipun diabaikan, jantungku tetap berdebar kencang. Ini pertama kalinya aku berada di ruang tertutup hanya berdua dengannya, dengan pria yang kini sah menjadi suamiku. Fakta bahwa malam ini seharusnya menjadi malam pertama kami terus mengusik pikiranku.Setelah melepas gaun dan menghapus riasan, aku memanjakan diri dengan berendam di air hangat. Aroma terapi dan kelopak mawar memenuhi bathtub—seharusnya ini menjadi momen yang kubagi dengannya. Namun,

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 37 : Pernikahan; Awal Dari Segalanya

    Satu jam sebelum pemberkatan pernikahanku, suara gaduh terdengar dari luar kamar hotel. Aku yang baru saja selesai berfoto bersama Mbak Hera langsung berdiri dan berjalan keluar untuk memeriksa apa yang terjadi.“Ini semua karena Papa! Kalau saja Papa nggak menyetujui permintaan gila Athena, pernikahan ini nggak akan pernah terjadi, dan Artemis tidak akan terluka seperti ini!” suara Mama terdengar tajam, penuh emosi. Dalam pelukannya, Artemis terisak tanpa henti. “Papa tahu sendiri Artemis mencintai Atlantis, dan Atlantis juga mencintainya. Athena hanyalah orang ketiga dalam hubungan mereka!”“Ma, ini semua demi kebaikan Artemis juga.” Papa menghela napas berat, berusaha menenangkan suasana dengan suara yang lebih rendah. “Papa tidak ingin melihatnya terus menangis karena Athena. Lagi pula …” Tatapannya melembut, seolah ingin meyakinkan Mama, “Keluarga Atlantis sedang menghadapi masalah besar. Jika Artemis menikah dengannya, dia juga akan ikut menanggung beban itu.”“Lalu apa bedanya

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 36 : Cincin Keluarga

    Aku akan menikah. Setiap kali memikirkannya, jantungku berdebar kencang, dan perasaan bahagia menguasaiku. Terlebih lagi, pria yang akan menjadi suamiku adalah Atlantis Pranadipta. Hidupku yang sebelumnya terasa hambar kini penuh warna. Dia adalah harapan baruku, dan di benakku sudah tersusun banyak rencana setelah kami menikah.Aku bersumpah akan memperlakukannya dengan sebaik mungkin, mencintai dan melayaninya dengan sepenuh hati.Meski pernikahan ini bukan atas keinginannya, sebagai bentuk terima kasih, aku akan menunjukkan kasih sayangku setiap hari—setiap jam, menit, bahkan detik. Kuharap, perlahan hatinya yang sekeras batu bisa luluh setelah melihat usahaku yang tulus.Malam itu, di dalam kamar, aku berdiri di depan cermin, menatap bayanganku sendiri. Gaun tidur satin yang kupakai terasa lembut di kulit, tetapi pikiranku jauh lebih gaduh dari yang seharusnya. Aku menghela napas, mencoba menenangkan diri. Esok adalah salah satu hari yang paling kutunggu—fitting gaun sekaligus per

  • Tolong, Cintai Aku!   BAB 35 : Perjodohan

    Begitu aku dan orang tuaku tiba di restoran yang telah mereka pesan, kedua orang tua Atlantis yang sudah lebih dulu datang, segera berdiri menyambut kami. Senyum merekah di wajah mereka saat pandangan kami bertemu. Tanpa ragu, aku mempercepat langkah, menyalami mereka satu per satu, lalu memeluk Mama Atlantis dengan erat.“Om, Tante, apa kabar?” tanyaku setelah melepaskan pelukan.“Sangat baik. Bagaimana denganmu, Thena?” Mama Atlantis balik bertanya.“Tak pernah sebaik malam ini. Aku senang bisa bertemu kalian lagi,” jawabku tulus.“Kami juga,” sahut Papa Atlantis. “Terima kasih banyak sudah mengundang kami malam ini.”Beliau terlihat jauh lebih sehat sekarang, tidak seperti terakhir kali di rumah sakit—wajahnya tidak lagi pucat dan tampak lebih bertenaga.“Sama-sama, Om.”Kemudian Mama dan Papa menyalami mereka. Dalam pertemuan ini, jelas sekali aku yang paling antusias, sementara Papa dan Mama tampak biasa saja. Seolah-olah mereka tidak sedang bertemu calon rekan bisnis, apalagi ca

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status