Rania bangun pagi-pagi sekali. Meskipun dia sedang marah kepada Farhan, tetapi dia tidak melupakan kewajibannya untuk melayani sang suami yang akan berangkat ke kantor. Dia memasak, menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Farhan.
Sejak menikah, Farhan langsung membawa Rania tinggal di rumah yang sudah dia beli sebelumnya. Pria itu beralasan ingin belajar hidup mandiri ketika Ardan, sang mertua bertanya alasannya tidak ingin tinggal di rumah mewah milik Ardan.Farhan juga meminta agar Rania berhenti bekerja supaya bisa fokus mengurus rumah dan suami saja. Awalnya Rania keberatan karena sejak kecil dia sudah bercita-cita ingin menjadi pebisnis yang hebat. Namun, demi menghormati Farhan yang sudah menjadi suaminya, wanita itu pun setuju untuk tidak bekerja."Wangi sekali, kau masak apa pagi ini?" tanya Farhan yang baru saja tiba di dapur.Pria itu bersikap seolah tidak terjadi apa pun tadi malam. Sama sekali tidak ada raut rasa bersalah atau pun niatan untuk meminta maaf. Benar-benar santai dan tenang.Rania enggan menjawab pertanyaan suaminya yang sangat tidak penting itu karena masih marah. Dia duduk santai menikmati sarapan yang dia buat sendiri. Sama sekali tidak ada niatan untuk menoleh, menatap wajah suami idamannya.Hatinya masih diselimuti amarah dan kecewa setiap mengingat percakapan Farhan semalam dengan seseorang via telepon.Terdengar suara helaan napas kasar keluar dari mulut Farhan. Pria itu merasa kesal karena tak diacuhkan, tetapi berusaha untuk tidak terpengaruh karena tidak ingin ada keributan di pagi hari. Dia langsung menarik kursi lalu mendudukinya.Hening, pasangan suami istri itu memutuskan untuk mengikuti egonya masing-masing. Mereka saling diam, menikmati makanan yang terhidang di meja. Tak berniat untuk membuka percakapan.Beberapa saat kemudian, Rania sudah menghabiskan makanannya lebih dulu. Dia langsung beranjak dari duduknya, hendak mencuci piring kotor yang baru saja dia gunakan."Apa kau tidak ingin meminta maaf kepadaku karena sudah menuduh aku berselingkuh?" tanya Farhan.Rania terdiam sesaat mendengar pertanyaan tak masuk akal dari suaminya. Setelah menghela napas panjang dan menyelesaikan pekerjaannya mencuci piring, dia langsung berbalik menghadap ke arah Farhan yang masih duduk di tempatnya semula."Kenapa aku yang harus minta maaf? Bukankah yang bersalah di sini adalah kau?" Rania menaikkan sebelah alisnya, mata wanita itu menyipit menatap tajam suaminya.Pria berparas tampan itu beranjak dari duduknya, berjalan mendekati Rania yang masih berdiri di dekat westafel. Sikapnya sangat tenang, sama sekali tidak memperlihatkan ekspresi bersalah. Hal tersebut membuat Rania semakin merasa kesal."Tidak masalah kalau kau tidak mau meminta maaf. Aku akan selalu memaafkanmu," tutur Farhan dengan tak tahu malunya.Dia mengusap wajah Rania dan menyingkirkan anak rambut yang menghalangi kecantikan istrinya itu. Seulas senyum manis tanpa beban terukir di bibir tebalnya. Sementara itu, Rania hanya bergeming. Dia langsung membuang muka, menghindari sentuhan dan tatapan Farhan."Kemarin aku membeli hadiah anniversary pernikahan kita." Farhan mengeluarkan sesuatu dari saku jas yang dikenakannya. Sebuah kotak persegi panjang berwarna merah dia berikan kepada Rania.Wanita itu masih bergeming sambil mengejapkan mata, menatap hadiah yang Farhan berikan lalu kemudian beralih melihat wajah Farhan. Rasa tak percaya menyelimuti pikirannya hingga muncul tanya dalam hati 'Benarkah Farhan menyiapkan hadiah itu untuknya?'"Kenapa malah diam? Bukalah!" Farhan mengkode Rania untuk membuka hadiah pemberiannya.Meskipun ragu, Rania membuka kotak persegi panjang itu secara perlahan hingga terlihat sebuah benda cantik nan berkilau di dalamnya."Apa kau suka dengan hadiahnya?" tanya Farhan tenang sambil menatap Rania. "Tadinya aku akan memberikan hadiah itu semalam, tapi kau malah menuduhku macam-macam," tuturnya."Kau membeli ini untukku?" tanya Rania bernada tak percaya."Tentu saja untukmu, memang kau pikir untuk siapa?" sahut Farhan diakhiri tanya."Aku pikir kau ingin memberikan kalung ini untuk selingkuhanmu," sahut Rania ketus. Bibirnya mencebik, kedua tangan bersedekap dada dan matanya menyipit menatap penuh selidik.Farhan menghela napas panjang untuk menetralkan perasaannya agar dia tidak terpancing oleh perkataan istrinya. Pria itu mengambil kalung berlian yang dibelinya kemarin dari tangan Rania. Sebenarnya, kalung itu dia beli untuk Dinar. Farhan akan memberikan hadiah itu kepada kekasihnya sebagai kejutan.Namun, niatnya urung karena tiba-tiba saja Rania melihatnya di hotel. Untuk membujuk sang istri agar tidak marah dan curiga lagi, Farhan berinisiatif memberikan kalung tersebut kepada Rania.Farhan hendak memakaikan benda berkilau itu di leher Rania, tetapi niatnya tertahan sebentar karena wanita itu tiba-tiba menahannya. Namun, Farhan tidak peduli, dia tetap memasangkan kalung itu di leher Rania."Cantik. Cocok sekali denganmu," puji Farhan sambil tersenyum manis melihat wajah cantik Rania. Dia tak menghiraukan tatapan curiga yang tersirat di manik mata istrinya.Masih dengan ekspresi kesal dan tak percaya, Rania menatap dalam-dalam mata Farhan. Memerhatikan seraut wajah tampan di hadapannya itu dengan seksama, mencoba mencari-cari sesuatu yang berbeda dari suaminya itu. Jika saja tak melihat serta tak mendengar percakapan Farhan semalam di telepon, mungkin saat ini tak ada keraguan dalam hatinya.Mungkin saat ini Rania akan bahagia karena memiliki suami yang begitu perhatian dan romantis. Namun, semua terasa berbeda sekarang. Bahagia itu telah dibalut dengan kecewa."Kenapa menatapku seperti itu? Apa kau tidak mau berterima kasih dan memelukku sekarang?" tanya Farhan yang langsung menyadarkan Rania dari lamunannya.Farhan tahu Rania masih mencurigainya. Namun, dia berpura-pura tidak mengerti dan tetap bersikap tenang agar istrinya itu kembali percaya kepadanya dan bersikap manis seperti biasa."Aku tidak ingin memelukmu sebelum kau menjelaskan semuanya kepadaku," ucap Rania masih bernada ketus.Kedua alis Farhan mengernyit dalam, menatap Rania yang sedang melihatnya dengan sorot yang sulit diartikan."Apa lagi yang perlu aku jelaskan? Apa kau masih berpikir aku berselingkuh?" tanya Farhan.Diamnya sang istri seolah menegaskan bahwa wanita itu memang masih tidak memercayainya."Ayolah, Rania. Aku sangat mencintaimu, tidak mungkin aku berselingkuh. Lagi pula selama ini aku sibuk dengan pekerjaan di kantor, sama sekali tidak memiliki waktu untuk hal-hal yang tidak penting seperti itu," ujar Farhan. Dia berusaha menahan emosinya agar tidak meledak.Bukankah jika seseorang semakin marah dan kesal saat dicurigai, semakin menunjukkan kebenaran di dalamnya. Hal itu tidak boleh terjadi dalam hidup Farhan. Rania harus tetap mengenalnya sebagai suami idaman yang baik dan penyayang."Tapi aku melihatnya sendiri dengan mata kepalaku. Aku bahkan mendengar percakapanmu semalam di telepon," ujar Rania. Dia menjeda perkataannya sesaat untuk melihat ekspresi Farhan.Namun, pria itu benar-benar sulit dibaca. Pembawaan sikapnya begitu tenang, tidak menunjukkan sikap yang mencurigakan."Aku dengar kau mengatakan i love you kepada seseorang di telepon," sambung Rania lirih. Matanya sudah memerah dan berkaca-kaca.Farhan tertawa ringan, dia benar-benar pintar menyembunyikan kebohongannya di balik sikap yang tenang dan tutur lembutnya. Dia menghela napas panjang sesaat sebelum menjawab rasa penasaran yang menyelimuti hati Rania.Kedua tangan Farhan mencengkeram bahu Rania tanpa menyakitinya. Matanya yang teduh menatap dalam-dalam wajah sang istri hingga perlahan membuat wanita itu sedikit melemah."Seharusnya kau tanyakan langsung kepadaku malam itu juga agar tidak terjadi kesalahpahaman," ucap Farhan.Kedua alis Rania mengernyit dalam, berusaha mencerna maksud perkataan suaminya."Apa maksudmu?"Farhan kembali menghela napas panjang. "Kau salah paham, Rania," katanya. Seulas senyum manis menggoda terukir di sudut bibir Farhan sebelum melanjutkan perkataannya. "Semalam aku berbicara dengan Nara di telepon, dia bilang sangat merindukanku. Kau tahu kan kalau anak itu dekat sekali denganku, dan kita juga sudah lama tidak menemuinya."Ah, ya, Nara. Rania lupa bahwa suaminya
Seorang wanita yang masih mengenakan pakaian tidur tipis dengan wajah sedikit pucat berjalan gontai untuk membukakan pintu. Bibir tebalnya langsung memaju ke depan saat pria yang ditunggunya menampakkan wajah di hadapannya. "Kenapa Mas lama sekali?" tanya Disti kepada Farhan yang masih berdiri di ambang pintu sambil membawa kresek berwarna putih di kedua tangannya.Pria itu langsung menerobos masuk walau belum dipersilakan oleh pemilik kamar. Dia menyimpan belanjaannya di atas meja, kemudian kembali menghampiri sang kekasih.Dengan begitu mesra Farhan langsung memeluk Dinar dari belakang dan tak berhenti menciumi wajah juga leher wanita itu."Mas merindukanmu, Sayang," bisik Farhan.Embusan napas pria itu mengenai leher jenjang Dinar hingga membuat kekasihnya itu menggelinjang karena geli. Dinar langsung berbalik, saling berhadapan dengan Farhan, menatap lamat wajah tampan itu dengan pandangan yang polos dan teduh."Aku sudah cemas, kupikir Mas tidak jadi ke
"Maaf," ucap Rania tanpa melihat lawan bicaranya. Dia langsung berinisiatif mengambilkan ponsel orang yang dia tabrak untuk dikembalikan kepada pemiliknya."Rania?"Mendengar namanya disebut, Rania pun langsung menoleh, melihat orang yang memanggilnya. Kening Rania mengerut, mencoba mengingat wajah tampan yang ada di hadapannya."Kau mengenalku?" tanyanya bingung.Dia sampai lupa pada niatnya yang ingin mengembalikan ponsel pria tak dikenal yang baru saja dia ambil dari tanah.Pria tampan itu mengangguk, lalu mengembangkan senyum manis kepada Rania."Aku Ken," katanya. Namun, Rania masih belum bisa mengingat siapa pria itu. "Aku Kendrick," ulangnya."Kau benar-benar Rania, 'kan?" tanya Kendrick seolah ingin memastikan bahwa dirinya sedang tidak salah orang."Ya, aku Rania, tapi maaf aku tidak bisa mengingat siapa kau," ucap Rania menampakkan raut rasa bersalah karena benar-benar tidak mengenali Kendrick.Seingat Rania, dia tidak memiliki teman pri
Rania refleks mundur sambil menutup mulut dengan tangannya, menghalangi niatan Farhan yang ingin melahap bibirnya. Rania tidak ingin melakukan hal itu sekarang karena bisa merusak kembali riasan yang sudah susah payah dia kerjakan. Bukan apa, karena jika sudah berciuman Farhan pasti ingin melakukan hal yang lebih, dan itu tidak cukup waktu yang sebentar."Jangan sekarang, kau bisa merusak make up-ku," tolak Rania secara halus. Bibir tipis itu memberenggut, sangat menggemaskan. "Aku sudah susah payah berdandan, kau malah ingin merusaknya lagi," sambung Rania.Farhan terkekeh pelan lantas mencubit pelan pipi gembil Rania karena gemas. Setelah itu, Farhan merangkul pinggang ramping sang istri dan menariknya hingga merapat. Pria itu mendekatkan kepalanya tepat di samping telinga Rania."Baiklah, aku tidak akan melakukannya sekarang. Aku akan membuatmu tidak bisa tidur nanti malam," bisik Farhan yang membuat wajah Rania bersemu kemerahan karena malu."Kau-""Ayok
Hati Rania sangat sakit bagaikan kertas yang diremas-remas hingga tak berbentuk kemudian dilempar begitu saja. Dia mengangkat pandangannya lalu menatap Farhan yang sedang menemani Nara mewarnai gambar tanpa berkedip dan dengan sorot berkaca-kaca karena syok. Senyum dan tawa yang terukir di bibir suaminya itu mendadak terlihat bagaikan sebuah ejekan untuknya.Rania kembali tertunduk melihat layar ponsel yang masih menyala dan menampakkan foto Farhan bersama wanita lain. Tanpa sadar dia menggenggam erat benda pipih itu, seolah melampiaskan rasa sakit sekaligus kecewanya terhadap sang suami."Sayang, kau kenapa?" tanya Farhan. Entah sejak kapan pria itu memerhatikannya.Rania terdiam selama beberapa detik. Mulutnya terasa kelu, enggan untuk mengeluarkan suara. Ditatapnya dalam-dalam wajah tampan Farhan tanpa berkedip dan sorot berkaca-kaca.Ingin rasanya Rania berteriak, memarahi Farhan dan bertanya tentang foto-foto yang dia miliki sekarang. Dengan siapa dan sudah
Penglihatan Rania memang tidak salah, Farhan bertemu dengan seorang klien di restoran. Namun, Rania tidak tahu bahwa di dalam sana juga ada Dinar yang sudah menunggu kedatangan Farhan. Beberapa menit selepas meeting dengan kliennya selesai, Farhan langsung menemui Dinar yang sudah menunggunya di meja lain.Farhan menghela napas panjang sebelum menarik kursi kosong dan mendudukinya. Dia menatap Dinar yang nampak sedang bad mood selama beberapa detik."Ada apa? Kenapa kau tiba-tiba ingin mas datang menemuimu?" tanya Farhan. "Kau tahu kan kalau tindakanmu itu sangat berbahaya? Rania bisa curiga kepada kita," sambung Farhan lagi.Dinar nampak cemberut, dia meminum jus miliknya melalui sedotan yang tersedia sebelum menjawab perkataan kekasihnya."Maaf, lagi pula kalau aku tidak memaksa Mas pasti tidak mau bertemu denganku," ujar Dinar sambil menggenggam tangan Farhan di atas meja."Oh, ya. Aku punya sesuatu untuk Mas," ucapnya.Mata Farhan menyipit melihat Di
[Sebenarnya kau ini siapa? Kenapa kau mengirimkan foto-foto suamiku? Apa kau sedang mencoba menghasutku agar rumah tanggaku dengan Farhan hancur?]Rania menghela napas panjang setelah mengirimkan pesan tersebut ke nomor misterius. Dia duduk di tepi ranjang dengan perasaan gundah sambil mengetuk-ngetukkan kedua tangan yang menggenggam ponsel pada dahinya.Otaknya terus berputar memikirkan banyak hal, salah satunya adalah mengenai perselingkuhan Farhan. Apa yang akan dia lakukan jika suaminya itu benar-benar berkhianat?Rania kembali menghela napas kasar. Rasanya begitu sangat menyesakkan, hingga kepalanya pun mendadak berdenyut menyakitkan.[Kau akan pulang jam berapa?]Rania mengirimkan pesan kepada Farhan, ingin memastikan kapan suaminya itu pulang.Beberapa menit menunggu, ponselnya bergetar menandakan ada notifikasi pesan masuk. Rania langsung melihatnya untuk membaca pesan tersebut.[Aku sedang di jalan, sebentar lagi sampai.]Baru saja Rania
Malam sudah larut, tetapi Rania tidak bisa tertidur meskipun dia sudah mencoba untuk memejamkan mata. Pikirannya melayang tak karu-karuan memikirkan tentang perselingkuhan Farhan. Hatinya benar-benar tak tenang dan terasa sangat sesak. Dia melihat ke samping, suaminya nampak sudah terlelap dalam tidur. Begitu tenang seolah tak ada beban apa pun. Sementara itu, Rania terus menghela napas panjang untuk menetralkan perasaannya sendiri.Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 6.30 saat Rania baru saja membuka matanya yang masih mengantuk. Semalam dia baru bisa tidur sekitar pukul empat pagi. Hal itu menyebabkan Rania bangun terlambat.Saat masih mengumpulkan puing-puing kesadarannya, Rania melihat Farhan sudah terlihat rapi dan wangi. Padahal biasanya pria itu masih terbaring di tempat tidur bermalas-malasan, menunggu hingga Rania membangunkannya."Kau mau ke mana?" tanya Rania dengan suara parau khas orang bangun tidur.Dia langsung beranjak bangun, duduk di