Farhan tertawa ringan, dia benar-benar pintar menyembunyikan kebohongannya di balik sikap yang tenang dan tutur lembutnya. Dia menghela napas panjang sesaat sebelum menjawab rasa penasaran yang menyelimuti hati Rania.
Kedua tangan Farhan mencengkeram bahu Rania tanpa menyakitinya. Matanya yang teduh menatap dalam-dalam wajah sang istri hingga perlahan membuat wanita itu sedikit melemah."Seharusnya kau tanyakan langsung kepadaku malam itu juga agar tidak terjadi kesalahpahaman," ucap Farhan.Kedua alis Rania mengernyit dalam, berusaha mencerna maksud perkataan suaminya."Apa maksudmu?"Farhan kembali menghela napas panjang. "Kau salah paham, Rania," katanya. Seulas senyum manis menggoda terukir di sudut bibir Farhan sebelum melanjutkan perkataannya. "Semalam aku berbicara dengan Nara di telepon, dia bilang sangat merindukanku. Kau tahu kan kalau anak itu dekat sekali denganku, dan kita juga sudah lama tidak menemuinya."Ah, ya, Nara. Rania lupa bahwa suaminya itu memiliki keponakan yang masih kecil dan anak itu sangat manja sekali kepada Farhan. Tidak menutup kemungkinan semalam Farhan benar-benar sedang berbicara dengan gadis kecil itu karena Nara memang selalu menghubungi Farhan dan Rania sebelum tidur, tetapi dia malah mencurigainya berselingkuh.Farhan melepaskan cengkeraman tangannya dari bahu Rania lalu merogoh ponsel di dalam saku celananya."Kalau kau tidak percaya, kau boleh lihat history panggilan di ponselku. Bila masih tak percaya, periksa saja semuanya. Aku tidak merasa keberatan asal kau tidak berpikir buruk lagi tentang aku." Farhan menunjukkan ponselnya kepada Rania yang membuat wanita itu langsung mengejapkan mata.Rasa tak percaya Farhan benar-benar memberikan ponselnya untuk diperiksa. Rania pun langsung mengambil benda pipih itu dan melihat isi di dalamnya. Rania tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan di sana. Namun, entah kenapa dia masih merasa ragu.Rania mengembalikan benda pipih itu kepada pemiliknya. Dia masih menunjukkan raut wajah masam meski sudah mengetahui bahwa tuduhannya salah."Tapi kenapa kau pergi ke hotel kemarin? Kau juga terlihat sangat dekat dengan sekretarismu itu." Rania mengungkapkan isi pikirannya yang masih mengganjal."Sudah kukatakan, aku akan menemui klien. Klienku mendadak meminta aku menemuinya untuk menandatangani kontrak kerja karena dia akan kembali ke negaranya besok." Dengan sabar Farhan menjelaskan semuanya kepada Rania agar istrinya itu tidak lagi berpikir buruk tentangnya."Mengenai Dinar, aku tidak memiliki hubungan apa pun selain pekerjaan," tegasnya sambil menatap serius ke arah Rania.Farhan diam sejenak sambil memerhatikan perubahan ekspresi wajah Rania."Ada hal lain lagi yang ingin kau tanyakan? Katakan sekarang juga jika itu bisa membuat perasaanmu tenang," tutur Farhan lembut.Hati Rania melemah, keraguannya perlahan sirna."Kau yakin tidak memiliki hubungan khusus dengan wanita itu?" Rania ingin memastikan kembali."Hm." Farhan mengangguk. "Aku benar-benar menganggapnya karyawanku, tak lebih dari itu," ujar Farhan. "Jika kau merasa tidak nyaman Dinar jadi sekretarisku, aku bersedia memindahkannya ke departemen lain. Hanya saja, sejauh ini dia satu-satunya sekretaris yang kompeten dalam bekerja, tapi demimu aku tidak masalah merekrut sekretaris lain."Entah kenapa? Rania justru malah merasa bersalah mendengar perkataan Farhan seperti itu. Farhan bahkan bersedia melakukan apa pun permintaannya termasuk mengganti sekretaris demi membuatnya merasa nyaman.Namun, sesungguhnya bukan seperti itu yang dia inginkan. Farhan tidak perlu mengganti sekretaris jika memang wanita itu bekerja sangat baik asalkan mereka tidak bermain-main di belakangnya."Bukan seperti itu maksudku," lirih Rania. Pandangannya tertunduk sesaat, lalu kembali menatap Farhan dengan sorot berkaca-kaca."Kau tidak perlu mengganti sekretaris jika memang pekerjaannya bagus dan bisa diandalkan." Rania menjeda perkataannya sejenak, "Yang terpenting, kau benar-benar tidak ada main dengannya di belakangku."Farhan tersenyum tipis, lalu menarik tubuh Rania ke dalam dekapannya. Dia usap puncak kepala istrinya itu dengan lembut.Lega raha hati Farhan begitu dia berhasil meluluhkan hati Rania, kembali membuat sang istri memercayainya. Dia semakin mengeratkan dekapannya seolah tak ingin kehilangan, padahal sebenarnya Farhan sedang bersyukur karena kebohongannya tak jadi terbongkar."Kau tidak akan mengkhianatiku kan?" tanya Rania masih dalam dekapan Farhan."Tidak akan pernah," jawab Farhan. "Rania, aku mencintaimu," sambungnya lagi sambil mengecup kening Rania cukup lama.Setelah itu, Farhan merenggangkan tubuhnya dari Rania, menatap wajah cantik nan polos itu dalam-dalam."Semalam aku sudah membuat janji dengan Nara, kita akan pergi menemuinya sore nanti. Apa kau ingin ikut?" tanya Farhan sebagai pengalihan pembicaraan.Pria itu amat sangat bersyukur memiliki keponakan seperti Nara yang sangat dekat dengannya. Secara tidak langsung, gadis kecil itu sudah membantunya dalam menutupi kebohongan yang dia buat kepada Rania."Benarkah? Ah, aku juga sudah sangat merindukan anak itu," sahut Rania. Senyum di bibirnya merekah begitu manis."Baiklah, nanti sepulang dari kantor aku akan langsung menjemputmu." Farhan mengangkat tangan kiri dan menyingkapkan sedikit lengan kemejanya untuk melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah siang, aku harus segera ke kantor," katanya sambil mendaratkan kembali bibirnya di kening Rania.Tanpa merasa curiga, Rania menganggukkan kepala mengizinkan Farhan pergi ke kantor. Dia bahkan mengantar suaminya hingga ke depan rumah.Farhan menghela napas panjang saat dia sudah ada di dalam mobil. Dia tersenyum kepada Rania yang masih berdiri di depan pintu sambil melihat ke arahnya. Setelah itu, Farhan langsung melajukan mobilnya memnelah jalanan dengan kecepatan sedang.Setelah berada cukup jauh dari rumahnya, Farhan mengeluarkan ponsel kedua miliknya yang tidak diketahui oleh Rania. Ponsel itu khusus dia gunakan untuk berkomunikasi dengan Dinar, kekasihnya.Seorang wanita yang masih mengenakan pakaian tidur tipis dengan wajah sedikit pucat berjalan gontai untuk membukakan pintu. Bibir tebalnya langsung memaju ke depan saat pria yang ditunggunya menampakkan wajah di hadapannya. "Kenapa Mas lama sekali?" tanya Disti kepada Farhan yang masih berdiri di ambang pintu sambil membawa kresek berwarna putih di kedua tangannya.Pria itu langsung menerobos masuk walau belum dipersilakan oleh pemilik kamar. Dia menyimpan belanjaannya di atas meja, kemudian kembali menghampiri sang kekasih.Dengan begitu mesra Farhan langsung memeluk Dinar dari belakang dan tak berhenti menciumi wajah juga leher wanita itu."Mas merindukanmu, Sayang," bisik Farhan.Embusan napas pria itu mengenai leher jenjang Dinar hingga membuat kekasihnya itu menggelinjang karena geli. Dinar langsung berbalik, saling berhadapan dengan Farhan, menatap lamat wajah tampan itu dengan pandangan yang polos dan teduh."Aku sudah cemas, kupikir Mas tidak jadi ke
"Maaf," ucap Rania tanpa melihat lawan bicaranya. Dia langsung berinisiatif mengambilkan ponsel orang yang dia tabrak untuk dikembalikan kepada pemiliknya."Rania?"Mendengar namanya disebut, Rania pun langsung menoleh, melihat orang yang memanggilnya. Kening Rania mengerut, mencoba mengingat wajah tampan yang ada di hadapannya."Kau mengenalku?" tanyanya bingung.Dia sampai lupa pada niatnya yang ingin mengembalikan ponsel pria tak dikenal yang baru saja dia ambil dari tanah.Pria tampan itu mengangguk, lalu mengembangkan senyum manis kepada Rania."Aku Ken," katanya. Namun, Rania masih belum bisa mengingat siapa pria itu. "Aku Kendrick," ulangnya."Kau benar-benar Rania, 'kan?" tanya Kendrick seolah ingin memastikan bahwa dirinya sedang tidak salah orang."Ya, aku Rania, tapi maaf aku tidak bisa mengingat siapa kau," ucap Rania menampakkan raut rasa bersalah karena benar-benar tidak mengenali Kendrick.Seingat Rania, dia tidak memiliki teman pri
Rania refleks mundur sambil menutup mulut dengan tangannya, menghalangi niatan Farhan yang ingin melahap bibirnya. Rania tidak ingin melakukan hal itu sekarang karena bisa merusak kembali riasan yang sudah susah payah dia kerjakan. Bukan apa, karena jika sudah berciuman Farhan pasti ingin melakukan hal yang lebih, dan itu tidak cukup waktu yang sebentar."Jangan sekarang, kau bisa merusak make up-ku," tolak Rania secara halus. Bibir tipis itu memberenggut, sangat menggemaskan. "Aku sudah susah payah berdandan, kau malah ingin merusaknya lagi," sambung Rania.Farhan terkekeh pelan lantas mencubit pelan pipi gembil Rania karena gemas. Setelah itu, Farhan merangkul pinggang ramping sang istri dan menariknya hingga merapat. Pria itu mendekatkan kepalanya tepat di samping telinga Rania."Baiklah, aku tidak akan melakukannya sekarang. Aku akan membuatmu tidak bisa tidur nanti malam," bisik Farhan yang membuat wajah Rania bersemu kemerahan karena malu."Kau-""Ayok
Hati Rania sangat sakit bagaikan kertas yang diremas-remas hingga tak berbentuk kemudian dilempar begitu saja. Dia mengangkat pandangannya lalu menatap Farhan yang sedang menemani Nara mewarnai gambar tanpa berkedip dan dengan sorot berkaca-kaca karena syok. Senyum dan tawa yang terukir di bibir suaminya itu mendadak terlihat bagaikan sebuah ejekan untuknya.Rania kembali tertunduk melihat layar ponsel yang masih menyala dan menampakkan foto Farhan bersama wanita lain. Tanpa sadar dia menggenggam erat benda pipih itu, seolah melampiaskan rasa sakit sekaligus kecewanya terhadap sang suami."Sayang, kau kenapa?" tanya Farhan. Entah sejak kapan pria itu memerhatikannya.Rania terdiam selama beberapa detik. Mulutnya terasa kelu, enggan untuk mengeluarkan suara. Ditatapnya dalam-dalam wajah tampan Farhan tanpa berkedip dan sorot berkaca-kaca.Ingin rasanya Rania berteriak, memarahi Farhan dan bertanya tentang foto-foto yang dia miliki sekarang. Dengan siapa dan sudah
Penglihatan Rania memang tidak salah, Farhan bertemu dengan seorang klien di restoran. Namun, Rania tidak tahu bahwa di dalam sana juga ada Dinar yang sudah menunggu kedatangan Farhan. Beberapa menit selepas meeting dengan kliennya selesai, Farhan langsung menemui Dinar yang sudah menunggunya di meja lain.Farhan menghela napas panjang sebelum menarik kursi kosong dan mendudukinya. Dia menatap Dinar yang nampak sedang bad mood selama beberapa detik."Ada apa? Kenapa kau tiba-tiba ingin mas datang menemuimu?" tanya Farhan. "Kau tahu kan kalau tindakanmu itu sangat berbahaya? Rania bisa curiga kepada kita," sambung Farhan lagi.Dinar nampak cemberut, dia meminum jus miliknya melalui sedotan yang tersedia sebelum menjawab perkataan kekasihnya."Maaf, lagi pula kalau aku tidak memaksa Mas pasti tidak mau bertemu denganku," ujar Dinar sambil menggenggam tangan Farhan di atas meja."Oh, ya. Aku punya sesuatu untuk Mas," ucapnya.Mata Farhan menyipit melihat Di
[Sebenarnya kau ini siapa? Kenapa kau mengirimkan foto-foto suamiku? Apa kau sedang mencoba menghasutku agar rumah tanggaku dengan Farhan hancur?]Rania menghela napas panjang setelah mengirimkan pesan tersebut ke nomor misterius. Dia duduk di tepi ranjang dengan perasaan gundah sambil mengetuk-ngetukkan kedua tangan yang menggenggam ponsel pada dahinya.Otaknya terus berputar memikirkan banyak hal, salah satunya adalah mengenai perselingkuhan Farhan. Apa yang akan dia lakukan jika suaminya itu benar-benar berkhianat?Rania kembali menghela napas kasar. Rasanya begitu sangat menyesakkan, hingga kepalanya pun mendadak berdenyut menyakitkan.[Kau akan pulang jam berapa?]Rania mengirimkan pesan kepada Farhan, ingin memastikan kapan suaminya itu pulang.Beberapa menit menunggu, ponselnya bergetar menandakan ada notifikasi pesan masuk. Rania langsung melihatnya untuk membaca pesan tersebut.[Aku sedang di jalan, sebentar lagi sampai.]Baru saja Rania
Malam sudah larut, tetapi Rania tidak bisa tertidur meskipun dia sudah mencoba untuk memejamkan mata. Pikirannya melayang tak karu-karuan memikirkan tentang perselingkuhan Farhan. Hatinya benar-benar tak tenang dan terasa sangat sesak. Dia melihat ke samping, suaminya nampak sudah terlelap dalam tidur. Begitu tenang seolah tak ada beban apa pun. Sementara itu, Rania terus menghela napas panjang untuk menetralkan perasaannya sendiri.Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 6.30 saat Rania baru saja membuka matanya yang masih mengantuk. Semalam dia baru bisa tidur sekitar pukul empat pagi. Hal itu menyebabkan Rania bangun terlambat.Saat masih mengumpulkan puing-puing kesadarannya, Rania melihat Farhan sudah terlihat rapi dan wangi. Padahal biasanya pria itu masih terbaring di tempat tidur bermalas-malasan, menunggu hingga Rania membangunkannya."Kau mau ke mana?" tanya Rania dengan suara parau khas orang bangun tidur.Dia langsung beranjak bangun, duduk di
"Pak Farhan."Mendengar namanya dipanggil, Farhan pun menghentikan langkahnya tepat di depan meja resepsionis kantornya. Dia baru saja datang ke kantor sehabis menemani Dinar periksa kandungannya ke dokter.Ya, dia berbohong kepada Rania dengan mengatakan akan pergi meeting. Padahal sebenarnya, pagi tadi Dinar mengiriminya pesan, meminta dia untuk menemani periksa ke dokter kandungan."Ya?" sahut Farhan."Ini dokumen yang diantar oleh Nona Rania, saya diminta untuk memberikannya kepada Pak Farhan," ucap karyawati yang tadi berbicara dengan Rania.Farhan menerima dokumen tersebut dengan kedua alis tebalnya yang saling bertautan karena bingung bercampur terkejut."Rania ke sini?" tanya Farhan memastikan."Iya, Pak. Tadi pagi Nona Rania ke sini ingin menemui Pak Farhan, tapi Pak Farhan sedang tidak ada di kantor. Jadi, Nona Rania menitipkannya kepada saya," jelas wanita itu."Oh ya, Nona Rania juga meminta Pak Farhan untuk segera menghubunginya," sa