Seorang wanita yang masih mengenakan pakaian tidur tipis dengan wajah sedikit pucat berjalan gontai untuk membukakan pintu. Bibir tebalnya langsung memaju ke depan saat pria yang ditunggunya menampakkan wajah di hadapannya.
"Kenapa Mas lama sekali?" tanya Disti kepada Farhan yang masih berdiri di ambang pintu sambil membawa kresek berwarna putih di kedua tangannya.Pria itu langsung menerobos masuk walau belum dipersilakan oleh pemilik kamar. Dia menyimpan belanjaannya di atas meja, kemudian kembali menghampiri sang kekasih.Dengan begitu mesra Farhan langsung memeluk Dinar dari belakang dan tak berhenti menciumi wajah juga leher wanita itu."Mas merindukanmu, Sayang," bisik Farhan.Embusan napas pria itu mengenai leher jenjang Dinar hingga membuat kekasihnya itu menggelinjang karena geli. Dinar langsung berbalik, saling berhadapan dengan Farhan, menatap lamat wajah tampan itu dengan pandangan yang polos dan teduh."Aku sudah cemas, kupikir Mas tidak jadi ke sini," tutur Dinar, manja.Farhan tersenyum sambil membelai rambut panjang Dinar dengan lembut. "Sekarang Mas sudah ada di sini, kau mau apakan Mas?" tanyanya menggoda.Dinnar mencebikkan bibir lantas menjauhkan tubuhnya dari Farhan, berpura-pura tak acuh."Aku sedang tidak enak badan, Mas," tuturnya sembari duduk di sofa.Farhan mengikuti Dinar dan duduk tepat di sampingnya. Setelah itu, Farhan membuka kantung kresek yang di bawanya tadi."Mas membelikan makanan kesukaanmu. Dimakan ya! Nanti keburu dingin jadi tidak enak lagi, setelah itu kamu minum obat ini," ujar Farhan.Dinar mengambil obat yang dibeli oleh Farhan dan memeriksanya dengan seksama. Rupanya kekasihnya itu membeli obat demam sesuai permintaannya, malah ada beberapa jenis vitamin juga sebagai tambahannya."Ayo, makan!" Farhan menyodorkan sesendok makanan ke mulut Dinar sambil tersenyum manis.Dengan senang hati wanita itu langsung membuka mulutnya, melahap makanan dari suapan sang kekasing.Perlakuan manis dan juga perhatian-perhatian yang selalu Farhan tunjukkan setiap hari kepada Dinar, membuat wanita itu semakin merasa sangat istimewa. Dia bahkan lupa bahwa posisinya hanya sebagai kekasih gelap saat ini saking terlena dengan cinta terlarang mereka."Mas gak ikut makan?" tanya Dinar dengan mulut yang masih dipenuhi makanan.Farhan tersenyum gemas melihatnya. "Mas sudah makan tadi bersama Rania," katanya. Farhan sengaja menjeda perkataannya selama beberapa detik untuk melihat seraut wajah cantik di hadapannya. "Sekarang Mas hanya ingin memakanmu," tutur Farhan sambil tersenyum nakal.Dinar memutar bola matanya jengah sambil menelan sisa-sisa makanan di mulutnya."Aku sedang tidak enak badan loh, Mas," ucap Dinar manja.Farhan tertawa pelan, lantas mengusap puncak kepala Dinar penuh kasih sayang. Entah kenapa? Perasaannya semakin hari semakin bertambah untuk wanita di hadapannya itu. Tak hanya cantik, Dinar sosok wanita baik dan polos yang mampu menggetarkan hatinya dan belum pernah dia temui dari wanita lain termasuk Rania, istrinya.Sebenarnya, Rania juga wanita yang baik, dia sangat sempurna, dan penurut. Namun, entah kenapa Farhan tidak bisa merasakan jantungnya bergetar hebat saat berada di dekat Rania. Semua sangat berbeda ketika dia sedang bersama Dinar, getaran cinta itu muncul begitu saja.Namun, jika disuruh memilih di antara keduanya, tentu Farhan tidak akan bisa memilih karena baik Rania atau pun Dinar, keduanya sangat penting untuk melengkapi hidupnya.Di tempat yang berbeda, Rania sedang menikmati secangkin choco latte bersama sahabatnya di salah satu kafe favorit mereka. Lalita tiba-tiba saja menghubungi Rania dan berkata ingin bertemu dengannya. Wanita itu mengaku sedang bertengkar dengan tunangannya, dan saat ini dia membutuhkan teman curhat."Menurutmu, sekarang aku harus bagaimana?" tanya Lalita.Rania menyesap minumannya secara perlahan sebelum menjawab pertanyaan sahabatnya yang sedang galau."Menurutku itu hal yang wajar sih, La. Pertengkaran, baik itu karena salah paham atau karena miskomunikasi di waktu dekat-dekat hari pernikahan itu sudah biasa. Orang bilang itu ujian untuk calon pengantin seperti kalian," jelas Rania."Tapi, Ra, sikap dia itu sangat berlebihan, posesif. Dia minta aku untuk selalu menghubunginya setiap waktu, apa saja yang ingin aku lakukan harus bilang dulu sama dia. Lama-lama aku tertekan, aku capek, Ra." Lalita bercerita dengan menggebu-gebu penuh emosi.Rania yang mendengarnya langsung menghela napas panjang seraya menggelengkan pelan kepalanya. Dia paham bagaimana perasaan Lilita saat ini. Hal yang wajar, pertengkaran pasangan kekasih sebelum menjelang hari pernikahan."Itu tandanya dia sayang sama kamu, Lala. Ambil sisi positifnya saja, nikmati keposesifan Arfan sebelum dia berubah menjadi dingin seperti es. Selagi tak ada kekerasan dan juga perselingkuhan, kalian bisa saling memaafkan," tutur Rania lembut.Kali ini giliran Lalita yang menghela napas panjang. Dia menggigit bibir bawahnya sambil mencerna perkataan Rania baru saja."Lagi pula, Arfan tidak mungkin seposesif sekarang kalau kamu memiliki cukup waktu untuk kalian berdua. Akhir-akhir ini 'kan kamu memang sibuk dengan karirmu," sambung Rania lagi."Iya, sih," jawab Lalita lirih sambil menyeruput minumannya."Bagaimana dengan Farhan?" tanya Lalita. Tiba-tiba saja dia ingat bahwa sahabatnya juga sedang tidak baik-baik saja saat terakhir mereka bertemu kemarin malam."Aku sudah bertanya kepadanya, dia bilang tidak ada hubungan apa-apa selain atasan dan karyawan." Rania berbicara dengan nada santai, tetapi sorot matanya berkata lain."Dan kau percaya?" tanya Lalita.Rania langsung mengangguk mengiakan. "Aku juga sudah memeriksa ponselnya, tak ada yang mencurigakan," ucapnya.Lalita terdiam sejenak sambil menatap wajah cantik sahabatnya dengan sorot yang sulit diartikan. Jujur saja, dia sangat tidak percaya jika tak ada hubungan apa pun antara Farhan dengan sekretarisnya. Namun, sebagai sahabat yang ingin menjaga perasaan Rania, Lalita tidak sampai hati untuk mengutarakan kecurigaannya."Semoga saja benar begitu," sahut Lalita sambil mengangguk ringan lantas kembali menyeruput minumannya.Sebenarnya, Rania belum benar-benar percaya dengan Farhan. Hanya saja, tak ada bukti yang kuat atas kecurigaannya tersebut. Dia juga tidak berani mengutarakan isi pikirannya kepada Lalita karena Rania pikir orang lain termasuk sahabatnya tidak perlu tahu lebih dalam tentang permasalahan rumah tangganya."Ra, aku angkat telepon dulu ya," pamit Lalita saat ponselnya tiba-tiba saja berdering.Rania langsung mengangguk mempersilakan sahabatnya untuk menjawab telepon. Sementara itu, Rania menunggu sambil sambil menikmati sisa minumannya.Beberapa menit kemudian, Lalita kembali duduk di tempatnya semula setelah selesai berbicara dengan seseorang melalui sambungan teleponnya."Arfan bilang dia mau ke sini," katanya tanpa ditanya."Kalau begitu, sebaiknya aku pulang sekarang. Lagi pula sebentar lagi Farhan akan menjemputku, kami akan pergi menemui Nara," ujar Rania sembari memasukkan ponselnya ke dalam tas."Kamu tidak mau nunggu Arfan dulu?" tanya Lalita."Sampaikan salamku kepadanya. Baik-baik kamu sama dia, Arfan pria yang baik," pesan Rania kepada Lalita sembari beranjak berdiri bersiap untuk pergi.Dia mencium pipi kiri dan kanan Lalita sebelum berpamitan. Setelah itu, Rania pun bergegas keluar dari kafe. Namun, saat dia sedang berjalan menuju mobilnya, tiba-tiba saja dia bertabrakan dengan seseorang.Entah dia yang ceroboh atau justru sebaliknya. Namun, semua itu terjadi begitu saja hingga membuat ponsel milik orang itu terjatuh tepat di hadapannya."Maaf," ucap Rania tanpa melihat lawan bicaranya. Dia langsung berinisiatif mengambilkan ponsel orang yang dia tabrak untuk dikembalikan kepada pemiliknya."Rania?"Mendengar namanya disebut, Rania pun langsung menoleh, melihat orang yang memanggilnya. Kening Rania mengerut, mencoba mengingat wajah tampan yang ada di hadapannya."Kau mengenalku?" tanyanya bingung.Dia sampai lupa pada niatnya yang ingin mengembalikan ponsel pria tak dikenal yang baru saja dia ambil dari tanah.Pria tampan itu mengangguk, lalu mengembangkan senyum manis kepada Rania."Aku Ken," katanya. Namun, Rania masih belum bisa mengingat siapa pria itu. "Aku Kendrick," ulangnya."Kau benar-benar Rania, 'kan?" tanya Kendrick seolah ingin memastikan bahwa dirinya sedang tidak salah orang."Ya, aku Rania, tapi maaf aku tidak bisa mengingat siapa kau," ucap Rania menampakkan raut rasa bersalah karena benar-benar tidak mengenali Kendrick.Seingat Rania, dia tidak memiliki teman pri
Rania refleks mundur sambil menutup mulut dengan tangannya, menghalangi niatan Farhan yang ingin melahap bibirnya. Rania tidak ingin melakukan hal itu sekarang karena bisa merusak kembali riasan yang sudah susah payah dia kerjakan. Bukan apa, karena jika sudah berciuman Farhan pasti ingin melakukan hal yang lebih, dan itu tidak cukup waktu yang sebentar."Jangan sekarang, kau bisa merusak make up-ku," tolak Rania secara halus. Bibir tipis itu memberenggut, sangat menggemaskan. "Aku sudah susah payah berdandan, kau malah ingin merusaknya lagi," sambung Rania.Farhan terkekeh pelan lantas mencubit pelan pipi gembil Rania karena gemas. Setelah itu, Farhan merangkul pinggang ramping sang istri dan menariknya hingga merapat. Pria itu mendekatkan kepalanya tepat di samping telinga Rania."Baiklah, aku tidak akan melakukannya sekarang. Aku akan membuatmu tidak bisa tidur nanti malam," bisik Farhan yang membuat wajah Rania bersemu kemerahan karena malu."Kau-""Ayok
Hati Rania sangat sakit bagaikan kertas yang diremas-remas hingga tak berbentuk kemudian dilempar begitu saja. Dia mengangkat pandangannya lalu menatap Farhan yang sedang menemani Nara mewarnai gambar tanpa berkedip dan dengan sorot berkaca-kaca karena syok. Senyum dan tawa yang terukir di bibir suaminya itu mendadak terlihat bagaikan sebuah ejekan untuknya.Rania kembali tertunduk melihat layar ponsel yang masih menyala dan menampakkan foto Farhan bersama wanita lain. Tanpa sadar dia menggenggam erat benda pipih itu, seolah melampiaskan rasa sakit sekaligus kecewanya terhadap sang suami."Sayang, kau kenapa?" tanya Farhan. Entah sejak kapan pria itu memerhatikannya.Rania terdiam selama beberapa detik. Mulutnya terasa kelu, enggan untuk mengeluarkan suara. Ditatapnya dalam-dalam wajah tampan Farhan tanpa berkedip dan sorot berkaca-kaca.Ingin rasanya Rania berteriak, memarahi Farhan dan bertanya tentang foto-foto yang dia miliki sekarang. Dengan siapa dan sudah
Penglihatan Rania memang tidak salah, Farhan bertemu dengan seorang klien di restoran. Namun, Rania tidak tahu bahwa di dalam sana juga ada Dinar yang sudah menunggu kedatangan Farhan. Beberapa menit selepas meeting dengan kliennya selesai, Farhan langsung menemui Dinar yang sudah menunggunya di meja lain.Farhan menghela napas panjang sebelum menarik kursi kosong dan mendudukinya. Dia menatap Dinar yang nampak sedang bad mood selama beberapa detik."Ada apa? Kenapa kau tiba-tiba ingin mas datang menemuimu?" tanya Farhan. "Kau tahu kan kalau tindakanmu itu sangat berbahaya? Rania bisa curiga kepada kita," sambung Farhan lagi.Dinar nampak cemberut, dia meminum jus miliknya melalui sedotan yang tersedia sebelum menjawab perkataan kekasihnya."Maaf, lagi pula kalau aku tidak memaksa Mas pasti tidak mau bertemu denganku," ujar Dinar sambil menggenggam tangan Farhan di atas meja."Oh, ya. Aku punya sesuatu untuk Mas," ucapnya.Mata Farhan menyipit melihat Di
[Sebenarnya kau ini siapa? Kenapa kau mengirimkan foto-foto suamiku? Apa kau sedang mencoba menghasutku agar rumah tanggaku dengan Farhan hancur?]Rania menghela napas panjang setelah mengirimkan pesan tersebut ke nomor misterius. Dia duduk di tepi ranjang dengan perasaan gundah sambil mengetuk-ngetukkan kedua tangan yang menggenggam ponsel pada dahinya.Otaknya terus berputar memikirkan banyak hal, salah satunya adalah mengenai perselingkuhan Farhan. Apa yang akan dia lakukan jika suaminya itu benar-benar berkhianat?Rania kembali menghela napas kasar. Rasanya begitu sangat menyesakkan, hingga kepalanya pun mendadak berdenyut menyakitkan.[Kau akan pulang jam berapa?]Rania mengirimkan pesan kepada Farhan, ingin memastikan kapan suaminya itu pulang.Beberapa menit menunggu, ponselnya bergetar menandakan ada notifikasi pesan masuk. Rania langsung melihatnya untuk membaca pesan tersebut.[Aku sedang di jalan, sebentar lagi sampai.]Baru saja Rania
Malam sudah larut, tetapi Rania tidak bisa tertidur meskipun dia sudah mencoba untuk memejamkan mata. Pikirannya melayang tak karu-karuan memikirkan tentang perselingkuhan Farhan. Hatinya benar-benar tak tenang dan terasa sangat sesak. Dia melihat ke samping, suaminya nampak sudah terlelap dalam tidur. Begitu tenang seolah tak ada beban apa pun. Sementara itu, Rania terus menghela napas panjang untuk menetralkan perasaannya sendiri.Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 6.30 saat Rania baru saja membuka matanya yang masih mengantuk. Semalam dia baru bisa tidur sekitar pukul empat pagi. Hal itu menyebabkan Rania bangun terlambat.Saat masih mengumpulkan puing-puing kesadarannya, Rania melihat Farhan sudah terlihat rapi dan wangi. Padahal biasanya pria itu masih terbaring di tempat tidur bermalas-malasan, menunggu hingga Rania membangunkannya."Kau mau ke mana?" tanya Rania dengan suara parau khas orang bangun tidur.Dia langsung beranjak bangun, duduk di
"Pak Farhan."Mendengar namanya dipanggil, Farhan pun menghentikan langkahnya tepat di depan meja resepsionis kantornya. Dia baru saja datang ke kantor sehabis menemani Dinar periksa kandungannya ke dokter.Ya, dia berbohong kepada Rania dengan mengatakan akan pergi meeting. Padahal sebenarnya, pagi tadi Dinar mengiriminya pesan, meminta dia untuk menemani periksa ke dokter kandungan."Ya?" sahut Farhan."Ini dokumen yang diantar oleh Nona Rania, saya diminta untuk memberikannya kepada Pak Farhan," ucap karyawati yang tadi berbicara dengan Rania.Farhan menerima dokumen tersebut dengan kedua alis tebalnya yang saling bertautan karena bingung bercampur terkejut."Rania ke sini?" tanya Farhan memastikan."Iya, Pak. Tadi pagi Nona Rania ke sini ingin menemui Pak Farhan, tapi Pak Farhan sedang tidak ada di kantor. Jadi, Nona Rania menitipkannya kepada saya," jelas wanita itu."Oh ya, Nona Rania juga meminta Pak Farhan untuk segera menghubunginya," sa
Sore menjelang petang, Rania tiba di lokasi sesuai alamat yang dikirimkan oleh nomor misterius kepadanya. Awalnya dia tidak mau datang karena takut ini hanyalah jebakan seseorang untuk menghancurkan rumah tangganya dengan Farhan.Namun, rasa penasaran mencuat lebih kuat. Terlebih, saat mengingat bahwa dia pernah menemukan nota belanjaan di saku jas Farhan yang bukan belanjaan miliknya. Serta sebelumnya juga Rania sempat memergoki suaminya itu pergi bersama sekretarisnya ke hotel.Rania menghela napas kasar. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh tempat, guna memastikan keadaan disekelilingnya. Suasana cukup ramai karena kebetulan hari ini adalah sabtu malam.Banyak pasangan, baik itu yang sudah menikah atau masih berpacaran mendatangi tempat tersebut. Salah satu restoran baru yang sangat direkomendasikan orang-orang karena lokasinya sangat strategis.Perlahan, Rania berjalan masuk mencari tempat yang sekiranya akan dikunjungi Farhan dengan wanita simpanannya. D