Share

Bab 5

“Biar saya antar,” kata Mr. Thomas saat kami sudah berada di depan kantor dan kali ini sukses membuat kilasan-kilasan masa lalu kembali menghantui. 

Aku mundur selangkah dan tubuh mulai bergetar hebat. Ingin berteriak tapi lidah ini kelu. Ada bagian di dalam diri yang menolak kisah berulang, suatu ketakutan yang berusaha kuhindari sejak dulu. Pandangan sedikit kabur karena air mata yang siap meluncur tanpa tahu malu. Tangan berusaha menggapai apa pun yang berada di dekatku untuk dijadikan pegangan agar tubuh ini tidak ambruk.

“Ayo!” ucap Mr. Thomas saat sebuah sedan berwarna hitam sudah terparkir tepat di hadapan kami.

“Ti ... tidak perlu, Pak,” jawabku setelah berusaha untuk mengendalikan diri agar terlihat biasa di hadapan sang bos.

“Ini sudah malam dan saya tidak mungkin membiarkanmu pulang sendiri,” ucapnya sambil membukakan pintu penumpang, “kamu tidak membawa kendaraan bukan?”

Antara takut dan kaget, itulah rasa yang kini berkecamuk dalam jiwa. Takut akan keadaan yang mulai membuat tubuh semakin berkeringat dan bergetar, tapi bingung juga karena Mr. Thomas mengetahui kalau aku tidak membawa kendaraan. Mungkin untuk karyawan lain akan menerima tawarannya dengan cepat, tapi untukku ... ini bukan hal yang aku harapkan meski hal buruk terjadi.

“Sa ... saya ...,” kataku yang berusaha untuk mencari alasan terbaik guna menolak tawaran itu secara halus. 

“Kenapa? Tidak baik lho seorang perempuan pulang sendiri malam-malam begini,” kata Mr. Thomas yang kuakui kebenarannya, “jalan ke arah rumahmu melewati daerah yang sepi bukan?”

Aku semakin terdiam dengan tubuh yang bergetar hebat. Bagaimana Mr. Thomas tahu mengenai jalanan ke rumah, sedang dia tidak tahu di mana rumahku berada? Apakah dia menyewa seorang detektif untuk mematai-matai? Namun, atas dasar apa dia melakukan hal tersebut, terlebih itu adalah hal yang paling tidak masuk akal dilakukan oleh orang sesibuk dia. Sukses dan tampan, untuk apa memerhatikan karyawan sepertiku?

Aku masih mencoba berpikir untuk menghindari ajakan Mr. Thomas saat tiba ada sebuah tangan yang memeluk dari belakang. Selama beberapa detik sempat tertegun, tapi saat melihat siapa pemilik tangan itu membuatku sedikit tenang. Itu adalah tangan milik sahabatku—Aries. Entah apa yang membuatnya masih di kantor, padahal hari ini dia tidak lembur dan ada ajakan untuk pergi ke luar. Namun, apa pun alasannya tetap berada di kantor, hal itu justru menguntungkanku saat ini.

“Gab pulang bersama saya, Pak,” katanya sambil menarik pelan tanganku yang sempat ditarik oleh Mr. Thomas beberapa saat lalu.

Samar aku melihat Mr. Thomas mengerutkan dahinya sejenak sebelum akhirnya sebuah senyuman terbit di bibir yang warnanya sedikit cokelat—maklum Mr. Thomas adalah seorang perokok. “Baiklah, tadi saya hanya khawatir jika Gab pulang sendirian, ini sudah malam,” katanya diplomatis, “saya titip dia sama kamu, tolong jaga baik-baik dan antara sampai ke rumah!”

“Pasti akan saya antar hingga depan rumahnya, Pak, dan menunggunya hingga masuk,” jawab Aries dengan penuh penekanan yang membuatku sedikit mengerutkan dahi. Aku tahu betul bagaimana Aries, dan tidak sekalipun dia melakukan hal itu, terutama kepada Mr. Thomas.

Sang bos besar kini telah berlalu hingga hanya menyisakan wangi parfum yang cukup tajam tapi halus. Lelaki yang sering menjadi bahan obrolan para karyawati itu telah memasuki mobil mewahnya berwarna hitam yang dikendarai oleh seorang pria paruh baya. Namanya big boss, mana mungkin dia menyetir sendiri bukan?

“Are you ok?” tanya lelaki yang masih memelukku cukup erat.

Hanya anggukan yang bisa kuberikan sebagai jawaban. Kali ini keadaan memang sudah jauh lebih baik dari sebelumnya meski tubuh ini masih bergetar dan kaki sedikit lemas—andai Aries tidak menopang maka sudah pasti jatuh terduduk. Begitu besar guncangan masa lalu menerpa hidupku, butuh perjuangan keras agar bisa bangkit dan terlihat baik-baik saja di hadapan banyak orang, tapi kini seakan semua usahaku itu sia-sia hanya karena sikap Mr. Thomas.

“Ada apa?” tanya Aries sambil menepuk bahuku dengan begitu pelan seakan ingin mengembalikan kesadaranku atas semua yang terbayang di dalam otak. “Kamu kenapa bisa bergetar begitu hebat hanya karena Mr. Thomas?”

Tangis pun akhirnya pecah, tidak tahu apa yang membuatku menangis, yang jelas dada ini terasa begitu sesak bagai ada berton-ton beban mengimpit. Aries yang peka dengan hal itu langsung memelukku semakin erat sambil mengatakan beberapa untaian kalimat sebagai penenang. Namun, alih-alih ingin berhenti tetesan air mata ini semakin deras membasahi pipi, dan baju Aries tentunya.

“Cerita Gab, ada apa?” tanya Aries setelah isak ini mulai mereda.

Cerita, sebuah kata sederhana tapi tidak pernah bisa kulakukan. Kejadian yang telah terjadi bertahun-tahun silam itu hanya bisa dipendam seorang diri tanpa ada yang tahu, bahkan kedua orang tuaku sekali pun. Anggap saja aku yang terlalu tertutup atau hal lainnya, tapi rasanya hal itu sebuah aib besar yang tidak boleh ada yang tahu. Mungkin keenggananku untuk bercerita menjadi salah satu penyebab lamanya terkungkung dalam masa lalu yang selalu menghantui.

Perlahan kulepas pelukan Aries kemudian berjalan meski dengan kaki yang masih lemas. Beberapa kali hampir terjatuh, tapi Aries dengan sigap menangkap tubuh ini. Dia memang tahu bagaimana lemahnya diri ini, tapi sebisaku untuk berusaha tidak tergantung kepada dia.

“Gab, biar kuantar,” kata Aries saat aku kembali akan terjatuh, tapi dengan keras kepalanya aku melepaskan tangan itu dan kembali berjalan seorang diri sambil berulang kali menghalus bulir air mata yang siap jatuh membasahi pipi.

“Aku ingin sendiri saat ini,” kataku saat Aries kembali menawarkan untuk mengantar, “lagi pula, aku harus pergi satu tempat yang cukup jauh.”

“Kamu mau ke mana malam-malam begini, Gab? Biar kuantar ke mana pun kamu pergi,” kata Aries yang nampaknya mengkhawatirkan keadaanku.

“Tidak, kali ini aku harus pergi sendiri,!” kataku berkeras yang kemudian kembali melangkah dengan tubuh yang masih terseok.

Aku lelah terus-terusan seperti ini, dikasihani seseorang dan seolah-olah tidak bisa melakukan semuanya seorang diri. Padahal aku masih mampu berdiri di atas kaki sendiri, menghadapi semuanya sendiri tanpa sokongan orang lain. Tidak ada yang salah dengan perhatian Aries, hanya saja aku merasa diri ini terlihat begitu mengkhawatirkan. Dia memang baik, sangat baik, tapi kali ini aku harus kembali berusaha sendiri sembuh dari luka masa lalu yang telah menggoreskan luka begitu dalam di lubuk jiwa terdalam.  Sempat membaik, tapi semua kembali memburuk hanya karena seorang laki-laki bernama Mr. Thomas. Semua yang dilakukan bosku itu seolah ingin membawa semua kenangan masa lalu kembali ke dalam hidup yang mulai membaik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status