Belum puaskah kamu melukaiku hingga harus mengirimkannya untuk membuat hati ini semakin hancur? Butakah kamu dengan keadaanku selama ini yang hancur berkeping karena ulahmu? Terseok mencoba berdiri dengan hati yang luluh lantak.
Lihat lebih banyak“Keluar!” Suara seseorang itu terus terngiang di telinga hingga membuatku harus menutup indra pendengaran dengan cepat. Kejadian demi kejadian berputar di dalam otak bagai sebuah film yang sedang tayang, membuat lubang di lubuk hati terbuka semakin besar.
“Pergi!” kataku dengan suara lantang berusaha mengusir apa pun yang kini berada di dalam otak. Kali ini saja ingin hidup tenang, tanpa ada bayangan kejam yang menyiksa jiwa dan raga. “Aku tak pernah menyakitimu, kenapa kamu menyakitiku tanpa ampun?”Air mata tanpa terasa telah luruh membasahi pipi yang sudah tak pernah lagi teroles make up. Bibir yang biasanya tersenyum manis kini bergetar hebat. Bukan hanya bibir, tapi tubuh ini pun bergetar. Setiap kali kenangan itu datang, maka tubuh akan memberikan reaksi berlebih. Sudah coba ditahan, tapi tak pernah berhasil karena besarnya pengaruh hal itu.Gilakah aku? Tidak, aku menolak untuk disebut gila karena semuanya baik-baik saja. Aku masih bisa beraktivitas dengan baik, bekerja, jalan-jalan, dan hal lainnya secara wajar. Tidak pernah mengamuk secara berlebih kecuali saat bayangan-bayangan itu muncul. Ingin enyahkan semua tapi ternyata itu terlalu sulit.“Gab, Sayang.” Sebuah pelukan kurasakan begitu erat dari seseorang yang selama ini dengan setianya menemani dalam berbagai keadaan, baik suka maupun duka. Orang yang menganggap bahwa apa yang terjadi kepadaku saat ini adalah sebuah reaksi wajar, dan satu-satu orang yang menganggapku tidak gila, dia adalah Aries, seorang sahabat yang begitu menyayangi dan mengerti aku.Kupeluk tubuh kekar Aries hingga menumpahkan semua sesak di dada. Dia tidak pernah keberatan seandainya pakaian yang dia kenakan menjadi basah karena air mat. Aries memang sahabat terbaik yang pernah kumiliki, tidak pernah mengeluh meski dengan keadaanku yang jauh dari kata baik-baik saja.“Ada apa?” tanya Aries saat tangis itu perlahan mulai reda.Tidak ada jawaban yang terlontar dari bibir, lidah ini memang terasa begitu kelu saat mengingat kembali apa yang membuat keadaanku yang awalnya baik kini menjadi kacau, terlebih saat ini sedang berada di kantor, tempat yang paling jarang membuatku tertekan hingga histeris seperti tadi. Andai saat ini aku berada di ruangan, sudah barang pasti menjadi bahan gosip banyak karyawan—Gabriela Armand berteriak histeris saat di ruang rapat. Beruntung, sebelum semuanya memburuk aku sempat undur diri ke gudang peralatan yang sangat jarang sekali karyawan ke sini.Aku tidak tahu, dari mana Aries mengetahui jika aku berada di sini, seharusnya saat ini dia sedang berada di lapangan untuk meninjau sebuah proyek. Aku dan dia memang bekerja di perusahaan yang sama, tetapi pada bagian yang berbeda. Aries bertugas meninjau semua proyek yang dilakukan oleh perusahaan, sedang aku bagian pemasaran yang lebih sering bertemu dengan klien.“Gab ....” Aries kembali sambil sedikit menjauhkan wajahku dari tubuhnya hingga meninggalkan jejak basah di kemejanya. Kuusap baju berwarna biru itu dengan perlahan, tapi Aries langsung menjauh seolah tanganku adalah noda yang tidak pantas menyentuhnya.“Kamu jijik sama aku ya?” tanyaku sambil menggigit jemari yang tadi berusaha membersihkan basah di pakaian Aries.Aries langsung menarik tanganku dan mendekapnya erat. Sebelah tangannya yang bebas menghapus jejak air mata yang tadi membasahi pipi. “Tidak, kamu tidak menjijikkan, Gab, aku justru suka dengan bekas air matamu, makanya tak ingin kamu menghapusnya.”Aku menatap mata Aries dengan teliti, mencari kejujuran di mata bermanik biru itu. Jelas, yang kulihat hanya kejujuran serta ketulusan saja, tidak ada kebohongan sama sekali hingga akhirnya membuatku tersenyum. “Aku ... aku ...,” ucapku sambil kembali menarik tangan dan mulai menggigitnya.“Cerita, Gab!” desak Aries sambil sedikit mengguncangkan tubuhku.Aku menatap Aries, meyakinkan diri apakah cukup bijak untuk menceritakan semuanya? Bukan hal mudah untuk mengatakan apa yang telah terjadi, semua terlalu menyakitkan, bahkan aku merasa jika hal itu adalah sebuah aib yang harus disembunyikan. Aries belum tentu akan bertahan di sampingku jika mengetahui kejadian sebenarnya.“Gab, please cerita!” Aries sedikit memohon tapi bibir ini masih juga bungkam dan bayangan-bayangan itu kembali memenuhi pikiran yang sudah sempat tenang selama beberapa saat tadi.“Gak, kamu gak boleh tahu!” teriakku sambil menutup telinga dan menarik diri.“Gabriela Armand!” teriak Aries tidak kalah kerasnya denganku dan hal itu membuatku semakin mundur hingga tubuh ini merapat pada dinding. Aries maju dan menarikku ke dalam pelukannya meski sedikit kasar dan mendapat penolakan, tapi tetap saja dia berhasil melakukannya. “Tidak apa aku gak boleh tahu semuanya, Gab, tapi tenanglah! Lupa semua beban yang masih menggelayut di dalam pikiranmu!”Tangis itu kembali luruh dan membuat baju Aries semakin basah. Beban yang selama ini menggelayut dalam pikiran terasa begitu hingga kadang aku tak yakin mampu menghilangkan semuanya. Bukan tak ingin melepas semua beban, tapi rasanya terlalu sulit hingga membuatku selalu pesimis akan hal itu.“Gab, kamu tidak usah khawatir dan takut, ada aku yang selalu menemanimu,” kata Aries sambil membelai rambutku dengan begitu lembut, “tidak perlu berusaha melupakan semuanya kalau kamu belum siap. Tidak perlu juga cerita jika hal itu hanya akan membuatmu semakin sakit.”“Aku ... aku belum siap dengan semuanya, Aries,” ucapku dalam isak yang perlahan mulai mereda.“Tidak apa jika kamu belum siap,” kata Aries sambil sesekali mengecup puncak kepalaku dan entah mengapa itu rasanya begitu menenangkan, “suatu hari nanti saat kamu mau cerita, jangan pernah sungkan untuk mencariku dan menceritakan semuanya!”“Terima kasih ... terima kasih karena selalu ada untukku.” Kujauhkan wajah dari pelukan hangat yang selalu berhasil membuatku tenang saat terguncang. “Kamu sangat baik kepadaku, Aries.”Sesaat kulihat dia menarik napas sambil tersenyum dengan begitu indah. “Jangan berterima kasih, Gab, kamu adalah sahabatku dan akan selamanya jadi sahabat yang akan kujaga meski dengan nyawa sekalipun!”Terharu? Tentu saja. Tidak pernah ada laki-laki yang berucap seperti Aries, dia memang sangat baik dan begitu peduli kepadaku. Sosok sahabat yang tak akan pernah bisa digantikan oleh siapa pun.“Sudah kubilang, tidak usah mengkhawatirkan ini, aku bisa mengganti kemejaku nanti,” kata Aries saat dia menyadari tatapanku yang masih terfokus pada kemeja basahnya, “ini bukan masalah, Gab, yakinlah!”“Terima kasih,” kataku sambil menghapus jejak bulir-bulir air mata yang sudah sepenuhnya berhenti, “aku harus kembali bekerja dan bersiap menghadapi tumpukan file yang diberikan Mr. Thomas.”“Perbaiki dulu riasanmu agar tetap terlihat cantik dan mampu menarik hati semua klienmu, Gab!” kata Aries dengan sedikit canda tapi mampu membuatku kembali terdiam sebelum akhirnya tersenyum getir untuk menyembunyikan semuanya dari Aries.Dilema, itu yang aku rasakan saat ini, bagaimana tidak, satu sisi ingin pergi meninggalkan tempat yang menurutku adalah neraka, tapi di sisi lain ada seorang ibu yang memohon demi kelangsungan masa depannya. Bukan hanya soal perempuan tadi, tapi juga anak-anaknya yang masih kecil. Apakah aku harus belajar egois saat ini demi masa depan diri sendiri atau diam begitu saja?“Saya mohon, Nona,” katanya sambil menangkupkan tangan di depan dada bahkan kini dia sudah berlutut memohon belas kasihku. Aku kembali menatapnya sekilas dan kemudian menatap pintu yang masih tertutup. Melangkah atau tetap diam di sini?Sejenak aku menunduk memikirkan semuanya, masalah hidup yang jauh dari kata sedikit dan ringan selama ini membebani, aku mampu untuk berdiri di atas kakiku sendiri. Namun dia, seperti apa hidupnya sampai memohon hingga berlutut tanpa memikirkan lagi harga dirinya. Aku, apakah akan mampu berperilaku seperti itu jika hal berat menghampiri? Tentu sa
“Ada apa, Non?” tanya seorang perempuan yang diperkirakan berusia sekitar 45 tahun. Aku tidak menjawabnya hanya memandang dengan kewaspadaan tinggi—khawatir jika dia berniat tidak baik. “Saya pembantunya Tuan Thomas.” “Saya tidak apa-apa, hanya mimpi buruk,” ucapku setelah yakin dengan jawaban yang dia berikan, “saya mau pulang!” Aku beranjak dari tempat tidur dan mengambil blazer serta tas yang teronggok di atas meja rias. Perempuan yang tadi masuk berusaha untuk
“Tidak bisakah kamu istirahat saja di sana tanpa harus mengusik hidupku lagi?” tanyaku yang baru tersadar akan kenangan itu saat sebuah panggilan masuk ke ponselku. “Gabriela di sini, ada yang bisa saya bantu?”“Kamu ke ruangan saya, sekarang!” Sebuah perintah yang tidak bisa ditawar dari sang bos yang entah kenapa memilih untuk menghubungi melalui ponsel pribadi daripada telepon kantor.Setelah menutup panggilan, aku mengambil file yang tadi diserahkan Pricilia sesaat sebelum istirahat. Setiap lembar aku periksa dengan teliti untuk memastikan tidak ada hal yang terlewat meski satu kata. Setelah yakin semuanya sempurna, aku langsung beranjak ke ruangan Mr. Thomas di lantai atas gedung.Sebuah pintu kayu besar kini ada di hadapanku dalam kondisi terbuka. Di dalam sana ada sepasang kekasih yang sedang memadu kasih, ingin beranjak dari tempat ini tapi tidak mungkin karena akan membuang waktu. Tetap berada di sini pun bu
“Jelaskan, Gab!” desak Aries saat aku hanya bungkam mengenai maksud dari kata-kataku sebelumnya.“Tidak ada yang perlu dijelaskan, karena kenyataannya memang hanya di alam baka kami bisa bicara, jika Tuhan mempertemukan,” terangku sambil membuka laptop dan tidak lagi menghiraukan apa yang dikatakan Aries hingga akhirnya dia pergi.Sepeninggal Aries, aku terdiam menatap pintu yang kini telah tertutup rapat. Bayangan-bayangan mengenai Arnold bermain-main di dalam otak. Bagaimana lelaki yang dulu menghiasi hari-hari dengan keindahan kini mendengar namanya saja aku sudah sangat enggan. Apalagi jika harus bertemu dengan dia meski bukan lagi raganya.***“Non,” kata Mbok Nah di hari di mana aku baru saja kembali dari seorang psikiater, “ada Polisi di bawah ingin bertemu dengan Nona.”Polisi, sebuah instansi yang dalam mimpimu tidak ingin aku berurusan dengan mereka, tapi
Suasana kantin siang ini sama seperti biasanya, ramai dan penuh dengan para karyawan yang sedang menyantap makan siang mereka sebagai bekal tenaga untuk kembali bekerja. Aku duduk berdua dengan Pricilia, dan obrolan kami seperti biasanya mengenai Aries. Bahasan mengenai lelaki yang satu itu tidak akan pernah ada habisnya jika bersama Pricilia. Mulai dari outfit yang dipakai hingga kegiatan Aries akan dia bicarakan secara detail, dan aku jelas sudah bosan membicarakan hal itu. Kenapa? Terlalu sering dan Aries sendiri tidak pernah merespons Pricilia padahal dia tahu kalau gadis itu menyukainya.Berulang kali aku sudah mengatakan kepada Pricilia mengenai perasaan laki-laki yang satu itu, tapi dia tidak peduli. Menurutnya, selama janur kuning belum melengkung maka masih bisa diusahakan. Padahal, mana ada janur kuning melengkung di kediaman mempelai laki-laki, Pricilia memang terkadang tidak beres pemikirannya. Namun, di balik sifatnya yang ceplas-ceplos dan terkadang sepert
Aku menarik napas dalam saat tiba-tiba ponsel Mr. Thomas berbunyi, setidaknya kali ini terselamatkan dari pertanyaan yang sangat tidak penting. Mr. Thomas berlalu dari ruang rapat setelah menjawab teleponnya meninggalkanku seorang diri. Beberapa kali kuhirup napas dalam hanya agar diri ini sedikit lebih tenang. Sikap Mr. Thomas tadi membuatku sedikit takut, kilasan masa lalu pun kembali menyapa hingga membuat tubuh bergetar dan keringat mulai bercucuran.“Kenapa obat itu tidak berpengaruh apa-apa sekarang? “ tanyaku bermonolog. “Bukankah seharusnya membuatku lebih tenang dan bisa mengendalikan diri?”Kuremas kertas yang ada di hadapan tanpa peduli apakah itu bagian dari file penting atau hanya sebuah kertas biasa. Saat ini yang aku butuh kan adalah pelepasan dari semua keadaan yang menyelimuti diri. Aku terus meremasnya hingga terdengar suara robek tapi tidak dihiraukan. Rasa yang menyelimuti jiwa perlahan mulai membaik hingga akhirn
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen