Share

Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir
Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir
Author: Liazta

Bab 1. Perjuangan Ibu

Author: Liazta
last update Last Updated: 2025-05-07 08:08:18

"Sakit, ah sakit sekali...."

Amora yang terbaring di atas kasur tipis dengan perut besarnya--terus saja mengeluarkan rintihan kesakitan.

Tubuhnya seperti sedang ditarik dua mobil yang berlawanan arah, hingga perut dan kaki seakan terpisah.

Kontraksi kali ini begitu mengerikan.

Wanita itu lantas memijat tulang punggung bagian bawah. Mencoba mengalihkan rasa sakit yang semakin mencekam.

"Ya Tuhanku," desis Amora.

Bayang-bayang sang suami yang berjanji untuk kembali ke rumahlah yang membuatnya bertahan.

Ia tak berani pergi jauh dari kontrakan kecil ini--takut jika suaminya kembali dan tak dapat menemukannya.

Tapi, lima bulan berlalu, Randy tak kunjung kembali....

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Amora sampai harus bekerja serabutan di tempat laundry.

Sayangnya, satu minggu lalu, seorang wanita yang mengaku sebagai pemilik rumah datang dengan marah-marah.

Wanita itu menagih uang kontrakan!

Padahal selama ini Amora mengira rumah kontrakan yang mereka tempati adalah milik keluarga Setiawan, keluarga suaminya.

Katanya, Randy hanya membayar kontrakan 3 bulan, hingga Amora harus melunasi sewa 2 bulan terakhir.

Tabungannya terus menipis, hingga beberapa hari ini, ia terpaksa meneruskan hidupnya dengan makan mie.

Kuota internet pun tak dibelinya agar uang persalinan cukup di bidan.

Ini persalinan pertamanya. Namun, Amora memang tak punya pilihan. Sebagai yatim piatu, tidak ada yang bisa dimintainya pertolongan.

Tidak ada satu pun juga tetangga di kompleks yang jauh dari fasilitas apapun ini.

Saking takutnya, Amora nekad menyiapkan air di dalam baskom dan juga gunting untuk memotong tali pusarnya sendiri bila harus melakukan persalinan pertamanya seorang diri.

Entah harus dikatakan beruntung atau tidak, tetapi anaknya belum keluar, hingga malam ke-3 kontraksinya ini.

"Nak, kamu baik-baik ya, mama mohon jangan tinggalkan mama. Kita akan hadapi ini bersama." Amora terus saja berbicara seakan dia ingin menenangkan dirinya sendiri.

Hanya saja, udara kini begitu dingin.

Tubuh kurus wanita itu menggigil hebat, seolah tak mampu lagi menahan dingin yang menusuk.

Kembali, ia menghubungi suaminya meski setiap panggilan yang dilakukannya selalu berakhir sia-sia.

Memanggil taksi pun tak berani karena takut uang tak cukup.

Setelah berpikir sejenak, Amora akhirnya memutuskan untuk pergi dengan berjalan kaki ke rumah bidan.

Tak lupa dibawanga kantong kecil yang berisi kain panjang 2 buah.

Kain panjang ini diberikan ART yang bekerja di rumah keluarga Setiawan untuk menggendong bayinya nanti.

Tidak disangka kain ini akan sangat bermanfaat untuk bedong calon anaknya.

"Akhh..."

Jalan licin selepas hujan serta gelap, membuat Amora harus jalan dengan sangat hati-hati.

Namun, perutnya kembali terasa sakit.

Jarak tempuh ke rumah bidan seharusnya 45 menit, tetapi langkahnya yang lambat membuat Amora masih di jalan walau sudah 1 jam.

Amora menarik napas panjang.

Dia tidak boleh menyerah!

"Bertahan ya nak, itu rumah bidannya sudah kelihatan." Amora berkata sambil mengusap perutnya.

Untungnya, ia pun akhirnya sudah sampai di rumah bidan!

"Bu bidan, bu bidan bisa tolong saya?" Amora mengetuk-ngetuk pintu rumah bidan tersebut.

Ia sadar di jam 2 pagi seperti ini, ibu bidan pasti sedang tertidur lelap.

Namun, Amora tetap berusaha, hingga matanya tak sengaja menemukan bel di samping pintu. Ditekannya bel berulang-ulang kali hingga pintu rumah itu terbuka.

"Ada apa?" tanya wanita dengan rambut digulung ke atas seperti orang yang baru bangun tidur.

"Bu tolong, saya mau melahirkan." Amora berkata dengan bibir gemetar. Rasa sakit kontraksi membuat sekujur tubuhnya menggigil.

Bidan itu memandang keluar sambil melirik ke kanan dan ke kiri. Setelah melihat tidak ada siapa-siapa, bidan itu bertanya, "Apa kamu datang sendiri?"

Amora mengangguk kan kepalanya.

"Ayo masuk." Bidan bertubuh tinggi itu langsung mengajak Amora masuk ke dalam kamar persalinan untuk memeriksa kondisi pasien.

"Ini sakitnya sejak kapan?" tanya ibu bidan setelah mengetahui pasiennya yang sudah pembukaan 6. Darah juga sudah keluar cukup banyak.

"Sudah 3 hari yang lalu bu, tapi sakitnya masih hilang-hilang timbul." jawab wanita berwajah pucat tersebut.

Bidan bernama Ernawati itu diam mendengar penjelasan dari Amora.

Selain sakit kontraksi Amora juga tidak makan makanan yang sehat dan bergizi. Sudah satu minggu ini ia hanya makan mie instan. Seharusnya ibu hamil tidak mengkonsumsi makanan cepat saji, karena tidak baik untuk janinnya. Namun Amora tidak bisa memilih, karena lambungnya harus diisi agar tidak mati.

Bidan itu memeriksa kondisi Amora. "Pinggul kamu kecil, jadi kamu tidak bisa melahirkan secara normal. Ini pembukaan 6 sudah mentok nggak bisa naik lagi."

Deg!

Jantung Amora seakan ingin lepas dari tempatnya ketika mendengar perkataan ibu bidan.

"Bu, Kondisi saya sangat sehat dan kuat. Saya yakin saya bisa melahirkan secara normal."

"Tidak bisa dipaksa, kondisi kamu sudah lemah. Sebaiknya saya rujuk ke rumah sakit. Apa bisa hubungi suami kamu?" Bidan itu langsung menyarankan untuk rujuk rumah sakit. Bidan Ernawati tidak ingin mengambil resiko. Jika dipaksa maka ibu dan anak bisa tidak selamat. Sedangkan kondisi janin sudah mulai lemah.

"Tapi saya nggak punya paket internet Bu apa boleh minta wi-fi-nya?" Amora berkata dengan sedikit malu.

"Mana handphone-nya?"

Amora memberikan handphone yang dia simpan di dalam saku bajunya.

Bidan itu mengembalikan handphone Amora setelah memasukkan kode internetnya.

Amora mencoba menghubungi suaminya di w******p.

Satu kali panggilan masuk, tapi tidak dijawab.

Amora pun kembali mencoba. Sayangnya, di panggilan ke-6, foto profil suaminya mendadak hilang.

Amora terdiam. Jantungnya seakan berhenti berdetak.

Ia diblokir.

"Bagaimana?" tanya bidan Ernawati menyadarkan Amora dari lamunan.

Amora menggelengkan kepalanya. "Suami saya tidur Bu, teleponnya nggak diangkat."

Sang bidan sontak membelalakan mata. "Suami macam apa ini, istri mau melahirkan dia malah sibuk. Bahkan nggak nggak mau angkat telepon?!"

Amora hanya diam menyembunyikan kesedihan di hatinya.

Padahal, kehadiran anak ini sudah lama mereka nantikan. Namun, mengapa suaminya justru berubah saat ia hamil?

Kali ini, Amora pun mencoba menghubungi nomor handphone mama mertuanya.

"APA KAU TIDAK ADA OTAK MENELPON PAGI-PAGI?" marahnya begitu panggilan tersambung.

"Maaf mi..." Amora berkata sambil menahan rasa sakit di perutnya, "Amor cari mas Randy."

"Cari Randy untuk apa? Lagi pula ngapain kamu cari dia? Asal kamu tahu ya, saya lebih senang Randy tidak ada hubungan lagi dengan kamu. Randy tidak menceraikan kamu, hanya karena kamu sedang hamil. Begitu kamu melahirkan, anak saya akan langsung menceraikan kamu."

Deg!

Jantung Amora seakan mau lepas dari tempatnya. Mengapa Mami mertuanya berkata dengan jahat ini?

"Mi, tolong kasih tau mas Randy kalau aku--"

"Kalau kamu sudah mau mati?" potongnya, "Sorry, kamu itu bukanlah menantu yang saya inginkan. Jadi jangan berharap saya peduli dengan kamu. Mau hidup atau mati, saya tidak mau tahu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Lisa
Ibu mertua laknat ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 96

    Setelah menyuapi Zolin hingga suapan terakhir, Amora menyeka bibir mungil gadis kecil itu dengan tisu, lalu mengecup ubun-ubunnya penuh sayang. Zolin bersandar di lengannya dengan manja, menguap kecil, lalu memeluk erat pinggang Amora.Di seberang meja, Alvaro sedang memangku Emran. Bayi mungil itu tertidur pulas dalam dekapannya. Wajah Alvaro terlihat begitu tenang, bahkan ada kelembutan yang jarang ditunjukkannya di tempat kerja.Amora melirik ke arah Alvaro. Senyum malu-malu tersungging di wajahnya."Mas, boleh saya pegang Emran lagi? Biar mas bisa makan," ucapnya lirih, merasa tak enak karena sejak tadi terus merepotkan.Namun Alvaro justru menggeleng pelan."Tidak usah," katanya lembut. "Emran sudah tenang, dan aku belum lapar. Kamu saja yang makan, Amora."Amora terdiam. Ia menatap pria itu dengan pandangan tak percaya. Seorang CEO, yang biasanya begitu dingin dan tak tersentuh, kini duduk santai sambil menggendong bayi... demi dirinya."Tapi saya nggak enak, mas.""Tidak apa-ap

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 95. Mendebarkan

    “Kalau Kakak Amora beneran jadi Mommy Olin, Olin boleh panggil Mommy juga nggak?” tanya Zolin polos, dengan mata berbinar dan suara yang lembut penuh harap.Amora nyaris tak mampu berkata-kata. Tenggorokannya tercekat. Ia hanya membalas dengan senyuman tipis, menyuapkan sesendok nasi ke mulut kecil Zolin, lalu membelai lembut rambut gadis kecil itu yang kini bersandar manja di bahunya.“Boleh nggak...?” bisik Zolin lagi, suaranya nyaris tak terdengar, seperti takut harapannya ditolak.Sebelum Amora sempat memberi jawaban, suara tenang namun tegas terdengar dari arah meja makan.“Kalau Amora bersedia, Tante akan sangat bahagia.”Semua menoleh. Yurika, duduk dengan anggun, menatap Amora sambil tersenyum tulus.“Zolin bukan hanya butuh pengasuh,” lanjut Yurika. “Dia butuh sosok yang bisa memberinya pelukan hangat sebelum tidur, menyuapinya dengan sabar, menemaninya di hari-hari penting... Tante melihat itu di kamu, Amora.”Ucapan itu membuat Amora terpaku. Ia tak tahu harus menjawab apa.

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 94

    Setelah Randy mengetahui semuanya sikap putranya itu berubah drastis. Putranya itu terpuruk. Bahkan tubuhnya kian kurus, matanya kehilangan cahaya, dan dari caranya bersikap, Dewi tahu, anaknya itu membencinya.Randy sudah tak lagi memandangnya sebagai ibu. Bahkan untuk sekadar menatap wajahnya saja, ia enggan. Dan kini, Dewi tak lagi diperbolehkan datang ke perusahaan yang dulu ia bangun bersama mendiang Yusuf. Perusahaan itu sekarang milik Randy. Dewi menggenggam cangkir teh yang sudah dingin, berharap panasnya bisa kembali, seperti cinta Randy padanya. Tapi semua telah terlambat. Ia sendirian. Terasing di rumah yang dulu penuh tawa, kini hanya menjadi saksi bisu dari kebodohan dan keserakahannya sendiri. Semua ini karena Miranda. Wanita licik, yang telah memperalatnya.Air matanya jatuh, diam-diam… tanpa suara. Karena ia tahu, tidak ada lagi tempat untuknya di hati Randy.“Mami…” Miranda akhirnya membuka suara, mencoba terdengar tenang. “Apa mami ingat, kapan terakhir Randy pula

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 93. Sepi

    Bab 93Siang itu, langit mendung menggantung di atas rumah besar keluarga Sanjaya. Awan kelabu merambat perlahan, menciptakan hawa yang sesak dan menyesakkan dada. Hujan belum turun, tapi udara terasa lembab seperti mengisyaratkan badai lain yang sedang mengintai. Bukan dari langit, tapi dari dalam rumah itu sendiri.Di ruang keluarga yang lapang namun terasa mencekam, Miranda duduk di ujung sofa panjang. Tubuhnya bersandar lelah, perut besarnya bergerak pelan seiring tendangan bayi yang dikandungnya. Rona wajahnya terlihat letih, namun tetap dipaksakan tampil rapi. Lipstik merah menyala dan bulu mata palsu yang mulai miring menjadi topeng terakhir dari harga dirinya.Tak jauh dari sana, duduk seorang wanita anggun dalam balutan dress panjang selutut Rambutnya di digerai namun tetap terlihat rapi dan elegan. Wajahnya pucat, tanpa bedak, tanpa senyum. Dewi, wanita yang dulu dihormati sebagai nyonya besar rumah ini, terdiam menatap cangkir tehnya yang telah lama kehilangan uap hangatn

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 92. Retakan di Dalam Rumah

    Mobil hitam itu perlahan memasuki halaman mansion. Saat roda-roda kendaraan melewati jalur bebatuan putih yang mengarah ke pintu utama, para pelayan yang memang sudah mendapat kabar langsung bersiap menyambut.Begitu pintu mobil terbuka, Amora keluar sambil menggendong Emran yang baru saja terbangun dan merengek kecil. Di sebelahnya, Alvaro turun lebih dulu, kemudian membantu Zolin yang masih mengusap-ngusap matanya karena tertidur sepanjang jalan.“Selamat datang kembali, nona Amora!” sapa kepala pelayan sambil membungkuk sopan.“Selamat datang, Nona!” sambung pelayan-pelayan lain serempak, senyum mereka hangat, tidak dibuat-buat. Seolah mereka tahu, wanita muda yang kini berdiri di hadapan mereka bukan sekadar ‘pekerja’, tapi seseorang yang istimewa bagi keluarga ini.Amora terlihat sedikit canggung, tapi ia membalas senyum itu dengan lembut. “Terima kasih…”Suasana di teras rumah besar itu terasa tenang, hingga terdengar suara langkah dari dalam. Seorang wanita elegan muncul di amb

  • Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir   Bab 91

    Zolin tidak tersinggung. Ia hanya tersenyum kecil, lalu mendekat dan berkata dengan tenang namun penuh percaya diri.“Dulu mommy aku di rumah sakit terus, nemenin daddy. Daddy aku sakit parah, dan mommy jagain dia tiap hari. Makanya mumi nggak bisa jemput aku atau nganter aku ke sekolah.”Anak-anak langsung terdiam. Ada yang terlihat menyesal telah menyangka Zolin berbohong.“Tapi sekarang daddy aku udah sembuh,” lanjut Zolin sambil tersenyum. “Dan mulai hari ini, mumi dan daddy bakal sering jemput aku bareng-bareng!”Wajah teman-temannya berubah. Yang tadinya mencibir kini menatap Zolin dengan kagum.“Wah enak banget dijemput mommy cantik dan daddy ganteng!” ujar salah satu dari mereka.Zolin tertawa. “Iya dong! Mommy aku cantik banget, dan baik banget! Dia juga suka nyuapin aku kalau aku malas makan!”Gadis kecil itu berkata sambil membayangkan, Amora yang menyuapi ia makan.“Terus adik kamu lucuuu,” celetuk seorang anak perempuan Bukan hanya teman-teman Zolin yang penasaran. Para

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status