Untuk kesekian kalinya Yukine dibuat terkejut oleh ayahnya, tidak pernah terbersit sedikit pun jika Balryu adalah putra dari cinta ayahnya ternyata semua ini lebih rumit daripada yang dipikirkan olehnya.
"Kenapa gege bisa bersamamu bagaimana dengan wanita itu?" Rasa penasaran Yukine menggebu-gebu. "Kamu tidak tanya Balryu itu anakku atau bukan?" Bumantara malah sengaja menggoda putrinya. "Yang aku tahu gege anak adopsi jika dia putramu maka kata adopsi tidak akan digunakan." "Anak pintar," puji Bumantara nampak puas dengan putrinya sekarang. "Wanita itu meninggal ketika melahirkan Balryu." Yukine untuk ini tidak siap awalnya dirinya sudah ingin cemburu pada wanita itu mewakili ibunya akan tetapi tidak berguna wanita beruntung yang mendapatkan semua cinta dari ayahnya ternyata tidak seberuntung itu. "Bagaimana dengan ayah biologis gege?" "Aku tidak tahu." Bumantara bangkit dari duduknya sambil merenggangkan tubuhnya. "Sejak lahir aku sudah mengumumkan pada dunia jika Balryu adalah putraku, aku merawatnya sejak tubuhnya masih sangat kecil berwarna merah untung saja ada ibumu dia datang ingin membantuku merawat anak itu jika tidak aku pasti akan kesulitan." Yukine juga ikut bangkit menatap laki-laki yang penuh kasih sayang itu meskipun hanya mendengar ceritanya saja Yukine mengerti pasti sangat berat hari-hari yang pernah dilaluinya saat itu. "Kejadian itu sudah sangat lama sekali sekarang hidup kita sudah baik-baik saja." Balryu berjalan lebih dulu sambil berseru, "Ayo pulang." Yukine mengikuti langkah ayahnya kemudian mengandeng tangannya tidak lagi perlu takut dengan pandangan orang lain akan hubungan mereka karena sudah ada tulisan besar di pakaian mereka. Sesampainya di rumah Bumantara ingin merebahkan tubuhnya namun mendapatkan panggilan mendadak yang mengharuskan dirinya datang langsung ke proyek. "Aku tidak apa-apa di rumah sendiri lagi pula gege segera pulang," ucap Yukine mendahului Bumantara yang tidak ingin pergi. "Aku akan menghubungi Balryu." "Tidak jangan, gege sedang sibuk sekarang. Hari ini gamenya diluncurkan jangan ganggu hari pentingnya." "Aku lupa jika hari ini peluncurannya." "Ayah pergi saja sungguh aku tidak apa-apa di rumah sendiri." "Baiklah ayah pergi sekarang." "Hati-hati ayah." "Ya." Laki-laki itu dengan cepat pergi meninggalkan Yukine di rumah sendiri, Yukine naik tangga namun belum sampai ke kamarnya tiba-tiba teringat jika dirinya mendapatkan undangan dari Damar tempo hari. "Astaga bagaimana aku bisa lupa?" Yukine mempercepat langkahnya menuju kamar dan melihat pesan dari Damar yang memberitahu lokasi dan waktunya. "Untung saja acaranya masih nanti malam tapi ...?" Yukine menoleh ke lemari pakaian yang ada di ruangan itu. "Aku menggunakan gaun apa?" Yukine melemparkan ponselnya ke ranjang beralih ke lemari besar itu pakaian yang penuh dengan pakaian Fe Fei dan dirinya hanya mengunakan dua kotak saja selama beberapa bulan ini. "Sepertinya aku harus membereskan ini," ucapnya pada dirinya sendiri. Yukine mengeluarkan satu persatu pakaian itu dan memisahkan pakaian yang dapat digunakan olehnya dan menaruh di sisi lain yang tidak mungkin digunakan olehnya. Yukine juga mencari gaun yang mungkin ada yang cocok digunakan ke acara Damar setelah puluhan kali Yukine tidak menemukan yang cocok dan tidak berharap banyak Yukine menemukan kotak berwarna gold dan di dalam ada gaun hitam polos namun elegan yang nampaknya belum pernah digunakan. "Ini cukup bagus," Senyuman itu akhirnya merekah dari bibirnya. "Aku gunakan saja ini." Yukine sudah memutuskan untuk menggunakan apa untuk nanti malam namun tugasnya belum selesai untuk mengosongkan ruang ini dan setelah dua jam penuh akhirnya lemari besar itu sebagian besar isinya telah keluar. "Sekarang harus aku apakan yang ini?" tanya Yukine pada dirinya sendiri. "Aku butuh sesuatu untuk menampungnya, tidak mungkin aku membuang semua pakaian ini, Fe Fei akan marah jika mengetahuinya lagipula ini masih sangat bagus dan layak pakai yang pastinya tidak murah hanya saja aku tidak dapat memakainya." Yukine turun ke bawah mencari sesuatu yang dapat menampung semua pakaian itu dan mendapatkan tiga kardus besar. Butuh waktu juga menyusunnya dengan layak dan menutup rapat kardus-kardus itu menggunakan lakban. "Akhirnya beres. Sekarang tinggal membawa ke gudang." Yukine menggotong satu kardus dan ternyata itu berat meskipun Yukine kuat namun tidak bertahan lama apalagi harus menuruni tangga. "Apa aku luncurkan saja?" tanya Yukine lagi pada dirinya sendiri. "Kardus ini tidak akan kuat menahan guncangan." Di saat Yukine bingung antara di luncurkan atau perlahan membawanya dengan pelan-pelan menuruni tangga Balryu datang dan mendapati adiknya sedang membawa kardus besar akan menuruni tangga. "Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Balryu langsung menaiki tangga dan mengambil alih kardus besar itu dari tangan Yukine. "Gege?" Sebenarnya kata itu cukup sulit untuk diucapkan namun Yukine memaksakan diri agar terbiasa mengucapkannya. "Aku mau membawa ini ke gudang," jawab Yukine yang hanya mendampingi Balryu yang dengan mudah membawa kardus besar itu menuruni tangga. "Apa isinya?" "Aku sedang membersihkan kamar dan pakaian-pakaian ini aku sudah tidak menggunakannya lagi jadi aku akan menaruhnya di gudang." "Kenapa tidak langsung dibuang saja." "Sayang masih banyak yang bagus tapi aku enggan untuk menggunakannya lagi." Balryu tidak bertanya lagi sedangkan Yukine mengekor sampai mereka sampai ke gudang. "Kenapa Gege sudah pulang apakah ayah menyuruhmu pulang?" "Tidak, ada barangku yang ketinggalan aku akan pergi lagi setelah mengambilnya." "Oh." Keduanya naik kembali ke lantai dua Balryu akan kembali ke kamarnya sendiri namun berhenti ketika tidak sengaja menoleh ke kamar Yukine dan mendapati masih ada dua kardus lainnya. Balryu menoleh ke arah Yukine yang ada di belakangnya. "Apa?" Yukine tidak mengerti mengapa Balryu menatapnya kemudian Balryu memberikan kode dengan kepalanya Yukine yang memahami kode dari Balryu langsung menunjukkan giginya disertai tawa kecil. Awalnya Balryu akan langsung ke kamarnya tapi tidak mungkin membiarkan Yukine membawa kardus-kardus besar itu lagi menuruni tangga. "Gege jika sibuk pergi saja aku bisa membawanya sendiri." "Ayah dimana?" "Dia ada yang harus dilakukan jadi aku menyuruhnya pergi." Melihat Balryu akan protes Yukine mendahuluinya. "Aku yang melarang ayah menghubungimu lagi pula aku tidak apa-apa di rumah sendirian." "Dan kamu melakukan operasi besar seperti ini, jika aku tidak pulang bagaimana jika ada hal-hal yang tidak diinginkan." "Bukankah aku sudah besar," gerutu Yukine tidak jelas dan akan membuktikan pada Balryu jika dirinya mampu, menyusul menuruni tangga dengan membawa satu kardus yang tersisa. "Jangan sentuh kardusnya buatkan saja aku minum dan taruh di kamarku." "Baiklah," sahut Yukine lesu. Yukine membuatkan minuman dingin dan membawanya ke kamar Balryu dan ini pertama kalinya Yukine masuk ke kamar pemuda itu. Kamarnya sangat bersih dan tertata rapi bahkan nampaknya lebih bersih daripada kamarnya, Yukine tidak menemukan sedikitpun debu di sini sekarang Yukine bingung menaruh minuman ini dimana. Namun pandanganya malah tertarik pada foto yang ada di atas nakas. Foto seorang gadis kecil dengan dua kunci sedang tersenyum lebar di gendong oleh anak laki-laki yang lebih besar. Yukine mengambil foto itu memperhatikan bagaimana Fe Fei dan Balryu ketika mereka masih kecil nampaknya Balryu sangat menghargai hubungan persaudaraan mereka jika tidak bagaimana mungkin pemuda itu memandangi hal seperti ini setiap hari menaruhnya tepat disampingnya. "Apa yang kamu lihat?"Yukine melihat pemandangan keluar jendela, dataran rendah yang penuh dengan titik-titik berwarna-warni itu adalah atap rumah penduduk dan di sampingnya pengunungan hijau yang menyegarkan mata. Mobil itu sudah melaju selama dua jam penuh dengan kecepatan 60 km. Jalanan yang dilalui dari yang ramai berbagai macam jenis kendaraan ada, sampai keluar jalur utama ke jalan yang lebih kecil tidak ada bus-bus besar yang ada truk membawa muatan material sampai di titik ini mobil hanya dapat dihitung dengan jari yang lebih banyak di dominasi oleh motor di modif untuk menyelesaikan medan yang naik turun."Sebentar lagi kita sampai," ucap Xiyun pada putrinya yang sedari tadi hanya terus melihat ke luar jendela. "Udaranya sudah mulai dingin," imbuhnya."Ini sangat sejuk sepetinya aku akan betah tinggal di sini," sahut Yukine tanpa menoleh pada ibunya.Gadis itu tidak tahu jika ibunya memandanginya dengan tatapan berbeda bukan tanpa alasan Xiyun terpana untuk kesekian kalinya, Xiyun masih ingat san
Meskipun Yukine sadar jika Kun sedang menatapnya namun Yukine masih tidak mengangkat pandangannya dari makanan di depannya baru setelah Kun tersenyum tipis Yukine melihat ke arahnya."Aku seperti melihat kekasihku," ucap Khia Na pelan sambil melihat ke arah lain. "Tunggu sebentar," seru Khia Na sambil bangkit.Yukine dan Kun juga melihat kemana Khia Na memandang, ada 4 laki-laki yang akan keluar dari tempat itu dan Khia Na mengangkat tangannya untuk menyapanya, laki-laki yang menjadi kekasihnya datang menghampiri setelah melihat Khia Na ada di sana."Kamu di sini," ujarnya dingin dan Khia Na menjawabnya dengan anggukan penuh antusias."Kenalkan ini Iwan," ujar Khia Na memperkenalkan kekasihnya pada Yukine dan Kun."Bukankah ini Fe Fei?" Iwan nampak ragu namun masih mengenali Yukine."Iya dia Fe Fei. Kamu sudah akan pergi?""Ya.""Aku juga sudah selesai bisakah aku pulang bersamamu?" "Tidak bisa, kamu pulang sendiri saja lagi pulang aku bersama teman-teman ku kami masih akan pergi ke
Yukine menatap pemuda di depannya yang membawa sebuah buket bunga di tangannya, senyumnya sungguh cerah menunggu Yukine menerima buket dengan begitu banyak macam bunga di dalamnya."Kamu menerima bunga dari Kun tapi tidak mau menerima bunga dariku?" tanya Damar."Aku tahu jelas motif Kun namun aku masih bertanya-tanya motif apa yang kamu gunakan?""Emm ...," Damar berpikir sejenak kemudian kembali tersenyum cerah kembali. "Saat aku lewat toko bunga pagi ini aku teringat padamu yang suka mencicipi berbagai macam jenis bunga kebetulan buket ini berisikan beberapa macam jenis bunga impor mungkin rasanya akan sedikit berbeda daripada jenis bunga-bunga yang pernah kamu cicipi," ucap Damar penuh percaya diri.Alasan yang masuk akal dan dapat diterima oleh Yukine hanya saja rasanya kurang nyaman menerima bunga dari seorang pemuda bernama Damar ini. Damar cukup terkenal dikalangan wanita karena wajahnya yang rupawan dan dompetnya juga lumayan memanjakan, itu yang Yukine dengan dari teman-tema
Yukine tidak menyangka jika masakan mantan tetangganya ini ternyata begitu cocok di lidahnya, Yukine bangkit untuk membayar makanannya menemui wanita itu yang hanya tinggal sendirian sedangkan perempuan bernama Rayi itu entah kemana perginya."Buk aku ingin membayar," ujar Yukine berdiri di depan etalase yang memisahkan mereka.Wanita itu menyebutkan harganya dan Yukine membayarnya dan bermaksud untuk membungkus untuk dibawa pulang hanya saja udang besar dan manis yang sama seperti yang dimakannya sudah habis."Aku bayar sekarang dan aku akan mengambilnya besok apakah bisa?""Bisa," jawab wanita itu cukup senang karena Yukine membeli untuk 4 porsi sekaligus."Masakan ibuk sangat enak.""Terimakasih," jawab wanita itu dengan senyuman cerah."Sepertinya rumah makan ini aku belum pernah melihatnya sebelumnya apakah masih belum lama buka?" Yukine bertanya seolah-olah Yukine cukup mengenal daerah sini padahal ini adalah kali pertamanya Yukine melintas di daerah ini. Di lihat dari perabotan
Langkah Yukine menyusuri trotoar yang berantakan karena ulah dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab namun itu tidak menyurutkan niatnya untuk berjalan, entah mengapa hari ini dirinya ingin berjalan kaki ketika pulang. Yukine tidak melewati jalan besar malah memilih jalan gang yang mempersingkat waktu juga bisa melihat sisi lain kota baru yang telah ditempati ini.Yukine rindu ketika dulu lebih banyak berjalan kaki daripada naik kendaraan, ketenangan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Di pinggir jalan di antara semak-semak terdengar suara anak kucing dengan suara lemah. Yukine mencari-cari asal suara itu dan mendapati ada anak kucing melihatnya dengan matanya yang mengundang simpati."Apa yang kamu lakukan di sini sendiri?" tanya Yukine pada kucing berwarna abu-abu itu. Kucing itu terus memandanginya dan tanpa terasa tangannya terulur membawa anak kucing yang sangat kurus itu."Apa kamu lapar? Tapi aku tidak punya makanan."Yukine melihat sekeliling tidak banyak oran
"Ge ponselmu berdering," ujar Yukine ketika mereka sampai diparkiran.Tautan tangan mereka akhirnya terlepas dan itu membuat Yukine merasa lega karena sejak tadi ingin melepaskannya namun tidak berani. Ponselnya ada di dalam saku jas tentunya Yukine mengambilnya dan melihat nama Beru di sana."Siapa?" tanya Balryu.Yukine tidak menjawab namun menyerahkannya ponsel itu ke pemiliknya tapi ketika melihat nama itu Balryu enggan untuk menjawab dan malah pergi masuk ke dalam mobil. Yukine bingung mengapa Balryu mengabaikan panggilan dari orang bernama Beru itu."Abaikan saja," ujar Balryu ketika panggilan itu datang lagi."Mungkin saja penting, dia telfon terus menerus," Yukine masih tidak enak hati mengabaikan panggilan dari seseorang."Apanya yang penting kami baru saja bertemu.""Memangnya siapa dia?""Atasan.""Kan masih berani tidak angkat teleponnya? Oh aku lupa dia juga temanmu."Mobil itu perlahan meninggalkan tempatnya dan Yukine baru menyadari jika tempat itu cukup penuh pastinya