Karena arahan dari Xiyun Bumantara benar-benar tidak bekerja selama beberapa bulan dan hanya memfokuskan semua perhatiannya pada bayi yang sudah dianggap sebagai putranya sendiri, sedangkan Xiyun akan datang cukup sering namun tidak bisa setiap hari karena harus menghidupi pasangan ayah dan anak itu.
"Aku sungguh sudah rindu dengan Balryu," ucap Xiyun yang baru saja datang. Xiyun datang ke rumah Bumantara yang dicarinya bukanlah sang pemilik rumah akan tetapi bayi kecil yang sudah tumbuh dengan baik di bawah asuhan ayah barunya, wajahnya yang menggemaskan terbayang-bayang di pelupuk mata Xiyun. Xiyun tidak tahan untuk tidak mencium pipi gembul Balryu. "Perasaan aku hanya tidak datang dua hari mengapa aku merasa jika Balryu semakin besar saja," tanya Xiyun sambil memperhatikan Balryu yang sedang mengerakkan semua tangan dan kakinya. "Kamu makan apa hari ini?" tanya Xiyun seakan Balryu kecil dapat menjawabnya. Sedangkan Bumantara hanya memperhatikan Xiyun yang sedang bermain-main dengan Balryu, tidak mengatakan apapun hanya terus memandangi keduanya. "Xiyun," tiba-tiba Bumantara memanggil wanita itu. "Apa?" Xiyun hanya menyahut sambil menoleh sebentar namun segera kembali lagi melihat kearah Balryu. "Maukah menikah denganku?" Xiyun yang awalnya hanya terfokus pada Balryu tidak menyangka akan dapat serangan mendadak seperti ini namun segera menjadi dirinya sendiri. "Tidak mau," jawabnya dengan tegas. Xiyun tahu betul jika laki-laki itu sama sekali tidak mencintainya meskipun rasa cintanya pada laki-laki itu masih ada Xiyun tidak ingin memaksakan kehendaknya sendiri untuk menikah dengannya. Bumantara tidak marah akan penolakan itu namun hanya tersenyum. "Kenapa tiba-tiba mengatakan itu?" Xiyun membawa Balryu dalam pelukannya, bayi itu merasa nyaman dalam dekapan hangat wanita itu perlahan rasa mengantuk datang dan mata itu akhirnya tertutup. "Balryu sudah menjawabnya," jawab Bumantara dengan sedikit merendahkan suaranya agar tidak mengganggu Balryu yang belum benar-benar tidur. Xiyun tidak mengerti apa maksud Bumantara kemudian memperhatikan Balryu yang sudah terlelap dengan nyaman. "Awalnya aku berencana egois untuk tidak menikah namun setelah memikirkan Balryu aku tidak bisa lagi, meskipun aku mencurahkan semua perhatian ku padanya tetap saja itu tidak cukup. Anak itu butuh seorang ibu dan dia sudah memilihmu." Xiyun tidak menyahut pandangannya hanya tertuju pada Balryu yang terlelap dalam pelukannya tiba-tiba matanya terasa panas, Xiyun tidak tahu tiba-tiba rasanya ingin menangis saja. Xiyun tidak pernah berpikir sejauh itu dirinya hanya merasa nyaman bersama dengan anak ini, tidak bertemu beberapa hari hatinya sangat rindu, saat Balryu sakit dirinya juga ikut gelisah. Tidak pernah berpikir jika menggunakan Balryu untuk mendapatkan ayahnya, Xiyun sudah melupakan soal perasannya sendiri dan menjalani apa yang ada dihadapannya. "Aku mungkin tidak dapat membalas cintamu tapi aku bisa berjanji tidak akan mengkhianati pernikahan kita dan menghormati mu sebagai ibu dari anakku." Xiyun tidak menjawab tangisannya malah semakin dalam terisak sampai tidak bersuara. Bumantara tahu jika ucapannya telah menyentuh hati yang paling dalam dari wanita itu. Bumantara mendekati wanita yang telah dipilih oleh putranya dan memeluknya. "Ingatkan aku di masa depan jika aku harus terus menyayangi dan menghormatimu." Xiyun mengusap air mata yang turun di sudut matanya. "Ibu jadi menangis lagi ketika mengingat masa-masa itu," ucap Xiyun yang merasa jika hidungnya juga penuh dengan cairan. "Aku memang tidak seberuntung Bentala yang mendapatkan semua cintanya tapi aku lebih beruntung karena hidup bahagia sampai tua bersamanya." "Awalnya aku berpikir siapa yang lebih beruntung diantara ayah atau ibu tapi sekarang aku tahu ternyata yang paling beruntung adalah aku yang memiliki orang tua seperti kalian." Yukine menopang dagunya dengan tangannya sambil terus memperhatikan ibunya yang sedang sibuk mengusap air matanya dan salah tingkah dibuatnya. *** Xiyun dan Atma sedang memasak di dapur sedangkan Yukine menemani neneknya berjemur di halaman, sinar matahari langsung menyinari keduanya namun masih terasa nyaman karena udara yang sejuk. "Nenek aku datang ...," ujar seorang bocah laki-laki berusia 11 tahun sambil berteriak-teriak dari kejauhan. "Siapa?" bisik Yukine pada neneknya "Sagara, anak tetangga. Karena aku di sini tidak ada cucu dan dia tidak punya nenek makanya anak itu sering datang." "Nenek aku bawakan ikan segar untukmu," ujar Sagara ketika memasuki halaman tidak mempedulikan Yukine yang ada di samping neneknya dan hanya terus mengajak neneknya bicara. "ikannya besar, darimana kamu mendapatkan itu?" tanya nenek Yukine. "Di sungai dekat dengan perkebunan kelapa," jawab Sagara dengan cepat. "Hanya satu?" "Aku akan memancing lagi setelah ini." "Bawa itu ke dapur ada bibi Atma." "Ya." Anak itu begitu lugas dan cekatan membawa ikan tangkapannya ke dapur dan segera pergi setelahnya. "Aku akan mancing lagi," ujar anak itu sambil mengangkat satu tangannya melenggang pergi begitu saja. "Dia terlihat nakal namun sebenarnya baik," ucap nenek Yukine sambil melihat Sagara yang pergi dari halamannya. "Bolehkah aku ikut dengan bocah itu?" Tiba-tiba Yukine mendapatkan ide. "Ikutlah." "Aku akan kembali sebelum makan siang," ujar Yukine sambil berlari mengikuti langkah bocah laki-laki di depannya yang tidak begitu jauh. Sagara merasa diikuti kemudian menoleh mendapati Yukine yang berjalan setengah berlari mengikuti dibelakangnya. "Mau kemana kamu?" tanya Sagara dengan jutek sama sekali tidak menyembunyikan jika tidak menyukai keberadaan Yukine. "Nenek menyuruhku untuk ikut bersamamu." "Tidak mau, kenapa aku harus membawamu?" "Kamu anak sini pasti tahu banyak tempat menyenangkan aku hanya ingin tahu itu jika kamu tidak mau aku ikut bersamamu aku akan kembali, jika nenek tanya aku hanya akan bilang jika kamu tidak mau aku ikut bersamamu." Sagara memicingkan matanya ke arah Yukine, sangat jelas terlihat jika anak itu tidak suka padanya dan tidak ingin Yukine ikut namun ketika Yukine membawa nama nenek yang membuat bimbang anak itu. "Awas saja jika mengacau." Sagara memperingatkan dengan ketus sedangkan Yukine menggunakan ibu jari dan telunjuknya untuk membuat gerakan resleting pada mulutnya. Tanpa banyak bicara Sagara segera kembali berjalan dengan langkah kecilnya namun begitu gesit tentunya Yukine akan sedikit kesulitan mengikuti langkah itu namun Yukine tidak berani komplain hanya akan terus mengikuti anak itu naik dan menuruni bukit barulah mereka sampai di tepi sungai yang arusnya cukup tenang. Tapi siapapun tahu jika sungai itu cukup dalam banyak ikan yang bersarang di sana. Tiba-tiba Yukine merasa sedikit pusing ketika melihat aliran sungai di depannya jadi lebih memilih untuk sedikit menjauh dari tepi sungai sayangnya Sagara melihat pergerakan itu. "Aku akan melihat ke sekeliling, tidak akan jauh," ucap Yukine sambil berbalik tidak ingin melihat aliran sungai lagi. "Ayo kita lihat apa yang akan kita temukan," ujar Yukine di dalam hati bicara pada dirinya sendiri. Yukine memang tidak dapat menikmati keindahan sungai namun dirinya dapat menemukan kenikmatan dengan caranya sendiri yaitu menjelajah mencari sesuatu yang dapat dinikmati.Balryu menyilangkan tangannya di depan dadanya menyandarkan tubuhnya di tiang teras rumah menatap kosong ke halaman yang luas yang tenang, bibinya pergi untuk membeli beberapa barang sedangkan neneknya tidur siang hanya dirinya sendiri yang terus diam tidak melakukan apapun demi menunggu kepulangan gadis itu.Suara bercengkrama terdengar sayup-sayup dari kejauhan, Balryu menyunggingkan senyumnya karena cukup mengenali suara itu, terlihat dari kejauhan gadis itu bicara dengan anak laki-laki dan seekor anjing terus mengikuti mereka. Rambutnya yang panjang di kepang ada beberapa anak rambut yang menutupi wajahnya namun nampaknya gadis itu tidak peduli, ada buah di tangan kanannya dan tangan yang lannya membawa ikan, bajunya kotor oleh sedikit lumpur namun anehnya Yukine nampak begitu cantik di mata Balryu.Sagara adalah orang pertama yang menyadari jika ada mobil lain di halaman itu barulah Yukine juga mengenali mobil itu."Bukankah ini mobil gege? Yukine menatap mobil berwarna hitam ter
Yukine berkeliling tidak jauh dari sungai dan menemukan banyak tumbuhan liar yang sedang berbunga tentunya itu adalah hal yang menyenangkan untuk dirinya bahkan bertemu dengan hewan-hewan kecil penghuni tempat itu. Tanpa sadar Yukine pergi terlalu lama membuat Sagara menjadi khawatir dan menyusulnya.Dengan raut wajahnya yang jelek Sagara ingin memukul anak kota itu yang sedang duduk di atas rumput memperhatikan seekor burung membuat sarang. Meskipun marah Sagara tidak dapat berbuat banyak pada Yukine."Ayo pulang," ujarnya dengan ketus."Ahh ... kamu sudah selesai?" Yukine terkejut melihat Sagara yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya. Mulut Sagara sudah bergerak-gerak namun tidak mengatakan apapun, jika bukan karena takut wanita kota ini hilang tidak mungkin Sagara menyusulnya kemari dan tidak melanjutkan mancingnya.Yukine tidak tahu isi otak dari anak itu yang dia tahu apapun yang dilakukannya tidak akan dapat menyenangkan anak itu. Di hari pertama Yukine terus diabaikan keesoka
Karena arahan dari Xiyun Bumantara benar-benar tidak bekerja selama beberapa bulan dan hanya memfokuskan semua perhatiannya pada bayi yang sudah dianggap sebagai putranya sendiri, sedangkan Xiyun akan datang cukup sering namun tidak bisa setiap hari karena harus menghidupi pasangan ayah dan anak itu."Aku sungguh sudah rindu dengan Balryu," ucap Xiyun yang baru saja datang.Xiyun datang ke rumah Bumantara yang dicarinya bukanlah sang pemilik rumah akan tetapi bayi kecil yang sudah tumbuh dengan baik di bawah asuhan ayah barunya, wajahnya yang menggemaskan terbayang-bayang di pelupuk mata Xiyun. Xiyun tidak tahan untuk tidak mencium pipi gembul Balryu. "Perasaan aku hanya tidak datang dua hari mengapa aku merasa jika Balryu semakin besar saja," tanya Xiyun sambil memperhatikan Balryu yang sedang mengerakkan semua tangan dan kakinya."Kamu makan apa hari ini?" tanya Xiyun seakan Balryu kecil dapat menjawabnya.Sedangkan Bumantara hanya memperhatikan Xiyun yang sedang bermain-main denga
Xiyun tidak tahu bayi siapa yang dibawa oleh Bumantara namun dirinya sudah menebak anak siapa itu keesokan harinya ketika laki-laki itu sudah lebih baik daripada kemarin perlahan mulai menceritakan apa-apa yang telah terjadi beberapa hari terakhir."Aku melihatnya lagi di rumah sakit setelah sekian lama tidak bertemu dengannya," ucapnya pelan sambil melihat langit sendu yang diselimuti oleh awan hitam.Hari itu Bumantara tanpa sengaja bertemu dengan Bentala di rumah sakit bersama dengan seorang laki-laki yang mengenakan pakaian dokter. Awalnya Bumantara tidak ingin menyapa bagaimanapun juga Bentala sudah menikah tidak baik untuknya dan juga untuk wanita itu terus berhubungan namun Bumantara ingat jika suami dari wanita itu bukanlah dokter jadi memutuskan untuk menghampiri mereka."Bentala," panggilnya pelan hingga wanita yang duduk sambil menunduk itu mendongak menunjukkan wajahnya yang sedikit lebam dan sudut bibirnya yang pecah namun wanita malah tersenyum berbanding terbalik denga
Yukine tidak menyangka jika kampung halaman ibunya akan begitu menyenangkan seperti ini. Siang indah dengan pemandangannya dan malam ada ketenangan yang tidak dapat di dapatkan di kota besar. Pemandangan malam juga tidak kalah indahnya, Yukine seperti memiliki taman langit bertabur bintang pribadi di depan rumah, Rumah sederhana neneknya hanya terdiri dari dua kamar tidur, dapur yang bersebelahan dengan kamar mandi, satu ruang tamu yang juga dapat digunakan untuk ruang keluarga karena ada televisi di sana.Yukine diminta tidur bersama neneknya sedangkan ibunya tidur di kamar saudara iparnya. Perlahan Yukine melepaskan tangan keriput neneknya yang memeganginya perlahan turun dari tempat tidur. Hari masih belum terlalu malam mata Yukine belum mengantuk sama sekali dan hanya menemani neneknya berbaring sampai wanita tua itu lelah bercerita kemana-kemana dan akhirnya tidur."Akhirnya tidur juga," ucap Yukine dalam hati sambil perlahan keluar dari kamar itu dan melihat jika bibinya juga ma
Yukine melihat pemandangan keluar jendela, dataran rendah yang penuh dengan titik-titik berwarna-warni itu adalah atap rumah penduduk dan di sampingnya pengunungan hijau yang menyegarkan mata. Mobil itu sudah melaju selama dua jam penuh dengan kecepatan 60 km. Jalanan yang dilalui dari yang ramai berbagai macam jenis kendaraan ada, sampai keluar jalur utama ke jalan yang lebih kecil tidak ada bus-bus besar yang ada truk membawa muatan material sampai di titik ini mobil hanya dapat dihitung dengan jari yang lebih banyak di dominasi oleh motor di modif untuk menyelesaikan medan yang naik turun."Sebentar lagi kita sampai," ucap Xiyun pada putrinya yang sedari tadi hanya terus melihat ke luar jendela. "Udaranya sudah mulai dingin," imbuhnya."Ini sangat sejuk sepetinya aku akan betah tinggal di sini," sahut Yukine tanpa menoleh pada ibunya.Gadis itu tidak tahu jika ibunya memandanginya dengan tatapan berbeda bukan tanpa alasan Xiyun terpana untuk kesekian kalinya, Xiyun masih ingat san