Yukine berkeliling tidak jauh dari sungai dan menemukan banyak tumbuhan liar yang sedang berbunga tentunya itu adalah hal yang menyenangkan untuk dirinya bahkan bertemu dengan hewan-hewan kecil penghuni tempat itu. Tanpa sadar Yukine pergi terlalu lama membuat Sagara menjadi khawatir dan menyusulnya.
Dengan raut wajahnya yang jelek Sagara ingin memukul anak kota itu yang sedang duduk di atas rumput memperhatikan seekor burung membuat sarang. Meskipun marah Sagara tidak dapat berbuat banyak pada Yukine. "Ayo pulang," ujarnya dengan ketus. "Ahh ... kamu sudah selesai?" Yukine terkejut melihat Sagara yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya. Mulut Sagara sudah bergerak-gerak namun tidak mengatakan apapun, jika bukan karena takut wanita kota ini hilang tidak mungkin Sagara menyusulnya kemari dan tidak melanjutkan mancingnya. Yukine tidak tahu isi otak dari anak itu yang dia tahu apapun yang dilakukannya tidak akan dapat menyenangkan anak itu. Di hari pertama Yukine terus diabaikan keesokannya masih sama, di hari ketiga Sagara masih tidak mau bicara dengannya namun setidaknya wajahnya tidak seburuk hari-hari sebelumnya. Di hari keempat anjing milik Sagara terluka anak itu sangat sedih namun Yukine segera membantunya untuk mengobati dan membalut kaki depan anjing itu yang terluka. Sang anjing telah dapat ditaklukkan namun sang pemilik masih sama hanya bicara seperlunya namun cukup perhatian secara tidak langsung. Langkahnya lebih pelan untuk mengimbangi langkah Yukine. "Setiap hari kamu keluar dengan anak itu kemana saja?" tanya ibunya saat melihat Yukine yang baru saja pulang dengan tentengan yang berbeda setiap hari, kadang ikan, sayur liar pernah Sagara menangkap ayam hutan yang masuk perangkap. Yukine begitu antusias menceritakan kemana saja perginya anak ini setiap hari. "Hari ini aku pergi ke perkebunan kopi milik Sagara aku melihat ulat bulu sangat besar, tubuhku terasa gatal hanya melihatnya." Yukine menceritakan lengkap dengan gerak tubuh dan mimik wajahnya yang ngeri. "Kamu senang di sini?" "Tentu saja." "Tapi sayangnya cuti ibu segara habis kita harus segera kembali." "Ha ...?" Yukine sampai lupa akan hal itu karena terlalu menikmati keindahan tempat tinggal neneknya ini. "Bisakah aku tinggal lebih lama, aku akan pulang sendiri setelah beberapa hari." "Tidak." "Ayolah ibu, aku masih merindukan nenek," ujarnya sambil bersembunyi di belakang neneknya yang duduk di kursi." "Biarkan cucuku di sini, jika kamu ingin pulang? Pulanglah sendiri," ucapan wanita tua itu adalah perintah namun Xiyun masih tidak senang. "Aku yang akan mengantar Yukine pulang setelah beberapa hari." Atma yang sedari tadi hanya menonton ikut bicara juga. " 1 lawan 3. Ibu kalah suara," seru Yukine penuh kemenangan. Senyuman itu sangat lebar dan itu meluluhkan hati Xiyun dengan berat hati meninggalkan putrinya di tempat ibunya dan kembali ke kota sendiri. Sedangkan di rumah Balryu hanya menatap kosong foto profil Ruy Forest yang offline. Selama tinggal di rumah neneknya Yukine tidak pernah online di sana ada sinyal namun kurang nyaman jika digunakan untuk bermain game online yang membutuhkan kecepatan tinggi, kadang permainan akan tersendat karena kekuatan sinyalnya. Itu bukan kata orang lain karena Balryu susah pernah mencobanya selama pergi ke rumah wanita tua itu artinya Balryu harus puasa main game online. Awalnya rumah ini tidak pernah ramai namun Balryu merasa jika beberapa hari terakhir rumah ini terasa sangat sunyi karena tidak ada lagi adik perempuannya. Balryu bangkit menuju kamar adiknya, ibunya mengatakan jika akan pulang hari ini dan kamar itu lama tidak terjamah Balryu hanya ingin membersihkannya tidak berharap yang dilihat olehnya pertama kali adalah sebuah buket di atas nakas yang sudah layu hampir kering. "Tidak ada kartu ucapan?" ujar Balryu setelah memeriksa buket itu. "Selera orang yang memberikan ini jelek sekali," ucap Balryu penuh sarkas karena campuran bunga yang buruk sekali menurut Balryu. Balryu sudah akan membuang buket yang jelek dan merusak pemandangan itu namun tangan itu terhenti mengingat wajah adiknya takutnya anak itu akan mencari bunga ini lagi ketika kembali. Balryu memilih untuk mengabaikan buket itu dan segera merapikan kamar itu kemudian lanjut pergi ke dapur untuk memasak, jika dua wanita itu kembali dari perjalanan maka makanan berkuah cukup cocok. Hanya butuh satu jam Balryu menyiapkan beberapa hidangan semuanya makanan kesukaan ibu dan juga adik perempuannya bertepatan Balryu melepaskan apron di tubuhnya terdengar deru mobil. Segera Balryu keluar untuk menyambut kedatangan mereka namun sayangnya harapan itu pupus ketika yang terlihat hanya ibunya dan tidak ada gadis itu. Xiyun menyadari jika Balryu mencari Yukine di dalam mobil, mobil itu hanya berisikan dirinya tidak ada lagi. "Maaf ibu lupa mengatakan padamu jika Yukine menolak untuk pulang," ucap Xiyun sambil menepuk pundak putranya itu. "Kenapa?" "Dia suka di sana, nenek juga melarangnya pulang tapi beberapa hari lagi bibi Atma akan mengantar Yukine pulang." Di permukaan Balryu hanya mengiyakan namun hatinya merasa tidak tenang. Balryu mencoba mengabaikan hal ini dan mengelabui otaknya dengan cara digunakannya untuk bekerja namun itu tidak berhasil bahkan melakukan hobinya juga tidak banyak membantu. "Apa yang kamu lakukan? Kamu gila membuat kita mati bersama," ujar Imran sambil emosi karena Balryu yang tidak fokus dalam permainan mereka. "Aku lelah," sahut Balryu sambil melemparkan ponselnya begitu saja. "Kamu kenapa? Sakit?" tanya Imran khawatir. "Tidak hanya butuh istirahat," ucap Balryu kemudian memejamkan matanya namun tetap saja tidak dapat tertidur. Sampai malam dirinya tidak bisa tidur dengan benar, pikirannya jauh di sana memikirkan apa saja yang dilakukan oleh gadis itu sekarang, hampir semalaman Balryu tidak dapat memejamkan matanya baru setelah memutuskan untuk menyusul Yukine keesokan harinya dan dengan cepat mengemas beberapa pakaian Balryu baru bisa tidur. Tubuhnya butuh tidur bagaimanapun besok harus menempuh perjalanan yang melelahkan. Balryu pergi pagi-pagi sekali dan hanya mengirimkan pesan pada ibunya jika dirinya menjemput Yukine di kampung neneknya tanpa menunggu balasan dari ibunya Balryu sudah meluncur. Mobil itu melaju sangat cepat, di pagi buta belum banyak kendaraan yang memenuhi jalan Balryu diuntungkan dengan hal itu baru ketika jalur yang dilewatinya sedikit lebih buruk Balryu menurunkan laju mobilnya. Masuk ke hutan dan senyumnya tercipta ketika melihat perkebunan kopi. "Akhirnya sampai," ujar Balryu ketika membelokkan mobilnya di persimpangan. Berharap jika gadis itu menyambutnya ketika datang hanya saja itu juga tidak terwujud karena hanya ada neneknya yang sedang berjemur di halaman dan bibinya yang keluar dari rumah ketika mendengar mobil Balryu datang. "Ha ... haa ...." Wanita tua itu tertawa cukup senang ketika melihat cucu satunya juga datang. "Ada apa ini? Kenapa semua orang datang tidak sekalian ajak ayahmu yang super sibuk itu?" "Apakah aku tidak boleh datang juga," jawab Balryu sambil menghampiri neneknya. "Aku pikir siapa yang datang?" ujar Atma yang cukup terkejut melihat kedatangan Balryu yang tidak memberi tahukan sebelumnya. Balryu hanya tersenyum dan melihat ke dalam rumah tapi tidak ada tanda-tanda jika ada orang lain yang keluar. "Jangan cari dia? Mungkin dia sedang mencari cacing untuk memancing bersama dengan Sagara," bibinya hanya menggeleng tidak berdaya. "Masuklah tunggu saja sebentar lagi juga akan pulang." Balryu mengiyakan namun matanya menatap perkebunan kopi yang luas dan hutan kecil yang tidak mungkin dia telusuri untuk menemukan anak itu keputusan terbaik adalah menunggu kepulangan anak itu dengan sendirinya.Balryu menyilangkan tangannya di depan dadanya menyandarkan tubuhnya di tiang teras rumah menatap kosong ke halaman yang luas yang tenang, bibinya pergi untuk membeli beberapa barang sedangkan neneknya tidur siang hanya dirinya sendiri yang terus diam tidak melakukan apapun demi menunggu kepulangan gadis itu.Suara bercengkrama terdengar sayup-sayup dari kejauhan, Balryu menyunggingkan senyumnya karena cukup mengenali suara itu, terlihat dari kejauhan gadis itu bicara dengan anak laki-laki dan seekor anjing terus mengikuti mereka. Rambutnya yang panjang di kepang ada beberapa anak rambut yang menutupi wajahnya namun nampaknya gadis itu tidak peduli, ada buah di tangan kanannya dan tangan yang lannya membawa ikan, bajunya kotor oleh sedikit lumpur namun anehnya Yukine nampak begitu cantik di mata Balryu.Sagara adalah orang pertama yang menyadari jika ada mobil lain di halaman itu barulah Yukine juga mengenali mobil itu."Bukankah ini mobil gege? Yukine menatap mobil berwarna hitam ter
Yukine berkeliling tidak jauh dari sungai dan menemukan banyak tumbuhan liar yang sedang berbunga tentunya itu adalah hal yang menyenangkan untuk dirinya bahkan bertemu dengan hewan-hewan kecil penghuni tempat itu. Tanpa sadar Yukine pergi terlalu lama membuat Sagara menjadi khawatir dan menyusulnya.Dengan raut wajahnya yang jelek Sagara ingin memukul anak kota itu yang sedang duduk di atas rumput memperhatikan seekor burung membuat sarang. Meskipun marah Sagara tidak dapat berbuat banyak pada Yukine."Ayo pulang," ujarnya dengan ketus."Ahh ... kamu sudah selesai?" Yukine terkejut melihat Sagara yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya. Mulut Sagara sudah bergerak-gerak namun tidak mengatakan apapun, jika bukan karena takut wanita kota ini hilang tidak mungkin Sagara menyusulnya kemari dan tidak melanjutkan mancingnya.Yukine tidak tahu isi otak dari anak itu yang dia tahu apapun yang dilakukannya tidak akan dapat menyenangkan anak itu. Di hari pertama Yukine terus diabaikan keesoka
Karena arahan dari Xiyun Bumantara benar-benar tidak bekerja selama beberapa bulan dan hanya memfokuskan semua perhatiannya pada bayi yang sudah dianggap sebagai putranya sendiri, sedangkan Xiyun akan datang cukup sering namun tidak bisa setiap hari karena harus menghidupi pasangan ayah dan anak itu."Aku sungguh sudah rindu dengan Balryu," ucap Xiyun yang baru saja datang.Xiyun datang ke rumah Bumantara yang dicarinya bukanlah sang pemilik rumah akan tetapi bayi kecil yang sudah tumbuh dengan baik di bawah asuhan ayah barunya, wajahnya yang menggemaskan terbayang-bayang di pelupuk mata Xiyun. Xiyun tidak tahan untuk tidak mencium pipi gembul Balryu. "Perasaan aku hanya tidak datang dua hari mengapa aku merasa jika Balryu semakin besar saja," tanya Xiyun sambil memperhatikan Balryu yang sedang mengerakkan semua tangan dan kakinya."Kamu makan apa hari ini?" tanya Xiyun seakan Balryu kecil dapat menjawabnya.Sedangkan Bumantara hanya memperhatikan Xiyun yang sedang bermain-main denga
Xiyun tidak tahu bayi siapa yang dibawa oleh Bumantara namun dirinya sudah menebak anak siapa itu keesokan harinya ketika laki-laki itu sudah lebih baik daripada kemarin perlahan mulai menceritakan apa-apa yang telah terjadi beberapa hari terakhir."Aku melihatnya lagi di rumah sakit setelah sekian lama tidak bertemu dengannya," ucapnya pelan sambil melihat langit sendu yang diselimuti oleh awan hitam.Hari itu Bumantara tanpa sengaja bertemu dengan Bentala di rumah sakit bersama dengan seorang laki-laki yang mengenakan pakaian dokter. Awalnya Bumantara tidak ingin menyapa bagaimanapun juga Bentala sudah menikah tidak baik untuknya dan juga untuk wanita itu terus berhubungan namun Bumantara ingat jika suami dari wanita itu bukanlah dokter jadi memutuskan untuk menghampiri mereka."Bentala," panggilnya pelan hingga wanita yang duduk sambil menunduk itu mendongak menunjukkan wajahnya yang sedikit lebam dan sudut bibirnya yang pecah namun wanita malah tersenyum berbanding terbalik denga
Yukine tidak menyangka jika kampung halaman ibunya akan begitu menyenangkan seperti ini. Siang indah dengan pemandangannya dan malam ada ketenangan yang tidak dapat di dapatkan di kota besar. Pemandangan malam juga tidak kalah indahnya, Yukine seperti memiliki taman langit bertabur bintang pribadi di depan rumah, Rumah sederhana neneknya hanya terdiri dari dua kamar tidur, dapur yang bersebelahan dengan kamar mandi, satu ruang tamu yang juga dapat digunakan untuk ruang keluarga karena ada televisi di sana.Yukine diminta tidur bersama neneknya sedangkan ibunya tidur di kamar saudara iparnya. Perlahan Yukine melepaskan tangan keriput neneknya yang memeganginya perlahan turun dari tempat tidur. Hari masih belum terlalu malam mata Yukine belum mengantuk sama sekali dan hanya menemani neneknya berbaring sampai wanita tua itu lelah bercerita kemana-kemana dan akhirnya tidur."Akhirnya tidur juga," ucap Yukine dalam hati sambil perlahan keluar dari kamar itu dan melihat jika bibinya juga ma
Yukine melihat pemandangan keluar jendela, dataran rendah yang penuh dengan titik-titik berwarna-warni itu adalah atap rumah penduduk dan di sampingnya pengunungan hijau yang menyegarkan mata. Mobil itu sudah melaju selama dua jam penuh dengan kecepatan 60 km. Jalanan yang dilalui dari yang ramai berbagai macam jenis kendaraan ada, sampai keluar jalur utama ke jalan yang lebih kecil tidak ada bus-bus besar yang ada truk membawa muatan material sampai di titik ini mobil hanya dapat dihitung dengan jari yang lebih banyak di dominasi oleh motor di modif untuk menyelesaikan medan yang naik turun."Sebentar lagi kita sampai," ucap Xiyun pada putrinya yang sedari tadi hanya terus melihat ke luar jendela. "Udaranya sudah mulai dingin," imbuhnya."Ini sangat sejuk sepetinya aku akan betah tinggal di sini," sahut Yukine tanpa menoleh pada ibunya.Gadis itu tidak tahu jika ibunya memandanginya dengan tatapan berbeda bukan tanpa alasan Xiyun terpana untuk kesekian kalinya, Xiyun masih ingat san