"Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Setelan sekian lama akhirnya mulut itu mengeluarkan suara lagi dan kedua tangannya masih sibuk membersihkan sisa-sisa air matanya. "Jangan hubungi dia abaikan saja, lihat bagaimana reaksinya ketika kamu marah dan mengabaikannya. Jika dia benar-benar menyukaimu dia akan memperjuangkan mu, membujuk mu lebih bagus jika dia datang malam ini. Mungkin aku yang salah memandangnya terlalu rendah." "Bagaimana jika dia tidak melakukan semuanya?" "Buang saja ke laut," jawaban cepat dan spontan itu membuat Khia Na tersenyum kecil. "Aku pikir menjalin hubungan dengan laki-laki yang jauh lebih dewasa akan menyenangkan tapi selama ini ketika marah aku belum pernah di bujuk sekalipun dan ketika aku manja dia marah selalu mengatakan untuk tidak manja karena aku sudah dewasa." "Lalu?" "Sepertinya semua yang kamu katakan benar, aku tidak perlu menunggu lagi mungkin ini saatnya aku memikirkan diriku sendiri." "Bagus, akhirnya sadar juga." "Terima kasih," ucap Khia Na sambil beranjak dan memeluk sahabatnya itu. "Terima kasih karena telah menjadi sahabatku." "Aku juga bersyukur punya teman sepertimu meskipun kadang sedikit bodoh." Tawa mereka pacah karena itu, Khia Na melepaskan pelukannya kemudian membersihkan sisa-sisa air matanya sambil membuang napasnya beberapa kali. "Semuanya harus diakhiri, aku juga telah lelah." Yukine hanya memperhatikan sahabatnya yang telah lahir kembali ini, Khia Na mengambil ponselnya kemudian menghapus semua jejak-jejak laki-laki itu dalam kehidupannya bahkan memblokir semua tentang laki-laki itu di media sosial miliknya. "Bagaimana perasaanmu?" tanya Yukine ketika Khia Na sudah menaruh ponselnya. "Sedikit sakit namun jauh lebih lega di sini," jawab Khia Na sambil menunjuk dadanya sendiri. "Baguslah, sembuhkan sendiri jangan berharap orang lain datang untuk menyembuhkan lukamu." "Aku ingat, akan aku ingat." Dua perempuan itu akhirnya sudah dapat menyantap makanan yang telah dingin namun suasana begitu hangat. Setelan memuaskan nafsu makannya Yukine harus pulang karena sudah cukup malam. Yukine menunggu di pinggir jalan mobil yang dipesannya sambil menggulir layarnya dan tanpa sengaja melihat sepatu yang cukup bagus berwarna putih dengan sedikit corak maroon. Yukine terpikat dan langsung membelinya kemudian teringat pada Balryu. "Alangkah bagusnya jika laki-laki itu juga mengenakannya." Dan Yukine memesan untuk Balryu, sepatu yang sama dengan ukuran yang berbeda hanya warna milik Balryu putih dengan hitam sebagai coraknya. Yukine masih berdiri dipinggir jalan melihat diaplikasi jika mobilnya akan sampai 10 menit lagi namun di waktu singkat itu Yukine melihat seorang laki-laki sedang berlari tepat di depan hidungnya di susul oleh tiga laki-laki lainnya yang berbadan besar. Bahkan jika orang-orang itu tidak mengatakan Yukine masih dapat menebak jika tiga orang bertubuh bodyguard itu seorang debkolektor yang sedang mengejar seseorang dan sialnya Yukine pernah melihat laki-laki itu. Namun Yukine tidak bergeming seakan bertindak seperti udara, tidak melihat apapun yang terjadi disekelilingnya. Yukine masih tidak bergeming ketika laki-laki itu akhirnya jatuh dan mendapatkan pukulan demi pukulan dari ketiga orang itu, Yukine tidak menoleh tapi pendengarnya masih sangat bagus juga dapat melihat dari sudut matanya meskipun dirinya menghadap ke depan. "Lemah," umpat Yukine dalam hati ketika sudah dapat menebak endingnya jika laki-laki itu pada akhirnya di lumpuhkan dan diseret di jalan oleh ketiganya sayangnya Yukine tidak mengerti mengapa mereka berjalan kearahnya dan melemparkan tubuh laki-laki itu tepat di bawah kakinya. Yukine masih tidak bergeming hanya melihat sekilas pada Geum yang ada di kakinya kemudian ke arah ketiga laki-laki itu. "Apa ini?" tanya Yukine pada mereka bertiga. "Bayar hutangnya," jawab laki-laki yang paling ujung. "Ha? Apakah aku ibunya harus membayar hutang laki-laki ini?" Geum yang ada di bawah kaki Yukine terbatuk-batuk akibat pukulan yang diterimanya bahkan ada sedikit darah yang keluar dari mulutnya. "Dia mengatakan jika dia mengenalmu." "Aku tidak!" jawab Yukine dengan cepat. Ketiga orang itu saling berpandangan dan akan mengambil tubuh laki-laki itu kembali. "Tolong aku," ucap Geum dengan susah payah. "Aku tidak mengenalmu," jawab Yukine dengan tidak peduli meskipun keadaan Geum begitu memprihatinkan. "Kita pernah bertemu sebelumnya." "Aku tidak ingat." "Di belakang tempat tinggal ku, di restoran juga di jalan beberapa jam yang lalu." Yukine tertawa mengejek. "Jika seperti itu aku lebih mengenal tukang parkir di depan minimarket daripada kamu. Bahkan aku tahu namanya." "Aku Geum, aku kakaknya Ischa. Temanmu." "Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan." Yukine melihat kearah ketiga laki-laki yang masih berdiri ditempatnya. "Bawa saja dia aku tidak mau ikut campur dengannya," ucap Yukine pada mereka. "Tolong aku, mereka akan membunuhku malam ini juga jika aku tidak bisa membayar hutangnya," Geum masih berusaha meminta bantuan kepada Yukine. Yukine tidak bergeming dan melihat jika mobilnya sudah datang jadi pergi lebih dulu. "Aku akan melakukan apapun untukmu, asalkan kamu membantuku sekarang." Yukine masih tidak peduli, tangannya sudah akan membuka pintu mobil itu namun terhenti ketika Geum berteriak. "Aku akan menjadi budak untukmu." Senyuman mengembang di bibirnya kemudian berbalik dengan senyuman yang sudah lenyap. "Apa jaminannya jika kamu tidak akan kabur?" tanya Yukine sambil berjalan menghampirinya. "Aku tidak punya sesuatu yang berharga untukmu." "Bagaimana jika kepalamu." "Ini terlalu berharga jika untuk 19 juta." "Hanya kepalamu yang bisa aku pegang ucapanmu terlalu licin. Aku akan melunasi hutangmu dan kamu akan menggadaikan kepalamu padaku." Ada keheningan di malam itu Geum masih memikirkannya antara mati di tangan debkolektor atau di pasung oleh gadis di depannya. "Waktuku tidak banyak," ucap Yukine melihat mobil itu masih menunggunya padahal sang supir bahkan kesulitan bernapas melihat adegan di belakangnya. "Ok," ucap Geum dengan berteriak padahal dadanya masih sakit. Yukine tersenyum penuh kemenangan siapa yang mengira pada akhirnya peliharaan pertamanya adalah seorang budak. Yukine mentransfer sejumlah uang pada orang-orang itu dan mereka pergi begitu saja setelahnya. Yukine melihat laki-laki itu yang tidak berdaya di atas trotoar. "Ingat ucapanmu sebelumnya jangan pikir dapat membodohi ku, jika kamu berbohong aku akan membuatmu mati perlahan dengan membuka isi perutmu atau kamu ingin aku berurusan dengan adik perempuan mu?" ucap Yukine dengan lembut juga tidak lupa tersenyum namun senyuman itu seperti nenek sihir di mata Geum. Geum merasa merinding melihatnya dan teringat apa dikatakan oleh Ischa beberapa waktu yang lalu tentang perempuan ini. Lebih baik tidak berurusan dengannya namun kenyataannya sekarang Geum menggadaikan kepalanya pada perempuan gila ini. "Mengeringkan," ujar Geum di dalam hati sambil melihat gadis yang cantik ini namun ucapannya sungguh menusuk. Yukine pergi begitu saja dengan penuh kemenangan, ucapannya barusan bukanlah omong kosong belaka. Tidak ada seorangpun yang tahu dari orang-orang yang mengenalnya jika Yukine telah mengganti jurusannya di hari pertama masuk universitas jika Yukine beralih ke jurusan kedokteran dan akan mengambil spesialis bedah. Yukine hanya merasa kala itu jika jurusan itu akan membantunya di masa depan. Meskipun harus sudah payah mengganti jurusannya.Baru juga di abaikan sebentar bunga ini sudah didatangi kumbang lagi, Balryu menatap Yukine yang sedang bicara dengan Damar laki-laki ini jauh lebih familiar untuk Balryu karena sudah pernah melihat dari kejauhan sebelumnya.Imran masih mengajaknya bicara namun Balryu mengabaikannya dan lebih memilih untuk menghampiri Yukine dan Damar. Damar lebih dulu mengetahui kedatangan Balryu dan menyapanya."Hallo, saya Damar," ucap Damar dengan senyuman lebar juga mengulurkan tangannya namun Balryu menanggapinya dengan anggukan kepala dan "Emm."Damar sedikit tidak berharap jika akan di perlakukan seperti ini oleh kakak dari temannya karena Damar pernah melihat sendiri bagaimana Laki-laki ini begitu hangat sebelumnya. Uluran tangan dari laki-laki itu sudah akan di tarik namun segera diambil oleh laki-laki lain yang baru saja bergabung."Perkenalkan aku Imran, sahabat baik laki-laki ini." Imran menggunakan tangan kanannya untuk menyambut uluran tangan Damar dan menggunakan tangan yang lain meran
Geum tidak tahan melihat perempuan begitu cantik tepat di hadapannya tangannya yang nakal tidak berpendidikan tiba-tiba saja terangkat dan menepuk pelan kepala perempuan itu namun yang tidak disangkanya di detik selanjutnya kepalanya seperti dihantam sesuatu yang begitu kuat, telinganya berdenging hebat dan pandangannya sedikit kabur bahkan tubuhnya goyah hingga terhuyung jatuh untung saja tidak sampai jatuh ketanah karena ada mobil di sampingnya yang digunakannya untuk bersandar.Butuh beberapa saat untuknya untuk kembali pulih dan menyadari apa yang sebenarnya terjadi di sini kejadiannya begitu cepat sampai tidak melihat bagaimana perempuan di depannya ini memberikan pukulan padanya.Geum menggelengkan kepalanya beberapa kali berharap segera pulih kembali namun ketika melihat ke arah Yukine, perempuan itu sedang menatapnya dengan mata lebarnya, penuh intimidasi yang tidak bisa ditolerir oleh Geum."Sepertinya peliharaan ini perlu dijinakkan!" ucap Yukine yang membuat Geum merasa ber
Yukine mengenakan sepatu yang baru saja sampai setelah beberapa hari menunggu, Balryu juga mencoba sepatunya. Laki-laki itu tidak bisa menyembunyikan senyumnya."Seleramu bagus juga," ujar Balryu."Aku akan mengambil foto," sahut Yukine.Namun setelah beberapa gaya tidak juga puas."Biarkan aku saja."Balryu mengambil alih menggunakan ponselnya sendiri. "Angkat kaki mu," perintah Balryu.Balryu mengangkat kaki kanannya kemudian menaruhnya di atas bahannya sendiri, Yukine mengikutinya namun segera Balryu menyuruhnya menggunakan kaki kirinya. Jadilah telapak kaki bertemu telapak kaki."Tidak buruk," ujar Yukine yang melihat hasilnya."Apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Bumantara yang ikut bergabung di ruang tengah."Tidak ada," jawab Yukine."Aku punya misi untuk kalian," ucap Bumantara hingga dua anaknya itu saling bertatapan. "Taraaa ...." Bumantara menunjukkan sebuah undangan yang nampak mewah juga estetik."Aku punya firasat buruk," gumam Balryu yang hanya dapat di dengar oleh Y
"Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?"Setelan sekian lama akhirnya mulut itu mengeluarkan suara lagi dan kedua tangannya masih sibuk membersihkan sisa-sisa air matanya."Jangan hubungi dia abaikan saja, lihat bagaimana reaksinya ketika kamu marah dan mengabaikannya. Jika dia benar-benar menyukaimu dia akan memperjuangkan mu, membujuk mu lebih bagus jika dia datang malam ini. Mungkin aku yang salah memandangnya terlalu rendah.""Bagaimana jika dia tidak melakukan semuanya?""Buang saja ke laut," jawaban cepat dan spontan itu membuat Khia Na tersenyum kecil."Aku pikir menjalin hubungan dengan laki-laki yang jauh lebih dewasa akan menyenangkan tapi selama ini ketika marah aku belum pernah di bujuk sekalipun dan ketika aku manja dia marah selalu mengatakan untuk tidak manja karena aku sudah dewasa.""Lalu?""Sepertinya semua yang kamu katakan benar, aku tidak perlu menunggu lagi mungkin ini saatnya aku memikirkan diriku sendiri.""Bagus, akhirnya sadar juga.""Terima kasih," ucap
Mata Yukine berbinar ketika dihadapkan dengan makanan yang memenuhi meja di tempat tinggal sahabatnya itu."Makan, makan tidak perlu sungkan. Anggap saja rumah sendiri," ujar Khia Na."Kamu baik sekali," sanjung Yukine sedangkan wanita di depannya hanya tersenyum lebar.Mereka duduk berhadapan dan mulai menyantap makanan namun hanya Yukine yang makan dengan semangat pihak lain hanya mengambil sedikit makanan itupun tidak segera dihabiskan, awalnya Yukine tidak menyadarinya namun jika diperhatikan ada sedikit keganjalan."Apakah kita sedang berkencan?" ucap Yukine di tengah makanannya."Apakah kamu gila? Sahabatmu ini masih suka yang berbatang," jawab Khia Na dengan cepat, nada bicaranya masih sangat tinggi penuh dengan tenaga."Tapi suasana ini terlalu romantis untukku," sahut Yukine sambil menunjukkan suasana di sekelilingnya yang telah di hias sedemikian rupa nampak romantis."Jangan pikirkan, cepatlah makan," ucap Khia Na mencoba menutupi sesuatu dari Yukine."Aku juga tidak sedang
Yukine menatap pesan yang dikirim oleh Balryu yang mengatakan untuk membawakan satu pasang baju santai dan satu pasang baju kerjanya. Balryu tidak bisa meninggalkan kantor dan harus bermalam di pagi harinya ada meeting pagi-pagi sekali. Ada mandat dari kakaknya tentu dirinya segera mencari semuanya yang dibutuhkan oleh Balryu.Ketika Yukine masuk ke dalam kamar laki-laki itu dan mengemasi barang-barang yang dibutuhkan oleh Balryu tanpa sengaja Yukine melihat sesuatu yang terselip di dalam buku, meskipun tidak membukanya Yukine sudah dapat menebak jika itu sebuah tangkai bunga namun Yukine masih penasaran akan hal itu dan benar saja itu hanya setangkai bunga namun nampak familiar."Sepertinya aku pernah melihatnya, apakah ini bunga yang sama seperti yang aku berikan ataukah memang ini?"Yukine menggelengkan kepalanya menepis pikirannya sendiri, "Lagipula kenapa bunga dariku disimpan?"Karena hanya sendirian di kamar ini tidak mungkin ada yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaannya, Yuk