"Apakah gegeku tahu jika aku menyukainya?" Itu adalah pertanyaan pertama Yukine pada Khia Na ketika keesokan harinya ketika mereka bertemu kembali di universitas.
"Aku tidak tahu," jawab Khia Na sambil menggeleng pelan. Yukine mengerenyit sambil menggigit bibir bawahnya hal ini sangat menyita perhatian dan pikirannya. "Kamu nampak frustasi? Kenapa aku merasa jika perasaanmu pada gegemu seperti sebuah aib." "Aku merasa malu saat memikirkannya," jawab Yukine jujur dan mengimbuhkan di dalam hatinya, "Terlebih setelah membaca diary itu." Yukine merasa merinding sampai saat ini sampai tidak berani membuka diary itu lagi. "Menurutmu bagaimana reaksinya jika gege tahu tentang perasaanku?" "Emm aku tidak yakin tapi di matanya kamu tetap adik kecilnya aku rasa dia memperlakukan dirimu layaknya saudara bukan sebagai seorang wanita." "Semoga saja seperti itu. Lalu apa pendapatmu tentang perasaanku ini?" "Maksudnya?" "Sebaiknya aku tetap jadi adiknya atau ... bagaimana jika aku jatuh cinta lagi padanya?" "Itu terserah padamu keduanya tidak ada yang salah hanya saja jika kamu menjadi adiknya hubunganmu dengannya akan tetap menjadi baik sampai kapanpun tapi jika kalian berhubungan lebih lanjut banyak hal akan terjadi." "Aku juga berpikir demikian." "Tapi Fei aku sepertinya pernah ingat kamu pernah menyebutkan akan mengungkapkan perasaanmu tapi itu setelah kita lulus selebihnya aku tidak tahu karena setelah itu kamu menghilang tidak ada kabar." "Ha? Yang benar?" Mata Yukine membulat mendengar itu bagaimana jika itu benar-benar terjadi. "Setiap kita bertemu kamu sering membahas tentang gegemu jadi aku tidak begitu memperhatikan dan yakin dengan itu." "Bahkan aku sama sekali tidak tahu apapun tentang diriku sendiri," sahut Yukine dengan frustasi. "Lalu bagaimana dengan sikap gegemu sekarang padamu?" "Semuanya baik dan nampak normal." "Aku harap kamu belum pernah menyebutkan apapun pada gegemu." Yukine mengangguk mengiyakan harapan dari sahabat satu-satunya itu. Setelah itu mereka berpisah menuju tujuan mereka masing-masing. Yukine hanya dapat menebak nebak apakah saudara laki-lakinya mengetahui tentang perasaan Fe Fei padanya semakin dipikirkan semakin pusing Yukine dibuatnya di tengah memikirkan hal gila yang pernah dilakukan Fe Fei Yukine dihentikan oleh seorang pemuda dan sosok itu nampak tidak asing. "Hallo maaf mengganggu sebentar," ucap Damar tersenyum tangannya memegang banyak selembaran. "Dengan siapa?" tanya Damar. "Fe Fei," jawab Yukine pelan. "Sudah ikut club tertentu?" Yukine menggeleng pelan. "Jika kamu tertarik ikutlah club taekwondo," ujar pemuda itu sambil menyerahkan selembar kertas pada Yukine. "Hubungi admin yang tertera di sini jika ingin mendaftar." Yukine hanya mengangguk pelan dan Damar mengucapkan terima kasih dan pergi. Yukine melihat ke sosok itu yang kembali memberhentikan orang lain dan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan padanya. Kini Yukine melihat selembar kertas yang ada ditangannya tulisan besar taekwondo menarik perhatiannya. "Apakah ini sebuah pertanda jika aku harus mulai belajar menjaga diri sendiri?" tanya Yukine pada dirinya sendiri tiba-tiba pengalaman buruk itu kembali melintas di pikirannya jika saja Yukine dapat melindungi diri sendiri tidak mungkin akan ada hal buruk yang menimpanya. Tanpa ragu Yukine mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan kepada nomor yang tertera, yang tidak diketahui oleh Yukine dibelakangnya Damar kembali menoleh padanya melihat bagaimana dengan mudahnya seorang gadis mendaftarkan diri ke club taekwondo tapi bukan itu poinnya Damar merasakan perasaan akrab tapi tidak tahu terletak dimana itu. Nampaknya Yukine serius tentang masuk club taekwondo datang ke pertemuan seminggu dua kali juga melakukan dengan serius mengikuti arahan sensei untuk pemula dan tentunya bertemu dengan Damar mereka saling menganggukkan kepala sebagai sapaan. "Kau yakin?" Khia Na tidak percaya dengan apa yang didengarnya, aktifitas fisik seperti ini dulunya hal yang tidak mungkin dilakukan oleh sahabatnya itu. Namun Yukine hanya memberi tahu Khia Na untuk keluarganya dirinya belum tahu bagaimana cara untuk memberi tahu mereka. 3 bulan berlalu begitu cepatnya ada banyak peristiwa istimewa dari hal-hal kecil yang di lewatinya bersama dengan keluarganya, perhatian, prioritas dan kasih sayang yang didapatkannya meskipun itu hanya sebuah pesan ucapan selamat malam karena jarak mereka selebihnya Yukine beraktivitas seperti biasa tiap hari berangkat dengan kelurganya secara bergantian pulang dengan kendaraan umum entah itu taxi maupun bus bertemu lagi saat makan malam bersama anggota keluarganya yang kebetulan tidak sibuk. Untuk Balryu tidak ada interaksi berlebihan semuanya membosankan dan sealami mungkin itu yang diharapkan oleh Yukine semuanya berjalan monoton. Yukine juga rajin datang ke club tentunya masih akan terus bertemu Damar meskipun mereka tidak pernah berinteraksi langsung tapi tiap kali bertemu Damar akan menyapanya meskipun hanya dengan sebuah senyuman. Ketika Yukine terbangun dan itu belum pagi kemudian tidak dapat tertidur lagi tiba-tiba Yukine teringat pada jasadnya setelah sekian lama banyak pertanyaan muncul di benaknya. "Apakah ada yang tahu jika aku sudah meninggal?" "Apakah jasadku ditemukan?" "Mungkinkah jasadnya masih ada di dasar sungai yang dingin itu?" Kota itu menyimpan banyak sekali rasa sakit hanya sekedar untuk memikirkannya saja Yukine merasa sakit tapi Yukine ingin sekali datang ke Kota itu bukan untuk orang-orang yang telah menyakitinya melainkan untuk dirinya sendiri. Entah dorongan dari mana kekuatan itu datang begitu besar yang membuat Yukine mengambil ponselnya untuk memesan tiket kereta api paling pagi untuk menuju kota itu. Tidak banyak membawa barang Yukine hanya memasukkan ponselnya, kartu identitas, dompet juga sebuah buku ke dalam tas punggung kecil setelah itu langsung berangkat kereta akan berangkat jam 5 pagi sedangkan Yukine masih punya waktu satu jam lebih untuk sampai ke stasiun dengan itu Yukine memilih untuk berlari menuju stasiun jika nanti sudah tidak kuat akan mencari kendaraan untuk selanjutnya. Jantungnya berdetak cukup kencang entah itu di picu karena berlari atau karena Yukine merasa gugup karena akan kembali ke kota itu. Perjalanan menuju kota itu memakan waktu dua jam dan yang dilakukannya di dalam kereta hanya membaca buku yang dibawanya tapi bagaimana pun Yukine ingin meresapi isi dari buku itu sama sekali tidak ada yang dapat dipahami olehnya. Kereta itu akhirnya berhenti tapi sekarang Yukine malah terdiam karena semuanya mendadak dirinya melupakan satu hal yang penting yaitu di mana jembatan itu. "Bodohnya aku," keluh Yukine sambil memukul jidatnya sendiri. "Kemana aku harus mencari bagaimana aku harus bertanya?" Di tengah kebingungannya Yukine melihat seorang laki-laki tua sedang duduk sendirian di stasiun yang langsung mengingatkan kepada kakeknya yang telah tiada. "Apakah aku harus mengunjunginya?" Setengah jam kemudian Yukine sudah berada di tempat pemakaman umum melihat nama yang tertera di sana mata itu langsung menitihkan air mata. "Kakek aku datang berkunjung," gumam Yukine sambil berlinang air mata. "Maafkan cucumu yang tidak berbakti ini." Cukup lama Yukine berada di pemakaman itu bicara omong kosong dengan tempat istirahat kakeknya sampai matahari sudah di atas kepalanya dan perutnya keroncongan. Gadis itu bangkit dari tempatnya mencari sesuatu untuk mengisi perutnya. Sudah setengah tahun Yukine pergi dari kota ini tidak banyak yang berubah semuanya masih sama, kota ini tidak terlalu kecil tapi itu sangat kecil untuk Yukine saat ini bagaimana begitu kebetulan pertemuan seperti apa ini di pertama kalinya berkunjung sudah melihat orang yang di bencinya yaitu Alga.Langkah kaki Jon terhenti ketika melihat pemandangan tidak jauh darinya, di malam yang sunyi ini terdengar suara tawa seorang perempuan yang asing, Jon berteman hampir semua orang yang ada di tempat ini dan hampir bisa mengingat semua suara mereka tawa ini sedikit asing untuk laki-laki itu, ketika Jon melihat suara siapa itu laki-laki itu sama sekali tidak menyangka jika itu adalah milik perempuan yang hampir tidak pernah tertawa hanya sekedar tersenyum itupun tidak dilakukan setiap hari. "Ya tuhan apakah ini nyata, benarkah itu dokter Ma?" Jika bukan karena kedua tangannya sedang membawa kopi panas mungkin Jon akan menampar wajahnya sendiri untuk memastikan jika dirinya tidak sedang bermimpi.Jon tadang dengan dua cangkir kopi panas berniat mengobrol dengan Balryu sebelum mereka kembali untuk beristirahat namun Jon mengurungkan niatnya ketika melihat pemandangan ini, Balryu sedang bicara sedangkan perempuan yang mendengarkan malah hanya tertawa terus mendengar ini. "Cerita lucu apa
Jika biasanya perempuan itu akan langsung tertidur ketika bersentuhan dengan bantal akan tetapi kini hanya bertahan satu menit hingga perempuan itu kembali duduk dengan kepala terkulai."Aku tidak bisa tidur, ada orang asing," ucap Yukine sambil menggeleng pelan. "Aku bisa pergi," kata Balryu di sampingnya."Tidak perlu, kamu datang lebih dulu kamu tidak seharusnya pergi, lagipula sepertinya aku sudah tidak mengantuk lagi karena kesal," ucap Yukine yang bicaranya sedikit tidak jelas.Perempuan ini ada di sampingnya membuat Balryu sedikit tidak nyaman untuk terus menghisap rokoknya hingga mematikannya padahal itu batang rokok yang kedua yang baru saja dinyalakan. Karena berada di lingkungan klinik Balryu tidak bisa merokok sesuka hati namun karena itu pula ketergantungannya terhadap nikotin sedikit menurun mungkin juga karena otaknya yang tidak lagi stres dan banyak melakukan aktivitas baru membuat Balryu sedikit melupakan kebiasaan buruk itu."Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Y
Setelah berhari-hari tinggal di tempat ini Balryu mulai beradaptasi sedikit demi sedikit meskipun Balryu bukanlah seorang tenaga medis akan tetapi masih banyak pekerjaan yang dapat di lakukan untuk seorang laki-laki sehat seperti dirinya, apalagi dengan wajahnya yang rupawan membuat banyak orang sering mencarinya untuk melakukan sesuatu dari hal kecil meskipun itu hanya dalih agar bisa berinteraksi dengannya ataupun benar-benar butuh bantuan seperti memperbaiki komputer juga alat elektronik lainnya. Balryu juga sering ikut Jon keluar kota semata-mata agar dapat mengetahui dunia luar, Jon tentu tidak keberatan dengan itu selain pekerjaannya juga ringan ada teman bicara diperjalanan yang membosankan itu meskipun Balryu hanya menjadi pendengar saja. Hari ini Balryu baru kembali bersama dengan Jon untuk mengambil alat medis dan beberapa kardus obat-obatan dari kota besar."Aku senang kamu datang," ujar Jon dengan senyum lebarnya. "Aku merasa punya teman bicara dan berbagi tugas," imbuh l
Balryu mengistirahatkan tubuhnya di kamar milik dokter Halaong sedangkan pria tua itu entah pergi kemana, perjalanan jauh ini menguras banyak energi lelaki yang tidak pernah istirahat dengan benar di sepanjang perjalanan, lelaki itu butuh banyak istirahat untuk memulihkan kondisi tubuhnya seperti semula sedangkan untuk orang tua itu tidak perlu membahasnya. Mungkin tubuhnya punya kekuatan robot yang tidak punya rasa lelah bahkan dengan tubuh manusianya di sepanjang perjalanan yang melelahkan itu dokter Halaong bisa melakukan beberapa perawatan juga operasi yang tidak diketahui oleh Balryu. Mulut lelaki itu menguap lebar sambil merenggangkan tubuhnya, tidak tahu sudah berapa lama dirinya tertidur pulas meskipun ranjang milik dokter Halaong tidak senyaman miliknya di rumah namun ketika tidur dengan nyaman tanpa punya banyak kekhawatiran membuatnya dirinya bisa tidur pulas dan bangun dengan keadaan bugar. Tempat itu sunyi tidak ada aktifitas apapun, perutnya terasa lapar membuat Balry
Yukine langsung mengalihkan pandangannya ketika sadar, dengan wajah kebingungan perempuan itu berpikir keras. "Kenapa dia ada di sini?" tanya Yukine pada dirinya sendiri. "Pasti aku salah lihat." Untuk memastikan pandangannya benar atau salah Yukine kembali menoleh dan lelaki itu masih melihatnya. "Dia seperti yang ada di ingatanku tapi lebih kurus apakah ada orang di dunia ini yang memiliki wajah sangat mirip?" Yukine masih berdebat dengan hatinya namun itu diputuskan kebenarannya ketika melihat dokter Halaong keluar dari mobil. "Kenapa pria tua itu sudah kembali? Jika itu dokter Halaong berarti lelaki itu benar-benar Balryu." Yukine menelan ludahnya entah mengapa langsung merasa gugup." Kenapa dia harus datang kesini?"Tiga orang keluar dari mobil itu dengan sedikit berlari menghindari hujan, Yukine tidak berani melihat lagi dan lebih memilih menyibukkan diri dengan anak-anak di sekitarnya namun karena sudah tidak bisa menikmati hujan seperti sebelumnya perempuan itu memilih untu
Awalnya Balryu tidak mengerti mengapa Jon melarang dokter Halaong menyetir dan bersikeras terus mengemudi sendiri semalaman tidak membiarkan dokter Halaong menggantikannya dengan alasan tangan dokter Halaong terlalu berharga, juga tidak bisa menyuruh Balryu karena masih belum menguasai medan terpaksa terus mengemudi sendiri di tengah ngantuk dan tangan yang telah mati rasa.Tapi kini ketika dokter Halaong menginjak gas mobil itu Balryu langsung punya firasat buruk juga mengerti mengapa Jon melakukan itu semua. Cara menyetir dokter Halaong berbeda dan Jon yang terkesan santai dan lembut mengutamakan kenyamanan juga keselamatan sedangkan pria tua itu tidak menggunakan prinsip itu, gasnya terus diinjak meksipun itu di tikungan tajam prinsip yang digunakan olehnya hanya segera sampai tujuan tidak peduli dengan penumpang yang mungkin bisa memuntahkan organ dalamnya. Balryu awalnya jenuh juga bosan dengan perjalanan ini tapi kini kembali tegang karena jantungnya kembali dipacu. "Pantas saj