Share

9. Dasar sungai yang dingin

Author: Qima
last update Last Updated: 2025-05-30 15:30:04

Dengan tergesa-gesa dan tanpa arah Yukine segera meninggalkan tempat itu mereka belum bertemu tapi Yukine sudah melihat Alga dari kejauhan padahal meskipun mereka bertatap muka laki-laki itu tidak akan mungkin mengenali dirinya yang sekarang hanya saja Yukine tidak yakin dengan dirinya sendiri dapat menahan diri untuk tidak memukul wajah itu dengan kayu. Langkah itu masih tergesa-gesa tanpa tujuan pasti tapi gerimis menyadarkannya.

"Meskipun sudah berlalu cukup lama aku masih belum dapat menenangkan diriku," gumam Yukine pada dirinya senyuman mengejek tercipta karena kekonyolannya sendiri. Kemudian mengabaikan keberadaan laki-laki itu melanjutkan urusannya.

Yukine menepi ke sebuah toko serba ada dan membeli sebuah payung tiba-tiba bibir itu tertawa kecil, Yukine menertawakan dirinya sendiri betapa konyol dan cerobohnya dirinya yang datang jauh-jauh hanya demi mengikuti perasannya dan hasilnya kini dirinya terjebak hujan dan tidak tahu akan kemana, jembatan itu masih menjadi tujuan utamanya tapi keberadaannya Yukine pun tidak mengetahuinya. Gerimis perlahan menjadi hujan ringan disertai dengan angin kecil tapi itu masih membuat payung milik Yukine goyah ketika Yukine akan memposisikan payungnya seperti semula tatapannya jatuh ke sebuah sungai di belakang bangunan itu dan instingnya mengatakan jika dirinya harus mengikuti aliran sungai itu.

"Semoga saja perjalanan ini tidak sia-sia."

Setelah berjalan beberapa waktu langkah itu berhenti senyuman lebar muncul di wajah gadis itu, pemandangan yang familiar terpampang nyata di depannya meskipun itu bukanlah kenangan yang baik tapi Yukine kini cukup senang dapat kembali lagi ke jembatan ini. Jembatan itu masih berdiri kokoh seperti semula suasana yang sama dengan air yang masih persis seperti waktu itu karena curah hujan sungai itu penuh dan keruh.

Yukine mengambil sekuntum bunga dari tasnya kemudian melemparkannya ke dalam sungai hadiah untuk dirinya sendiri. "Ini hanya permulaan, aku akan datang lagi kesini dilain waktu disaat semua orang harus membayar semuanya." Yukine memandangi aliran sungai yang deras itu untuk waktu yang lama hanya diam seperti itu.

Sebuah mobil berhenti tepat di sebelahnya membuatnya menoleh dan perasaan waspada langsung tercipta bagaimanapun kesan Yukine tentang tempat ini terlalu buruk hingga kewaspadaan sudah terukir tapi alangkah terkejutnya ternyata yang keluar dari mobil itu adalah Damar begitu juga Damar pemuda itu juga terkejut sama sekali tidak menyangka jika akan bertemu dengan Fe Fei di situasi ini.

"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Damar.

"Tidak ada," jawab Yukine pelan.

"Mungkin aku akan percaya karena aku sedikit mengenalmu tapi orang lain akan beranggapan jika kamu ingin bunuh diri."

"Bunuh diri?"

"Lihatlah situasinya?"

Yukine melihat sekeliling cuaca buruk dan seorang gadis berdiri di jembatan sendirian dengan tatapan kosong apalagi yang akan dilakukan jika tidak untuk bunuh diri.

"Masuklah kita mencari tempat yang hangat untuk berbicara."

Yukine melihat Damar nampak tulus untuk mengundangnya bagaimana pun mereka sudah saling kenal dan Yukine tidak dapat menolaknya terlebih di cuaca seperti ini. Mobil itu membawa mereka ke sebuah kedai tidak terlalu besar dan mereka memesan dua porsi pangsit.

"Sebenarnya apa yang sedang kamu lakukan di jembatan?" Damar mengulangi pertanyaan yang sama dan Yukine pun menjawab dengan jawaban yang tidak jauh berbeda. Karena frustasi dan bingung dengan jawaban Yukine maka Damar mengganti pertanyaannya.

"Sedang apa kamu di kota ini? Menemui saudara?"

"Tidak."

"Lalu?"

Yukine diam untuk beberapa saat sebelum menjawabnya lagi, "Menemui seseorang."

"Kekasih?" tanya Damar penuh selidik tapi Yukine segera menggeleng.

"Teman."

"Laki-laki?"

"Perempuan." Yukine dengan tenang menjawab semua cercaan pertanyaan yang dilontarkan oleh Damar, Yukine merasa jika situasi ini dirinya seorang pelaku yang harus diintrogasi.

"Sudah bertemu?"

"Belum."

"Belum? Kenapa?"

Otak Yukine berpikir keras bagaimana mengatakan ini pada Damar dan harus meyakinkan jika dirinya tidak sedang berbohong jikapun Yukine berkata jujur pemuda itu tidak akan mungkin mempercayai ucapannya.

"Aku punya seorang teman tapi dia menghilang setengah tahun yang lalu aku hanya tahu jika dia tinggal di kota ini."

"Siapa namanya?"

"Yukine."

"Yukine?" Damar nampak terkejut tapi segera menahan diri, "Siapa nama lengkapnya?"

"Aku tidak tahu, aku juga tidak yakin itu nama asli atau bukan," Yukine harus sedikit berakting agar Damar tidak menaruh curiga.

"Sudah lama berteman dengan Yukine?"

"Kami sudah lama saling mengenal secara online tapi belum pernah bertemu sebelumnya," Yukine mengarang hubungan antara dirinya dan Fe Fei nampak senatural mungkin agar pemuda ini tidak curiga.

Damar terdiam kemudian mengambil ponselnya mencari sesuatu sebelum menunjukkan kepada Yukine sebuah foto di layar ponselnya, "Apakah ini orangnya? Yang paling ujung," Yukine melihatnya sama sekali tidak berharap jika pemuda itu memiliki fotonya meskipun itu bukan foto tunggal.

Yukine memperhatikan untuk beberapa waktu foto apa yang dimiliki oleh Damar itu, dirinya dalam potret itu menggunakan seragam bersama beberapa temannya dan Damar juga ada di dalam foto itu.

"Cukup mirip sepertinya iya. Bagaimana kamu memilikinya? Kamu mengenalnya?" Yukine harus nampak bersemangat.

"Kami satu kelas aku juga sedang mencarinya?" Damar nampak lesu sambil memandangi layar itu.

"Kamu dekat dengannya?" Kini Yukine yang balik bertanya tapi pemuda itu hanya menggeleng.

"Dia cukup pendiam dan terkesan dingin kami sudah lama menjadi teman sekelas tapi aku tidak berani untuk mendekatinya?"

"Kamu menyukainya?" Bahkan Yukine tidak percaya dengan pertanyaannya sendiri.

"Aku hanya menganggap gadis itu menarik di waktu yang sama cukup menyedihkan." Ada keheningan diantara mereka kemudian Damar mengajukan pertanyaan lain.

"Kenapa kamu nekat datang jauh-jauh tanpa ada kepastian seperti ini?"

"Aku hanya khawatir karena sebelumnya dia cukup bahagia karena akan kuliah tapi setelah itu dia mengatakan jika keluarganya tidak memperbolehkan dirinya kuliah."

"Kenapa?"

Yukine menggeleng lagi, Yukine percaya jika Damar orang baik tapi belum saatnya pemuda itu mengetahui semuanya lagipula dirinya belum cukup percaya pada Damar.

"Aku sudah banyak bertanya kepada teman-temanku tidak ada seorangpun yang mengetahui keberadaannya tidak ada yang pernah melihatnya lagi setelah kelulusan tapi aku berhenti mencarinya setelah ada yang bertanya ke keluarganya jika Yukine pergi bersama dengan ibunya dan mungkin melanjutkan pendidikannya di luar negeri."

"Jadi seperti itu?" Yukine mengiyakan perkataan Damar bukan karena percaya bagaimanapun faktanya tidak ada yang lebih jelas daripada dirinya sendiri, Yukine hanya memuji bagaimana keluarga bibinya mencuci tangan dari semua masalah ini dengan melemparkannya pada ibunya dan tidak mungkin akan ada orang disekitarnya yang bertanya langsung kepada wanita itu.

Lamunan Yukine terhenti ketika ponselnya berdering itu dari gegenya sangat jarang pemuda itu menghubunginya lebih sering mengirim pesan daripada langsung membuat panggilan seperti ini. "Hallo," ucap Yukine setelah panggilan itu terhubung.

"Kapan kamu akan pulang?" Suara dingin itu langsung terdengar ketika panggilan itu terhubung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Transmigrasi Dendam: Aku Kembali, Tidak Lagi Lemah!   150. Kafetaria

    Jika tidak kehabisan tenaga mungkin Yukine akan lupa dengan rutinitas orang normal jika tubuh manusia fananya masih membutuhkan asupan energi bernama makanan, rutinitas makan Yukine sangat berantakan. Sekarang sudah pukul 14:21 sedangkan perempuan itu baru masuk kafetaria yang ada di area rumah sakit, bukan lagi makan siang tapi sarapan dan makan siang dijadikan satu dalam waktu bersamaan.Kali ini Yukine punya waktu satu jam untuk mengistirahatkan tubuhnya juga memberikan asupan pada tubuhnya yang sudah hampir remuk karena sejak kemarin perempuan itu sudah tidak punya waktu untuk memikirkan pernikahan Balryu yang gagal karena yang ada di otaknya sekarang terus dikejar para senior yang terus menghubunginya mengerjakan begitu banyak tugas. Apalagi terjadi kebakaran kemarin yang menimbulkan banyak korban jiwa juga korban luka-luka yang jumlahnya membuat para tenaga medis ingin menangis darah.Tidak ada waktu untuk Yukine memikirkan perasaan orang tuanya ataupun saudaranya, perhatiannya

  • Transmigrasi Dendam: Aku Kembali, Tidak Lagi Lemah!   149. Semakin canggung

    Ruangan itu begitu sunyi meskipun ada banyak napas di sana, 4 orang sedang sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Suasana tenang yang canggung begitu damai meskipun otak mereka begitu berisik, mereka pernah dekat sangat dekat namun karena kejadian hari ini membuat mereka saling diam. Bumantara dan Xiyun saling bertatapan kemudian melihat ke arah Balryu yang duduk dengan tenang seolah tidak pernah terjadi apapun.Pasangan itu merasa tidak enak hati pada putra mereka karena keinginan mereka berdua yang meminta Balryu untuk menikah dengan Anila jika bukan karena keegoisan mereka Balryu tidak akan berinisiatif menerima niat baik Batanta untuk menjadikan putra mereka sebagai menantu. Bumantara dan Xiyun merasa bersalah pada Balryu namun mereka lebih merasa canggung pada putri mereka sendiri, hubungan mereka masih memiliki renggang dan sekarang karena hal itu jarak itu semakin melebar.Sejauh ini Yukine tidak mengatakan apapun walaupun sebenarnya jika perempuan itu mau ini adalah kesemp

  • Transmigrasi Dendam: Aku Kembali, Tidak Lagi Lemah!   148. Aku bisa membuat orang mati berstatus hidup

    Anila duduk dengan manis menggunakan gaun pengantin yang sangat indah, wanita itu tidak bisa berhenti tersenyum karena setelah penantian panjang akhirnya dalam hitungan menit lagi Anila bisa memiliki, mendapatkan, meraih, laki-laki yang didambakan olehnya untuk waktu yang lama.Acara akan segera dimulai setelahnya mereka berdua akan resmi di mata negara menjadi suami istri, Anila sungguh tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya, bibirnya kesulitan berhenti tersenyum kebahagiaan terbesarnya akan segera terwujud. Akan tetapi senyuman itu perlahan pudar ketika melihat pamannya yang telah bertahun-tahun tidak ditemuinya datang, bukan untuk menemuinya ataupun keluarganya laki-laki itu malah bicara pada Bumantara dan Xiyun.Jarak Anila dan mereka cukup jauh membuatnya tidak dapat mendengar percakapan mereka namun Anila punya sedikit firasat buruk ketika wajah ceria Bumantara dan Xiyun hilang seketika tetkala berbicara dengan laki-laki itu, Anila semakin merasa tidak tenang ketika Bumantara

  • Transmigrasi Dendam: Aku Kembali, Tidak Lagi Lemah!   147. Seonggok manusia ini

    Hubungan Yukine dan orang tuanya masih sedikit canggung terlebih mereka sangat jarang berkumpul bersama. Yukine sibuk dengan rutinitasnya sendiri sedangkan orang tuanya memang sudah sibuk sejak awal apalagi mempersiapkan banyak hal untuk pernikahan Balryu. Sampai hari pernikahan Balryu hubungannya dengan ibunya masih seperti itu. Dipernikahan Balryu Yukine menjadi seorang yang sangat kesepian, kelurganya sibuk dengan tamu-tamu undangan sedangkan Yukine tidak memiliki kepentingan dengan orang-orang itu mungkin saja jika hubungannya dengan ibunya tidak canggung wanita itu pasti akan memanggil putrinya untuk dikenalkan pada para tamu itu akan tetapi tidak untuk sekarang. Yukine sama sekali tidak menyangka jika suatu hari orang yang ada di sampingnya ketika merasa kesepian di tengah keramaian ini adalah orang yang sering membutuhkan kesal. Yukine duduk dengan tenang di sudut dan Imran datang menghampirinya tidak mengatakan apapun hanya menikmati minumannya. Keduanya hanya memperhatikan

  • Transmigrasi Dendam: Aku Kembali, Tidak Lagi Lemah!   146. Begitu sibuk

    Kursi stainless itu sudah mengembun juga terasa dingin akan tetapi tidak dapat membuat Geum pindah dari kursi panjang itu, tubuhnya menolak pergi sedangkan pandangannya hanya tertuju pada perempuan yang sedang melakukan pelayanan pada korban-korban yang memenuhi ruangan itu, sudah berjam-jam Geum duduk mengawasi Yukine tidak ada rasa bosan sedikitpun laki-laki itu menatapnya malah begitu menikmati juga kagum dalam bersamaan melihat mantan nona besarnya yang terus bergerak kesana kemari.Rambutnya yang panjang di kepang namun karena sudah terlalu lama terus bergerak membuat anak rambutnya lolos hingga menutupi wajahnya yang nampak lelah apalagi wajar cantik itu berkeringat ingin rasanya Geum menghampiri Yukine dan memberinya sebuah tisu namun itu hanyalah sebuah angan. Yukine sedikit merenggangkan punggungnya yang kaku setelah membantu seseorang senior membalut luka pasien terakhir. Yukine memindai sekeliling seperti sedang mencari keberadaan seseorang dan pandangannya berhenti ketik

  • Transmigrasi Dendam: Aku Kembali, Tidak Lagi Lemah!   145. Rumah sakit MO LING

    Rumah sakit dimana Yukine memulai karirnya sebagai tenaga medis terletak di pusat kota, sangat besar dengan fasilitas internasional tidak hanya gedungnya saja yang megah juga fasilitas yang mempuni, sistem dan cara kerja rumah sakit MO LING berbeda dari kebanyakan rumah sakit dalam negeri. Rumah sakit ini di bangun oleh sebuah keluarga militer awalnya hanya diperuntukkan untuk para militer akan tetapi semakin lama berkembang kini juga untuk masyarakat luas.Sistem yang dianut sangat mensejahterakan tenaga medis, bahkan calon dokter seperti Yukine memiliki gaji juga tunjangan, diharapkan sebagai calon dokter melakukan bimbingan dengan setulus hati dan lebih sungguh-sungguh. Rumah sakit ini memang terkenal mahal akan tetapi sebanding dengan pelayanan juga profesionalitasnya.Yukine sangat bersyukur bisa menjadi salah satu bagian dari rumah sakit ini jika di rumah sakit lain tidak tahu kapan dirinya bisa segera mandiri tidak lagi bergantung pada keluarganya. Yukine mengambil napas panjan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status