Dengan tergesa-gesa dan tanpa arah Yukine segera meninggalkan tempat itu mereka belum bertemu tapi Yukine sudah melihat Alga dari kejauhan padahal meskipun mereka bertatap muka laki-laki itu tidak akan mungkin mengenali dirinya yang sekarang hanya saja Yukine tidak yakin dengan dirinya sendiri dapat menahan diri untuk tidak memukul wajah itu dengan kayu. Langkah itu masih tergesa-gesa tanpa tujuan pasti tapi gerimis menyadarkannya.
"Meskipun sudah berlalu cukup lama aku masih belum dapat menenangkan diriku," gumam Yukine pada dirinya senyuman mengejek tercipta karena kekonyolannya sendiri. Kemudian mengabaikan keberadaan laki-laki itu melanjutkan urusannya. Yukine menepi ke sebuah toko serba ada dan membeli sebuah payung tiba-tiba bibir itu tertawa kecil, Yukine menertawakan dirinya sendiri betapa konyol dan cerobohnya dirinya yang datang jauh-jauh hanya demi mengikuti perasannya dan hasilnya kini dirinya terjebak hujan dan tidak tahu akan kemana, jembatan itu masih menjadi tujuan utamanya tapi keberadaannya Yukine pun tidak mengetahuinya. Gerimis perlahan menjadi hujan ringan disertai dengan angin kecil tapi itu masih membuat payung milik Yukine goyah ketika Yukine akan memposisikan payungnya seperti semula tatapannya jatuh ke sebuah sungai di belakang bangunan itu dan instingnya mengatakan jika dirinya harus mengikuti aliran sungai itu. "Semoga saja perjalanan ini tidak sia-sia." Setelah berjalan beberapa waktu langkah itu berhenti senyuman lebar muncul di wajah gadis itu, pemandangan yang familiar terpampang nyata di depannya meskipun itu bukanlah kenangan yang baik tapi Yukine kini cukup senang dapat kembali lagi ke jembatan ini. Jembatan itu masih berdiri kokoh seperti semula suasana yang sama dengan air yang masih persis seperti waktu itu karena curah hujan sungai itu penuh dan keruh. Yukine mengambil sekuntum bunga dari tasnya kemudian melemparkannya ke dalam sungai hadiah untuk dirinya sendiri. "Ini hanya permulaan, aku akan datang lagi kesini dilain waktu disaat semua orang harus membayar semuanya." Yukine memandangi aliran sungai yang deras itu untuk waktu yang lama hanya diam seperti itu. Sebuah mobil berhenti tepat di sebelahnya membuatnya menoleh dan perasaan waspada langsung tercipta bagaimanapun kesan Yukine tentang tempat ini terlalu buruk hingga kewaspadaan sudah terukir tapi alangkah terkejutnya ternyata yang keluar dari mobil itu adalah Damar begitu juga Damar pemuda itu juga terkejut sama sekali tidak menyangka jika akan bertemu dengan Fe Fei di situasi ini. "Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Damar. "Tidak ada," jawab Yukine pelan. "Mungkin aku akan percaya karena aku sedikit mengenalmu tapi orang lain akan beranggapan jika kamu ingin bunuh diri." "Bunuh diri?" "Lihatlah situasinya?" Yukine melihat sekeliling cuaca buruk dan seorang gadis berdiri di jembatan sendirian dengan tatapan kosong apalagi yang akan dilakukan jika tidak untuk bunuh diri. "Masuklah kita mencari tempat yang hangat untuk berbicara." Yukine melihat Damar nampak tulus untuk mengundangnya bagaimana pun mereka sudah saling kenal dan Yukine tidak dapat menolaknya terlebih di cuaca seperti ini. Mobil itu membawa mereka ke sebuah kedai tidak terlalu besar dan mereka memesan dua porsi pangsit. "Sebenarnya apa yang sedang kamu lakukan di jembatan?" Damar mengulangi pertanyaan yang sama dan Yukine pun menjawab dengan jawaban yang tidak jauh berbeda. Karena frustasi dan bingung dengan jawaban Yukine maka Damar mengganti pertanyaannya. "Sedang apa kamu di kota ini? Menemui saudara?" "Tidak." "Lalu?" Yukine diam untuk beberapa saat sebelum menjawabnya lagi, "Menemui seseorang." "Kekasih?" tanya Damar penuh selidik tapi Yukine segera menggeleng. "Teman." "Laki-laki?" "Perempuan." Yukine dengan tenang menjawab semua cercaan pertanyaan yang dilontarkan oleh Damar, Yukine merasa jika situasi ini dirinya seorang pelaku yang harus diintrogasi. "Sudah bertemu?" "Belum." "Belum? Kenapa?" Otak Yukine berpikir keras bagaimana mengatakan ini pada Damar dan harus meyakinkan jika dirinya tidak sedang berbohong jikapun Yukine berkata jujur pemuda itu tidak akan mungkin mempercayai ucapannya. "Aku punya seorang teman tapi dia menghilang setengah tahun yang lalu aku hanya tahu jika dia tinggal di kota ini." "Siapa namanya?" "Yukine." "Yukine?" Damar nampak terkejut tapi segera menahan diri, "Siapa nama lengkapnya?" "Aku tidak tahu, aku juga tidak yakin itu nama asli atau bukan," Yukine harus sedikit berakting agar Damar tidak menaruh curiga. "Sudah lama berteman dengan Yukine?" "Kami sudah lama saling mengenal secara online tapi belum pernah bertemu sebelumnya," Yukine mengarang hubungan antara dirinya dan Fe Fei nampak senatural mungkin agar pemuda ini tidak curiga. Damar terdiam kemudian mengambil ponselnya mencari sesuatu sebelum menunjukkan kepada Yukine sebuah foto di layar ponselnya, "Apakah ini orangnya? Yang paling ujung," Yukine melihatnya sama sekali tidak berharap jika pemuda itu memiliki fotonya meskipun itu bukan foto tunggal. Yukine memperhatikan untuk beberapa waktu foto apa yang dimiliki oleh Damar itu, dirinya dalam potret itu menggunakan seragam bersama beberapa temannya dan Damar juga ada di dalam foto itu. "Cukup mirip sepertinya iya. Bagaimana kamu memilikinya? Kamu mengenalnya?" Yukine harus nampak bersemangat. "Kami satu kelas aku juga sedang mencarinya?" Damar nampak lesu sambil memandangi layar itu. "Kamu dekat dengannya?" Kini Yukine yang balik bertanya tapi pemuda itu hanya menggeleng. "Dia cukup pendiam dan terkesan dingin kami sudah lama menjadi teman sekelas tapi aku tidak berani untuk mendekatinya?" "Kamu menyukainya?" Bahkan Yukine tidak percaya dengan pertanyaannya sendiri. "Aku hanya menganggap gadis itu menarik di waktu yang sama cukup menyedihkan." Ada keheningan diantara mereka kemudian Damar mengajukan pertanyaan lain. "Kenapa kamu nekat datang jauh-jauh tanpa ada kepastian seperti ini?" "Aku hanya khawatir karena sebelumnya dia cukup bahagia karena akan kuliah tapi setelah itu dia mengatakan jika keluarganya tidak memperbolehkan dirinya kuliah." "Kenapa?" Yukine menggeleng lagi, Yukine percaya jika Damar orang baik tapi belum saatnya pemuda itu mengetahui semuanya lagipula dirinya belum cukup percaya pada Damar. "Aku sudah banyak bertanya kepada teman-temanku tidak ada seorangpun yang mengetahui keberadaannya tidak ada yang pernah melihatnya lagi setelah kelulusan tapi aku berhenti mencarinya setelah ada yang bertanya ke keluarganya jika Yukine pergi bersama dengan ibunya dan mungkin melanjutkan pendidikannya di luar negeri." "Jadi seperti itu?" Yukine mengiyakan perkataan Damar bukan karena percaya bagaimanapun faktanya tidak ada yang lebih jelas daripada dirinya sendiri, Yukine hanya memuji bagaimana keluarga bibinya mencuci tangan dari semua masalah ini dengan melemparkannya pada ibunya dan tidak mungkin akan ada orang disekitarnya yang bertanya langsung kepada wanita itu. Lamunan Yukine terhenti ketika ponselnya berdering itu dari gegenya sangat jarang pemuda itu menghubunginya lebih sering mengirim pesan daripada langsung membuat panggilan seperti ini. "Hallo," ucap Yukine setelah panggilan itu terhubung. "Kapan kamu akan pulang?" Suara dingin itu langsung terdengar ketika panggilan itu terhubung.Game online buatan Balryu itu bernama ASMARALOKA mengajak para pemain berkultivasi sekaligus bertualang dalam permainan, memperkuat karakter mereka dalam game juga dapat bertemu banyak orang dalam game, mencari harta karun, berburu monster maupun mencari hewan peliharaan berupa hewan spiritual."Apakah ada artinya nama ASMARALOKA ini?""Dunia cinta kasih."Yukine tersenyum membayangkan bagaimana para gamers mencari pasangan di dalam dunia game yang indah ini."Apakah ada yang lucu?""Oh, tidak."Setiap naik level akan mendapatkan hadiah dan jika ingin naik level tentunya berburu mangsa bisa berupa apa saja begitu banyak rahasia yang perlu dipecahkan di dalam game. Jika seseorang ingin mengelilingi dunia dalam game nampaknya butuh seharian penuh karena selain dunia itu begitu luas dan banyak tempat yang berbahaya. Ada juga tempat yang terbatas yang hanya dapat dimasuki oleh karakter di level tinggi.Yukine menguap lebar sudah satu jam penuh dirinya menjelajahi dunia dalam game itu dan
Yukine terbangun dari tidurnya yang panjang meskipun tidur pagi bukanlah kebiasaannya namun mungkin karena merasa tubuhnya kurang nyaman dan insiden bubur pagi ini membuatnya malas untuk bergerak terlebih bertemu dengan orang-orang rumah namun sekarang sudah siang hari, perutnya benar-benar kosong karena terkuras habis pagi tadi."Kamu sudah bangun?" Yukine menoleh dan mendapati Balryu baru saja masuk tanpa suara dengan membawa nampan ditangannya."Emm," sahutnya sambil bangkit dan menyibakkan selimutnya.Balryu kembali mengecek suhu tubuh gadis itu namun mimik wajahnya tidak berubah, Yukine pun menyentuh keningnya sendiri untuk mengukur suhu tubuhnya. "Ini benar-benar panas," ucap Yukine dalam hati. Dia tidak pernah menyangka jika akan mendapati suatu hari jika akan jatuh sakit hanya karena sedikit menerjang hujan."Perlu disuapin gege?""Tidak," jawab Yukine dengan cepat dan mengambil peralatan makan itu dari tangan pemuda itu.Balryu tidak berkomentar hanya tetap di tempatnya mem
Di pagi hari ketika bangun Yukine merasakan tenggorokan terasa tidak nyaman dan bersin terus menerus juga merasakan jika suhu tubuhnya sedikit lebih hangat daripada biasanya tapi Yukine memiliki kelas pagi apalagi dirinya harus datang ke klub hari ini karena tidak ingin menunda menjadi kuat Yukine memaksakan tubuhnya untuk bangun dan mandi air hangat. "Ini bukan apa-apa, aku pernah demam parah tapi masih bisa melakukan banyak hal," ujar Yukine meyakinkan dirinya sendiri.Akan tetapi tekatnya runtuh ketika sang permaisuri rumah ini mendengar dan melihat langsung jika sang putri bersin sampai dua kali ketika menuruni tangga."Kamu sakit?" ujar Xiyun yang sedang ada di meja makan sendirian."Tidak, ini hanya flu ringan," jawab Yukine sambil mendudukkan tubuhnya di samping wanita itu."Sudah minum obat?""Setelan sarapan.""Kamu kehujanan kemarin?""Emm ... tidak." Yukine kembali mengingat semalam memang dirinya tidak kehujanan tapi hanya menerjang hujan sebentar ketika keluar dari rumah
Balryu langsung bertanya kepokok permasalahan, sebelum berangkat pagi ini Yukine sudah memberi tahu kepada ibunya jika akan pergi keluar kota dan akan kembali malam, wanita itu awalnya tidak memperbolehkannya jika Yukine bepergian sendirian akan tetapi terlambat putrinya sudah berada di dalam kereta, Yukine memberitahu wanita itu bukan untuk meminta ijin melainkan sebuah pemberitahuan agar tidak mengkhawatirkannya."Aku akan sampai sekitar jam 7 malam jika tidak ada keterlambatan keberangkatan," jawab Yukine."Aku akan menjemputmu di stasiun. Hati-hati.""Em," Segera panggilan itu berakhir, suara laki-laki itu masih nampak dingin namun terlihat jelas jika sedang mengkhawatirkannya."Siapa?""Kakakku," Yukine menjelaskan situasinya dan mereka memutuskan untuk kembali bersama meskipun mereka naik kereta yang sama dan satu gerbong tapi mereka tidak duduk berdekatan. Setelah kereta itu sampai Damar menghampiri Yukine dan keluar stasiun bersama-sama.Ketika akan berpisah Damar sekalian men
Dengan tergesa-gesa dan tanpa arah Yukine segera meninggalkan tempat itu mereka belum bertemu tapi Yukine sudah melihat Alga dari kejauhan padahal meskipun mereka bertatap muka laki-laki itu tidak akan mungkin mengenali dirinya yang sekarang hanya saja Yukine tidak yakin dengan dirinya sendiri dapat menahan diri untuk tidak memukul wajah itu dengan kayu. Langkah itu masih tergesa-gesa tanpa tujuan pasti tapi gerimis menyadarkannya."Meskipun sudah berlalu cukup lama aku masih belum dapat menenangkan diriku," gumam Yukine pada dirinya senyuman mengejek tercipta karena kekonyolannya sendiri. Kemudian mengabaikan keberadaan laki-laki itu melanjutkan urusannya.Yukine menepi ke sebuah toko serba ada dan membeli sebuah payung tiba-tiba bibir itu tertawa kecil, Yukine menertawakan dirinya sendiri betapa konyol dan cerobohnya dirinya yang datang jauh-jauh hanya demi mengikuti perasannya dan hasilnya kini dirinya terjebak hujan dan tidak tahu akan kemana, jembatan itu masih menjadi tujuan uta
"Apakah gegeku tahu jika aku menyukainya?" Itu adalah pertanyaan pertama Yukine pada Khia Na ketika keesokan harinya ketika mereka bertemu kembali di universitas."Aku tidak tahu," jawab Khia Na sambil menggeleng pelan. Yukine mengerenyit sambil menggigit bibir bawahnya hal ini sangat menyita perhatian dan pikirannya."Kamu nampak frustasi? Kenapa aku merasa jika perasaanmu pada gegemu seperti sebuah aib.""Aku merasa malu saat memikirkannya," jawab Yukine jujur dan mengimbuhkan di dalam hatinya, "Terlebih setelah membaca diary itu." Yukine merasa merinding sampai saat ini sampai tidak berani membuka diary itu lagi."Menurutmu bagaimana reaksinya jika gege tahu tentang perasaanku?""Emm aku tidak yakin tapi di matanya kamu tetap adik kecilnya aku rasa dia memperlakukan dirimu layaknya saudara bukan sebagai seorang wanita.""Semoga saja seperti itu. Lalu apa pendapatmu tentang perasaanku ini?""Maksudnya?""Sebaiknya aku tetap jadi adiknya atau ... bagaimana jika aku jatuh cinta lagi p