Share

BAB 6

Author: RHS
last update Last Updated: 2025-09-13 07:41:21

Pagi itu, cahaya matahari menembus jendela kamar mewah di lantai atas rumah keluarga Velia. Rahayu membuka mata, menarik napas panjang, dan menatap langit-langit kamar yang luas, penuh hiasan elegan. Rumah ini jauh berbeda dari rumah kecil Radit dulu—setiap sudut mencerminkan kemewahan, tapi juga tanggung jawab yang besar.

Arka, yang sudah bangun lebih awal, berlari kecil ke kamar. Matanya berbinar, polos dan ceria. “Ayah… bangun, Arka lapar!”

Rahayu tersenyum, menunduk dan mengusap kepala Arka. Ia menyiapkan sarapan sederhana namun sehat: roti, susu hangat, dan buah yang telah dipotong rapi. Ia memastikan Arka makan dengan nyaman, sambil membereskan dapur yang besar dengan cekatan. Setiap gerakan di rumah mewah ini terasa berbeda; alat dan fasilitas yang banyak membuatnya harus lebih teliti. Tapi ia menikmatinya.

Setelah sarapan, Rahayu menaruh mainan Arka di rak yang aman, menyapu lantai ruang keluarga, dan memastikan semuanya rapi. Velia duduk di sofa dengan tatapan dingin, matanya tetap memperhatikan setiap langkah Rahayu, namun ia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Arka tersenyum riang melihat ayahnya aktif membantu rumah. Tanpa kata, tindakan Rahayu menunjukkan rasa tanggung jawab yang tulus—untuk anak dan istri yang dulu terluka.

---

Tak lama setelah itu, Rahayu bersiap berangkat ke kantor. Ia menata jas sederhana, membawa dokumen penting, dan memastikan Arka sudah nyaman dengan pengasuh yang disiapkan oleh keluarga Velia. Di mobil mewah yang mengantar ke gedung perusahaan, ia menatap jalan dan mengulang mantra kecil di hatinya:

“Kesalahan masa lalu tidak menentukan siapa aku sekarang. Yang menentukan adalah bagaimana aku bertindak hari ini.”

Di kantor, Rahayu diterima sebagai staf administrasi proyek setelah wawancara yang menuntut fokus dan ketelitian. Hari pertamanya dimulai dengan orientasi: mengenal rekan kerja, prosedur perusahaan, dan tanggung jawabnya. Ia mencatat setiap instruksi, menanyakan hal-hal yang belum jelas, dan menunjukkan kemauan belajar cepat.

Aktivitas harian di kantor menuntut konsentrasi tinggi. Rahayu menyusun dokumen proyek, mengatur jadwal rapat, dan memastikan setiap informasi sampai ke tim dengan benar. Rekan-rekan mulai memperhatikan perubahan sikapnya. Tidak lagi arogan atau sembrono, Rahayu bekerja dengan serius dan penuh tanggung jawab.

Ia selalu menutup hari dengan memeriksa ulang tugas, menulis catatan untuk besok, dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Semua ini dilakukan bukan demi pujian, tetapi sebagai bentuk tanggung jawab nyata—untuk Velia, Arka, dan keluarganya yang kini menaruh harapan padanya.

---

Setibanya di rumah mewah keluarga Velia, Rahayu langsung mengambil alih beberapa tugas rumah yang sederhana namun penting. Ia menyiapkan makan malam, menyapu ruang keluarga yang luas, dan menata meja makan. Arka melihatnya sibuk, tersenyum riang, sementara Velia duduk di sofa menatapnya dari jauh. Tanpa kata, tindakan Rahayu menunjukkan bahwa ia hadir, konsisten, dan bertanggung jawab.

Malam itu, setelah memastikan Arka tertidur dan rumah mewah keluarga Velia rapi, Rahayu duduk di ruang kerja. Lampu meja menyinari layar laptop, menyorot wajah yang serius namun penuh tekad. Ia membuka catatan harian bisnis freelance yang sempat ia susun beberapa hari sebelumnya. Pekerjaan di kantor hanyalah awal, tetapi untuk membuktikan keseriusannya sekaligus membantu keluarga, ia harus menambah penghasilan.

Rahayu menelusuri platform freelance, mencari proyek yang sesuai dengan kemampuan akademisnya—analisis data, administrasi, dan manajemen proyek kecil. Ia menyiapkan profil profesional, menyusun portofolio sederhana, dan mengirimkan proposal ke beberapa klien potensial. Setiap kata yang ia tulis diperhitungkan: profesional, jelas, dan menunjukkan kemauan belajar.

Sambil menunggu balasan, ia mulai mengerjakan proyek pertama yang sudah diterima: pengolahan data dan laporan untuk sebuah startup. Ia meneliti dengan teliti, memastikan semua angka tepat dan laporan mudah dipahami. Waktu terasa cepat berlalu, tapi Rahayu tidak merasa lelah. Setiap ketelitian adalah bukti tanggung jawabnya, tidak hanya untuk klien, tapi juga sebagai bentuk komitmen untuk masa depan Velia dan Arka.

Di sela-sela pekerjaan, ia mengatur pengingat untuk menghubungi Arka esok pagi, memastikan anak itu tidak merasa kehilangan kehadiran ayahnya walau ia harus lembur. Ia menyiapkan dokumen tambahan untuk kantor besok, sambil terus memikirkan strategi jangka panjang untuk freelance: membangun reputasi yang solid dan stabil, sehingga suatu hari ia bisa mendukung keluarga tanpa sepenuhnya bergantung pada perusahaan keluarga Velia.

Setelah beberapa jam bekerja, proyek selesai dengan hasil rapi. Rahayu mengirimkannya kepada klien, memastikan semua detail telah diperiksa dua kali. Rasanya lega, tapi sekaligus ada rasa tanggung jawab yang lebih besar: ia sedang membangun fondasi masa depan untuk keluarganya sendiri, bukan sekadar menyelesaikan pekerjaan.

Ia menutup laptop dan duduk sejenak, menatap langit malam dari jendela rumah mewah. Lampu-lampu kota berkilau di kejauhan, dan ia merasa bahwa setiap langkah kecil, dari menata rumah, menyapa Arka, bekerja di kantor, hingga membangun karir freelance, adalah bagian dari perjalanan panjang menebus kesalahan Radit yang lalu.

Rahayu menulis catatan harian tambahan:

“Hari ini aku menyadari, tanggung jawab bukan hanya di rumah atau kantor. Dunia di luar menuntut konsistensi, profesionalisme, dan ketekunan. Setiap proyek freelance yang kutangani adalah bukti bahwa aku bisa diandalkan. Aku melakukan ini untuk mereka yang aku cintai—Velia dan Arka. Setiap tindakan kecil adalah fondasi untuk masa depan yang lebih baik.”

Ia menutup buku harian, menarik selimut, dan menatap langit-langit kamar yang mewah tapi sunyi. Malam itu, tubuhnya lelah, tapi hati dan pikirannya puas. Setiap jam yang dilewati untuk bekerja, belajar, dan membangun diri adalah bukti nyata bahwa Radit yang lama sudah hilang, digantikan sosok yang penuh tanggung jawab, konsisten, dan tulus.

Sebelum tidur, ia membayangkan Arka bangun esok pagi, tersenyum riang, dan Velia yang mulai menaruh sedikit kepercayaan padanya. Bayangan itu memberinya semangat: setiap langkah nyata hari ini adalah investasi untuk masa depan mereka.

“Tanggung jawab nyata tidak hanya terlihat di rumah atau kantor, tapi juga di setiap usaha untuk masa depan yang lebih baik. Aku akan membuktikan ini dengan setiap tindakan nyata hari demi hari.”

Dengan tekad itu, Rahayu menutup mata, membiarkan diri terlelap, siap menghadapi hari baru di mana tanggung jawab di rumah, kantor, dan dunia freelance menjadi bagian dari satu perjalanan panjang menebus masa lalu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 72

    Tiga bulan berlalu sejak malam api dan peluru itu.Kini, halaman panti asuhan “Pelita Hati” dipenuhi warna-warna baru — bukan lagi abu-abu kehancuran, tapi hijau muda dari taman kecil yang Radit bangun bersama anak-anak.Bangunan lama yang dulu reyot kini berdiri kokoh dengan cat putih dan jendela-jendela besar yang menghadap ke langit.Di atas gerbang terpasang papan kayu bertuliskan sederhana:“Rumah Harapan” – Dibangun oleh RHS Foundation.---Pagi itu, Radit berdiri di tengah halaman, mengenakan kemeja putih dan celana krem, tangannya memegang daftar nama anak-anak yang baru masuk.Di sebelahnya, Velia menggendong bayi kecil mereka — Rama — yang baru berusia dua bulan, wajahnya tenang di pelukan ibunya.Anak-anak berlarian di sekeliling, tertawa, memanggil nama “Om Radit” sambil membawa bola, kertas gambar, dan beberapa buku baru yang mereka dapat pagi itu.“Om Radit! Lihat, aku bisa baca huruf ‘R’ sekarang!” teriak seorang anak laki-laki berumur enam tahun.Radit menoleh, terseny

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 71

    Langit malam di pinggiran kota Bekasi tampak pekat tanpa bintang. Gerimis tipis menetes di atap kontainer tua yang berdiri berjejer di lahan industri yang sudah lama ditutup. Di balik kabut asap dari pabrik terbengkalai itu, sejumlah kendaraan hitam berhenti tanpa suara.Tim Bayangan keluar satu per satu.Radit berjalan paling depan, wajahnya tertutup topeng taktis hitam dengan emblem kecil RHS di pundaknya. Mata tajamnya menelusuri area gelap itu.“Semua unit, laporan posisi,” bisiknya melalui alat komunikasi di telinga.“Rian dan Faris di titik barat, visual aktif,” jawab suara tenang Rian, diiringi dengung drone yang mengintai dari atas.“Bima dan Surya siap di selatan, ledakan pengalih tinggal tunggu perintah,”“Dewi standby di kendaraan medis, akses ke jalur aman sudah disiapkan.”Radit menarik napas panjang. “Baik. Kita ambil alih anak-anak itu malam ini. Tidak ada korban dari pihak kita, tidak ada celah. Jalankan.”---Tiga jam sebelumnya, mereka mendapat laporan dari kontak la

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 70

    Hari-hari setelah kelahiran anak pertama mereka terasa seperti babak baru dalam hidup keluarga kecil itu. Rumah terasa lebih hangat, tapi juga lebih riuh. Tangisan bayi di malam hari bercampur dengan tawa kecil Arka yang antusias melihat adiknya.Velia masih tampak lelah. Tubuhnya belum sepenuhnya pulih, kadang terlihat pucat, kadang matanya tampak sayu karena kurang tidur. Tapi di balik itu semua, ada cahaya lembut dalam pandangannya setiap kali menatap bayinya.Radit — atau Rahayu dalam tubuh Radit — selalu berada di sisinya. Ia mempelajari segala hal tentang perawatan pasca melahirkan: dari cara mengganti perban luka operasi, menyiapkan makanan bergizi, hingga mengatur suhu kamar agar nyaman untuk Velia dan si kecil.Setiap pagi, Radit akan bangun lebih dulu, menyiapkan air hangat, lalu dengan hati-hati membantu Velia duduk di tempat tidur. Ia selalu memastikan Velia tidak kelelahan, dan setiap kali Velia menolak bantuan, Radit hanya tersenyum lembut.“Biar aku aja,” katanya pelan

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 69

    Pesawat militer RHS Intel mendarat dengan lembut di landasan udara milik pribadi perusahaan. Angin sore berembus pelan, membawa aroma tanah basah setelah hujan. Langit memerah jingga, seolah ikut menyambut kepulangan mereka.Radit melangkah keluar lebih dulu, menatap matahari yang mulai tenggelam di balik horizon. Tubuhnya lelah, tapi dadanya penuh rasa lega. Misi besar telah selesai, dunia aman untuk sementara — dan yang paling penting, dia masih hidup untuk menepati janjinya pada Velia.Bima bersuara di belakangnya sambil meregangkan badan. “Akhirnya... udara rumah juga punya bau kemenangan.”Surya menepuk bahunya. “Kita pulang dengan utuh, Dit. Itu yang paling penting.”Dewi yang masih memakai jaket medis menatap mereka sambil menahan senyum. “Aku nggak mau jadi dokter darurat lagi selama sebulan.”Rian mengangkat laptopnya. “Dan aku mau libur dari kode dan firewall minimal seminggu.”Faris menambahkan dengan nada menggoda, “Asal jangan libur dari ngopi bareng aku.”Tawa ringan mel

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 68

    Langit senja di atas markas RHS Intel berwarna oranye keemasan ketika sirene darurat berbunyi. Lampu merah di sepanjang lorong berkedip cepat, tanda bahwa perintah misi internasional baru saja turun. Semua anggota tim Bayangan—Radit, Surya, Rian, Faris, Bima, dan Dewi—bergegas menuju ruang briefing utama.Pak Wira, yang kini tetap menjadi direktur operasional, berdiri di depan layar besar menampilkan peta dunia. Suaranya tegas dan berat. “Kita mendapat panggilan langsung dari aliansi internasional. Operasi bernama Silent Hope. Sebuah kelompok separatis di wilayah Alpen Utara menahan ratusan warga sipil dan ilmuwan dari berbagai negara. Mereka menuntut akses ke sistem satelit pertahanan dunia. Jika gagal dinegosiasikan, seluruh sandera akan dieksekusi dalam 48 jam.”Ruang itu langsung senyap. Surya menatap layar, rahangnya mengeras. “Target mereka bukan uang. Mereka ingin kendali.”Radit berdiri di sisi kanan layar, menatap data intel yang terus bergulir. “Kalau mereka berhasil membuka

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 67

    Pagi itu, sinar matahari menembus jendela kamar Radit dan Velia, membangunkan mereka dari tidur lelap. Udara terasa segar; burung-burung bernyanyi di luar rumah. Arka sudah lebih dulu bangun, berlarian di ruang tamu sambil membawa mainan dinosaurus kesukaannya. “Papa! Mama! Cepat bangun! Hari ini kan kita mau jalan-jalan!” serunya girang, suaranya menggema ke seluruh rumah. Velia membuka mata perlahan sambil menguap. “Astaga... anak kecil ini nggak ada capeknya, ya?” Radit tertawa kecil, lalu duduk di tepi ranjang, menatap istrinya dengan lembut. “Namanya juga Arka. Kalau disuruh santai, bisa-bisa rumah ini kebakaran duluan.” Velia memukul pelan bahunya. “Kamu tuh, jangan ngelucu dulu. Tolong ambilkan aku air putih, cepat. Aku haus banget.” Radit segera menuruti. Ia tahu belakangan ini Velia sedang dalam masa kehamilan yang sensitif. Kadang bisa marah hanya karena salah menaruh sendok, tapi lima menit kemudian bisa menangis hanya karena melihat Arka memeluk boneka. Setelah minum

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status