Share

Bab 73

Author: RHS
last update Last Updated: 2025-10-08 20:40:44

Pagi di rumah keluarga Prameswari tidak pernah benar-benar tenang sejak kehadiran dua bocah laki-laki kecil—Arka yang sedang memasuki masa aktif tak kenal lelah, dan bayi mungil Rama yang suara tangisnya bisa menggema sampai taman belakang.

Matahari baru naik, tapi suara riuh sudah terdengar dari dapur. Ibu Laras sedang menyiapkan sarapan sambil sesekali mengomel kecil karena lantai dapur dipenuhi mainan mobil-mobilan milik Arka.

“Arkaaa! Ini mobilnya kenapa ada di dalam panci, nak?” teriak Bu Laras dari dapur.

Arka yang sedang berlari-lari di ruang tamu hanya nyengir sambil menjawab polos, “Biar mobilnya mandi, Omaaa!”

Radit yang sedang memangku Rama di sofa spontan tertawa, menahan agar susu di botol tidak tumpah. “Mobilnya mandi, ya? Wah, nanti mobilnya bisa dingin, lho.”

Velia yang keluar dari kamar masih memakai daster bermotif bunga hanya bisa geleng-geleng sambil tertawa lelah. “Mas Radit, tolong, anakmu itu dari tadi udah mandi dua kali, sekarang dia malah nyuruh mobilnya ikut
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 85

    Udara dingin menusuk di pagi hari ketika mobil hitam milik RHS melintas menembus gerbang besi besar bertuliskan Fasilitas Militer Negara X-07. Di dalamnya, tampak bangunan beton raksasa berdiri kokoh—dipenuhi aroma logam, pelatihan keras, dan rahasia yang tak boleh bocor ke dunia luar. Tim Bayangan berjalan berbaris memasuki area itu; langkah-langkah mereka berat, bukan karena takut, tapi karena beban di dada masing-masing.Aldi berjalan di tengah, kedua tangannya diborgol baja magnetik. Tatapannya menunduk, wajahnya dipenuhi luka yang belum sepenuhnya sembuh. Dewi berjalan di sampingnya, matanya sembab, tapi rahangnya mengeras menahan emosi.“Demi Tuhan, Aldi… kenapa kamu ikut Rafael Darma?” suara Dewi serak, nyaris berbisik.Aldi tersenyum pahit. “Aku pikir… kalau aku bergabung, aku bisa melindungi kalian dari dalam. Tapi semuanya kacau. Aku gagal, Dewi.”Radit yang berjalan di depan mereka berhenti sejenak. “Kau tidak gagal,” katanya datar namun mantap. “Kau menyelamatkan kami wakt

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 84

    Langit Senjaya sore itu berubah muram. Hujan turun perlahan, membasuh kaca-kaca besar Rumah Sakit Naranta, tempat di mana kehidupan dan kematian berjalan beriringan tanpa janji pasti. Di lantai tujuh, ruang perawatan intensif, seorang pria terbaring lemah dengan tubuh penuh perban dan selang infus menjalar dari tangan hingga dada. Dialah Aldi, sosok yang dulu begitu tangguh di masa kecil Dewi — abang panti yang selalu melindunginya dari segala bentuk kekerasan dan rasa takut.Dewi berdiri di sisi ranjang itu, wajahnya pucat, matanya sembab, napasnya berat. Tangannya menggenggam jari Aldi yang dingin namun masih terasa denyut halus di sana.“Bang… kenapa lo harus ikut misi gila itu?” bisiknya dengan suara parau. “Harusnya gue yang kena, bukan lo.”Dari belakang, Radit berdiri diam menatap pemandangan itu. Tubuhnya sudah pulih dari luka lama, namun sorot matanya masih menyimpan bekas dari setiap misi yang nyaris merenggut nyawanya.Ia menepuk bahu Bima, lalu berbisik, “Biarkan dia. Dewi

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 83

    Udara malam di Kota Naranta terasa berat. Angin berhembus membawa debu dan sisa panas aspal yang baru saja dilalui puluhan kendaraan patroli. Lampu-lampu jalan berkerlap-kerlip, dan di kejauhan sirene samar terdengar — tanda bahwa misi tim Bayangan baru saja dimulai lagi.Radit berdiri di depan papan digital di markas, menatap citra satelit yang menampilkan gudang besar di pelabuhan timur. “Target kita kali ini bernama Rafael Darma, gembong penyelundup senjata yang terhubung dengan jaringan luar negeri. Kita harus pastikan barang-barang itu tidak meninggalkan kota,” ucapnya dengan nada datar namun tegas.Bima bersandar di meja, memeriksa senjatanya. “Kita tahu dia tidak main-main, Dit. Gudang itu dijaga lebih dari dua puluh orang bersenjata lengkap.”Rian menambahkan, “Dan sistem keamanannya pakai enkripsi tingkat militer. Aku bakal coba retas pintu utama dari jarak 300 meter.”Faris mengangguk sambil memeriksa peluru. “Aku jaga dari posisi timur. Dewi di belakang Radit.”Namun malam

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 82

    Sirene samar di kejauhan, langit malam yang basah oleh sisa hujan, dan suara mesin mobil yang meraung di jalan tol sepi — itulah pembuka malam panjang bagi Tim Bayangan. Misi kali ini bukan sekadar pengawalan, tapi perlindungan terhadap keluarga penting: keluarga Mahendra, salah satu saksi kunci dalam kasus penyelundupan senjata lintas negara.Di dalam mobil hitam tanpa tanda, Radit duduk di kursi depan bersama Bima, memantau radar kecil di layar portabel.“Target bergerak menuju hotel. Tim dua, siaga di titik barat. Jangan ada kesalahan,” suara Radit tenang tapi tegas.“Siap, Kapten,” jawab Faris dari radio, suaranya serak menahan adrenalin.Sementara itu, Dewi duduk di kursi belakang bersama keluarga Mahendra.Ayahnya, Bagas Mahendra, seorang pengusaha, menatap keluar jendela dengan mata lelah. Di sebelahnya duduk istrinya, Rania, yang terus menggenggam tangan anak perempuannya, Laras, gadis 23 tahun dengan wajah lembut namun tegas.Anak laki-laki mereka, Dino, yang berumur 17 tahun

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 81

    Matahari pagi menembus celah tirai ruang latihan kecil di halaman belakang rumah keluarga Prameswari. Udara terasa segar, dengan aroma embun bercampur tanah lembap.Di tengah halaman, Radit berdiri tegak — meski sedikit kaku — mengenakan kaus hitam dan celana training. Di sekelilingnya, tim Bayangan sudah berkumpul dengan wajah semangat seperti anak-anak yang siap main bola.“Pagi ini bukan cuma latihan, tapi pembuktian,” kata Bima dengan gaya pelatih militer.Rian langsung menyahut, “Pembuktian kalau bos kita masih jago atau udah karatan nih?”Semua tertawa, termasuk Radit yang memutar bola mata. “Rian, nanti aku yang karatin kamu kalau masih banyak bacot.”Surya Adiwangsa — senior mereka dan juga orang yang selama ini mengawasi latihan taktis — berdiri tak jauh, mengawasi dengan tangan terlipat.“Fokus semua,” katanya. “Latihan hari ini tujuannya bukan kekuatan fisik, tapi mental dan refleks. Radit, kamu yang pimpin.”Radit mengangguk mantap. “Baik, Surya.”Ia menarik napas panjang,

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 80

    Pagi itu, halaman belakang rumah Radit terasa hidup lagi.Udara segar menyapa, aroma rumput basah bercampur dengan kopi hangat yang baru diseduh. Burung-burung di dahan mangga belakang rumah seolah ikut bersenandung menyambut hari yang baru — hari pertama Radit kembali beraktivitas setelah berminggu-minggu pemulihan.Velia berdiri di beranda sambil melipat tangan di dada, memperhatikan suaminya yang tengah berusaha berjalan sendiri tanpa bantuan tongkat. “Pelan, Dit. Jangan maksa,” katanya lembut tapi tegas.Radit menoleh dan tersenyum. “Aku cuma mau ngetes sejauh mana lututku kuat. Lagian, aku udah bosen banget rebahan terus.”Velia memutar bola mata. “Kalimat klasik pasien keras kepala.”“Kalimat klasik istri cerewet,” balas Radit cepat.Velia mendengus, tapi senyum tak bisa disembunyikan. Ia mendekat, memegangi siku suaminya, membantunya melangkah ke kursi taman.“Cerewet tapi yang nyuapin kamu tiap hari, loh,” ujar Velia setengah menggoda.Radit tertawa kecil sambil duduk. “Iya de

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status