Pertunjukan kesenian itu digelar di salah satu gedung besar di ibukota. Di depan gedung, pengunjung disambut oleh deretan tulisan di LED running text berwarna-warni. Kaneesha nampak antusias saat mereka tiba di sana.
“Woaaah … ramainyaaaaaa.” Mata Kaneesha berbinar, sibuk mengawasi orang-orang yang berlalu lalang di gedung pagelaran seni.
“Kau suka?” Queen menggandeng tangan Kaneesha.
“Apa Uncle pianis sudah datang?”
Rafael yang berjalan di belakang mereka, mendengus kesal. Bahkan saat mereka baru menginjak pintu masuk saja, yang pertama kali ditanyakan Kaneesha adalah Joshua. Damn! Apa istimewanya seniman brengsek itu?
“Kita tunggu di sini sebentar. Uncle Joshua sebentar lagi datang.” Queen mengajak Kaneesha berdiri di sisi kanan ruangan, tepat di sisi pot bonsai adenium. “Khusus untukmu.”
“Menyebalkan. Kita bisa menunggu pianis itu di dalam,” gerutu Rafael, tetapi toh dia tetap mengikuti kehendak Queen.
“Sabar sebentar, k
Rafael menyugar rambutnya. Instrument piano yang sejak tadi mengalun merdu, lebih terdengar seperti dentuman yang memekakkan telinga. Di tengah panggung, lampu sorot mengarah pada sang bintang, memainkan jari-jarinya di atas tuts piano. Menyerukan dentingan membentuk sebuah irama.“Papa, Neesha mengantuk.” Bisikan Kaneesha yang duduk di pangkuan Rafael, membuat lelaki itu memberikan dekapan hangat untuk putrinya.“Sudah Papa bilang jika pertunjukan ini akan sangat membosankan. Tidurlah, Sayang.”Kaneesha mengangguk, lantas menyandarkan kepala di dada bidang Rafael. Mata jernihnya mengarah pada Joshua, menatap penuh kekaguman. “Uncle Joshua hebat ya, Pa.”“Hem? Papa lebih hebat dari dia.”“Tapi Papa tidak bisa main piano. Kalau sudah besar nanti, Neesha ingin menjadi pianis hebat seperti Uncle Joshua.”“Ya, apa pun itu. Meski sebenarnya Papa lebih senang jika Neesha menjadi dokter. Atau … kau ingin menjadi pengusaha seperti Papa?”Ti
Damn! Rafael melempar ponsel ke atas nakas, lantas membenamkan wajah ke bawah bantal. Dia sudah hampir kehilangan kewarasannya! Kenapa belakangan ini, sebulan sejak pertunjukan kesenian diadakan, ada banyak hal yang berubah dalam hidup Rafael. Wanita itu!Ya, Queen! Bayangan wanita itu enggan pergi dari benak Rafael meski hanya satu detik! Terlebih saat malam tiba seperti kali ini. Hampir tiga puluh menit, dan yang Rafael lakukan hanya duduk termenung di atas ranjang sembari mengawasi galeri berisi fotonya bersama Queen.Oke, fine! Rafael harus mengakui jika sebenarnya sejak perpisahan mereka lima tahun yang lalu, Rafael tidak sepenuhnya bisa melupakan Queen. Bagaimana ia menjelaskannya? Ada banyak rasa yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Jangan kira Rafael tidak pernah memikirkan bayi laki-laki yang sering menyambangi mimpi-mimpinya. Menyesal karena telah melenyapkan bayinya? Itu pasti. Hanya saja, ego Rafael terlalu tinggi untuk mengakui ke
Queen duduk bertopang dagu, mengawasi Kaneesha yang sedang berlatih memainkan instrument Twinkle Twinkle Little Star. Akan tetapi, pikirannya tidak berada di sana. Berkelana tidak menentu.Terlebih, pembicaraannya dengan Joshua tempo hari, selalu berputar di dalam benaknya. Apa keputusan untuk menikah dengan Joshua adalah keputusan terbaik?“Beri aku waktu untuk membuktikan, aku sangat mencintaimu,” ucap Joshua malam itu.“Tapi aku tidak memiliki perasaan apa pun padamu.”“Kau masih mencintai Rafael. Karena itu kau−”“Tidak!” tukas Queen cepat. “Aku membencinya. Sangat membencinya.”“Kalau begitu jauhi dia dan keluarganya. Lupakan keinginanmu untuk mendapatkan Neesha. Jangan jadikan dia korban, anak itu tidak tahu apa-apa.”“Aku ingin Rafael dan Selly merasakan kehilangan, sama sepertiku yang harus kehilangan anakku.”“Bukan berarti kau bisa menyeret Neesha ke dalam permainan ini. Rafael dan Selly yang bersalah. Mungkin anakmu
“Sudah sejauh mana?”Akhirnya, setelah beberapa menit terdiam, pertanyaan Selly memecah keheningan. Rafael menggenggam tangan Selly, menatap wajah pucat wanita itu dengan perasaan bersalah.“Apanya?” Seperti orang bodoh, Rafael menanggapi pertanyaan Selly.“Hubungan kalian, memangnya apa lagi?”“Dia hanya guru les piano Neesha.”“Ya, hanya guru les piano. Aku pun tidak lupa cerita tentang masa kecilmu. Ayahmu, dan guru les piano.”“Jangan samakan aku dengannya. Please, Sel. Jangan berpikiran yang tidak-tidak.”“Aku harus berpikir apa? Neesha bahkan memuji-muji dia seperti ratu. Merawat Neesha saat sakit. Dia menggantikan posisiku sebagai seorang ibu.” Terdengar helaan napas kasar. “Mungkin dia juga sudah menggantikan posisiku sebagai seorang istri.”“Sel, berhenti berpikiran negatif. Kau tahu aku hanya mencintaimu.”“Bagaimana bisa kebetulan seperti itu? Bukankah dulu kau bilang wanita itu berada di Italia? Lalu sekarang
“Tiramissu satu, cheesecake satu.” Rafael memesan kue di ‘Q Bakery’ sembari mengedarkan pandangan ke seluruh area toko kue.Setelah selesai melakukan transaksi, Rafael menenteng paper bag berisi kue favorit Kaneesha. Melangkah tegap menuju tempat parkir. Ia mengerutkan dahi saat menemukan seorang wanita berdiri tepat di sisi kanan mobil. Nara, teman Queen.Nara menyilangkan kedua lengan di depan dada sembari bersandar di mobil. “Lima kali,” ujarnya dengan wajah masam.“Lima kali apanya?”“Saya menghitungnya, sudah lima hari berturut-turut Anda selalu datang ke toko ini.”“Lalu? Apa yang aneh? Aku membeli kue.” Rafael menunjukkan paper bag di tangannya.“Anda tidak sekadar membeli kue. Mencari Queen, ‘kan?”“Queen? Apa hubungannya kue ini dengan Queen? Aku justru senang dia tidak menjadi guru les putriku lagi.”Sejak malam di rumah sakit waktu itu, Queen tidak pernah datang ke rumah Rafael lagi.
“Kau suka ini?” Joshua menunjuk cincin bermata berlian di etalase.Malam itu, Joshua mengajak Queen memilih satu set perhiasan untuk acara pernikahan mereka yang hanya tinggal 3 minggu lagi.“Aku tidak suka terlihat mencolok. Pilih saja yang berliannya kecil.”“Ayolah, Queen. Apa salahnya terlihat mencolok? Kau bukan hanya calon istri seorang pianis kelas internasional, tetapi juga menantu pengusaha besar Alexander.”“Jo, kita sudah sepakat mengadakan resepsi sederhana.”Joshua menatap Queen secara intens. “Kau tidak sedang meragukan pernikahan ini, ‘kan?”“Tidak, Jo. Aku hanya−““Takut pernikahanmu gagal lagi?”“Jo!”“Queen, aku bukan Rafael! Kau tahu sendiri, seorang lelaki bernama Joshua mencintaimu sejak pertama kali melihatmu. Lalu apa yang harus kau ragukan?”Queen menghela napas. “Aku percaya padamu. Hanya saja−““Takut Rafael menghancurkan rencana pernikahan kita? Tenang saja, aku sudah meminta bantua
Rafael mengerjap, terbangun dari tidur lelapnya. Ah, entah sudah berapa lama ia tidak pernah merasakan tidur yang begitu hangat dan nyaman seperti malam ini. Dan aroma harum yang tidak asing di indra penciumannya itu−Wait! Rafael menggeleng, sebisa mungkin menghilangkan rasa kantuk, lalu mempertajam penglihatannya. Sekarang ia tahu kenapa ia bisa tidur senyaman ini. Wanita itu, Queen, berada di dalam dekapannya. Bagaimana ceritanya sehingga Queen bisa tertidur di sofa bersamanya?Sembari mengingat-ingat kejadian semalam, tangan Rafael terulur untuk merapikan anak rambut di dahi Queen. Ah, cantik dan penuh pesona.Queen yang merasa terusik oleh belaian lembut di dahinya, dalam sekejap matanya terbuka dan tergagap saat menemukan Rafael berada di sisinya. “Rafael!”Wanita itu bergegas bangun dan menyingkir dari Rafael. Duduk berpindah ke sofa seberang, lantas mengikat rambutnya yang berantakan.“Sepertinya semalam aku mabuk.” Rafael bersandar ke
“Good night, Queen. Sweet dream.” Joshua mengecup kening Queen.“Mimpi indah juga untukmu.”“Apa kau bahagia setelah kita menghabiskan waktu seharian untuk bersenang-senang di wahana rekreasi?”“Yeah, I’m happy.”“Syukurlah. Aku pulang dulu, sudah larut malam.”“Terima kasih, Jo.”“Kau sudah mengucapkan itu ratusan kali.”“Terima kasih karena sudah membantuku melupakan masa lalu.”Joshua tersenyum, mengusap pipi kanan calon istrinya. “Kau tahu aku melakukan ini karena aku mencintaimu.”“Aku beruntung memiliki teman sepertimu.”“Queen, kau percaya bahwa aku akan selalu berusaha membahagiakanmu, ‘kan?”“Hum … tentu saja. Saat ini kau satu-satunya lelaki yang aku percaya. Kau tidak pernah lelah mengejarku bahkan sekalipun aku berlari menjauh. Cinta yang kau tunjukkan membuatku semakin yakin, hanya kau lelaki yang bisa membuatku bahagia.”“Aku senang mendengar itu, Honey! Kau tidak m