Triplet berjalan melintasi taman luas keluarga The Kozlov sambil bernyanyi riang.Tentu saja yang dimaksud triplet bernyanyi hanyalah Thea dan Tilly.Mereka bernyanyi sahut-sahutan dengan riang gembira.Beberapa pelayan melewati mereka karena mengantarkan makanan ke mansion utama dan menyapa mereka dengan penuh hormat.Mereka juga menyapa Tamara dengan hormat seakan mereka bisa menebak ada hubungan yang istimewa antara tuan mereka dengan Tamara dan tentu saja triplet.Apalagi Travish begitu mirip dengan tuan mereka.Mendekati mansion, Trevor mulai melambatkan langkah dan membiarkan Tamara berjalan di sampingnya, dengan triplet dan Bibi Beatrice di depan dirinya.Ketika pintu mansion dibuka, musik riang mengalun memenuhi ruangan.Ada sedikit gema canda tawa dari ruang makan.Trevor meletakkan tangannya di pinggang belakang Tamara dan menuntun mereka semua ke teras belakang. Biasanya acara seperti ini berlangsung di taman belakang.Baru saat hari mulai gelap mereka pindah ke ruang makan
“Silakan, Tesoro. Silakan ... ehm ... Tam ... ehm ... silakan.”Trevor seperti menahan dirinya untuk menyebut nama Tamara ketika mereka telah tiba di mansion dan Trevor membukakan pintu mobil untuk triplet dan Tamara turun.Travish pada akhirnya mengiyakan ajakan Trevor, mengingat dua adiknya itu akan merajuk padanya jika dia sampai menolak.Dan itu adalah hal terakhir yang Travish inginkan. Bukan karena dia takut pada Thea dan Tilly, tapi karena Travish tidak ingin repot menghadapi dua adiknya yang merajuk itu.Terakhir kali mereka merajuk, mereka perang dingin, diam seribu bahasa, bahkan menolak mandi dan keluar rumah sampai hampir satu minggu.Tingkah mereka saat merajuk benar-benar meresahkan.Karena itulah, Travish trauma mengahadapi kerepotan ulah Thea dan Tilly saat merajuk.Lebih baik dia menurutinya.Soal mommy ... mommy akan lebih pengertian.Dan benar saja, Tamara tidak terlalu memprotesnya meskipun wajah Tamara memelototi Trevor saat pria itu terlihat senang dan puas.Mere
Trevor menuju pintu dan membuka.Ternyata di balik pintu adalah Triplet dan Bibi Beatrice.Trevor menghela napasnya lega.Andai tadi dia tidak membayangkan wajah Thea dan Tilly, mungkin dia sudah melampiaskan kemarahannya pada Tamara.Jika dulu dia sering merasa kesal terhadap Thea dan Tilly namun tak mampu melampiaskan kekesalannya pada dua gadis kecil itu, kini dia merasakan hal yang sama terhadap Tamara.Dia kesal sampai ke ubun-ubun. Dia marah seperti gunung berapi yang siap meletus.Tapi ... benaknya selalu berseru, Tamara adalah ibu dari anak-anaknya. Darah dagingnya.Dia telah melewati malam kelam enam tahun lalu. Semua karena Vicco. Dan semua itu pun berkat keberengsekannya juga.Ada benarnya Tamara berhak marah padanya.Justru dirinya lah yang tidak berhak merasa memiliki Tamara dan Triplet.Tapi Tamara dengan lapang hati membiarkan dia menikmati kebersamaan dengan triplet.Sungguh, dialah yang sebenarnya telah menuntut terlalu banyak pada Tamara.Menghirup napasnya dalam-dal
“Uhm ...”Trevor melumat lembut bibir Tamara seakan dia sedang melumat gula kapas yang cepat larut.Sebelum Tamara sempat bereaksi lagi, Trevor kembali melumat kecil seraya sesekali melesakkan lidah untuk memaksa Tamara membuka mulutnya.Untuk sementara Tamara masih mempertahankan bentengnya. Dia tidak membuka mulutnya, dan harus merelakan bibirnya dilumat lembut.Trevor pun tak habis akal.Memiringkan wajah, Trevor mencari cara untuk memperdalam ciumannya.Seraya memagut pelan dan ringan, membuai Tamara dengan lumatan lembut, Trevor kembali menyapukan lidahnya di sepanjang garis bibir Tamara.Jarinya pun merayap di pipi Tamara lalu menuju dagu dan berusaha untuk menyibak tirai bibir Tamara lewat kulit wajahnya.Tak terbendung, Tamara akhirnya membuka mulut. Lidah Trevor melesak masuk lalu menyapu lidahnya sehingga getaran kecil merambat di sekujur titik-titik syaraf mereka.Semakin ingin lebih memperdalam ciumannya lagi, Trevor mulai menghimpitkan tubuhnya dengan tubuh Tamara, hingga
Trevor bersedekap sambil memandangi Tamara.Dia bahkan harus menelan salivanya dengan susah payah.Apalagi terlihat belahan dada Tamara.Bayangan kejadian enam tahun lalu kembali bergelanyut di pikirannya.Untuk sesaat lamanya, oksigen terasa lenyap dari sekelilingnya. Dia tak bisa bernapas.Dengan susah payah, Trevor memaksa diri untuk berbalik dan membelakangi Tamara.Dia pun mengambil kotak cincin yang tadi tertinggal di kamar.Dibuka dan dipandanginya cincin bertahtakan Sweet Josephine.Trevor memikirkan segala sikap Tamara padanya.Dia yakin jika dia memberikan cincin ini sekarang, Tamara akan menolaknya mentah-mentah.Dengan berat hati, dia pun menutup kotak cincin lalu memasukkannya ke dalam tas Tamara.Dengan ini, Trevor menyelipkan tubuhnya di samping Tamara, di balik selimut yang sama.***Pagi menyingsing dengan sinar matahari menyelip di celah-celah tirai kamar.Secercah cayaha mengelus kulit wajah Tamara membuat Tamara terbangun.Dia membuka mata namun detik berikutnya, Ta
“Jangan melewati batas ini!”Tamara menggambar garis batas dengan telapak tangannya digoreskan ke atas tempat tidur.Dia membagi dua tempat tidur dengan sama besar.Setelahnya, dia mengangkat wajah dan menatap ke arah Trevor.“Setuju tidak?” tanya Tamara dengan menahan kesal, lalu berujar lagi dengan lebih galak, “Setuju tidak setuju harus setuju sih!”Tamara mengakhiri persyaratannya dengan raut galak dan mata mendelik kesal ke arah Signor satu itu.Yang sedang dipelototinya malah bersandar santai di tepian meja rias, sambil kedua tangannya bersedekap.Dia menatap serius pada tengah-tengah ranjang tempat Tamara menggambar garis tak kasat mata.“Dengar tidak? Setuju, kan?”Kini tatapan Trevor beralih ke Tamara.Setelah sekian detik, pria itu akhirnya mengangguk samar disertai helaan napasnya.Tamara langsung berseru lega. “Bagus! Sekarang aku ingin berganti pakaian. Kau tidak menyiapkan pakaian tidur?” tanya Tamara tanpa rasa bersalah.Trevor tidak menjawab, hanya menggoyangkan daguny