LOGINmaaf ya, bab berikutnya nanti malam lagi. Untuk dibaca besok pagi aja. Karena ini sdh kemalaman.
Romeo telah memakai kemeja terbaiknya. Dia tampil rapi dengan jas yang kece membalut tubuhnya. Ketika tampil seperti ini, Romeo benar-benar merepresentasikan jiwa eksekutif muda yang sukses dan sempurna.Rambutnya digel rapi. Wajahnya bersih dari kumis sehelai pun. Tubuhnya pun harum semerbak.Bersama asisten dan arsitek dari perusahaannya, sehabis makan siang, Romeo menuju kantor Steve, tempat janji temu mereka.Steve muncul dengan langkah ringan lima menit setelah mereka semua dipersilakan duduk di ruang meeting yang nyaman dan elegan.“Perwakilan Poulter Construction di sana, Tuan Steve,” ujar suara lembut sang sekretaris saat menunjukkan pada Steve kehadiran Romeo dan kawan-kawannya.“Terima kasih.” Steve menyahut balik dengan senyum lembut di wajahnya.Suara yang renyah dan lembut. Senyum yang hangat dan ramah. Langkah yang tegap dan mantap. Semua itu terarah pada meja meeting yang berupa meja persegi panjang di
‘Kenapa?’ Tilly bertanya pada Sergio, tanpa suara, hanya melalui gerakan bibirnya saja saat dia menangkap delikan tajam mata Sergio.Pria itu menggeram tanpa suara. Tapi raut wajahnya terlihat teramat kesal.“Masih bertanya? Hah!”m Sergio mengeluh dalam bisiknya. Dia merasa malu sekali saat Trevor memergoki Tilly bersembunyi di bawah meja. Seolah-olah mereka hendak berbuat messum.Tapi, untung yang memergoki adalah Trevor. Setidaknya, masih keluarga sendiri. Andai orang lain, apalagi klien, mau ditaruh di mana lagi wajahnya.“Kenapa kau bersembunyi di kolong meja, Tilly? Apa yang kau perbuat sehingga harus bersembunyi di sana?”Trevor benar-benar tak habis pikir yang akan dia temukan di kolong meja adalah putrinya sendiri. Tadinya, dia sudah yakin sekali jika Sergio benar-benar selingkuh.Sergio menunjukkan gejala dan tanda-tanda baru saja habis bermesraan dengan wanita, dari sikap gelisah serta kegugupann
“Tunggu!” serunya cepat dan menghambur ke Sergio. Dilapnya bibir itu. “Ada lipstickku,” katanya tersipu malu.“Sudah?”“Sudah,” sahut Tilly dan dia cepat-cepat menuju meja kerja Sergio.Sergio heran dengan apa yang akan dilakukan Tilly tapi dia tak punya waktu untuk bertanya lagi. Trevor sudah mengetuk lagi dan dia harus cepat membukanya.“Oh, hai, Tuan Trevor. Ma- maaf, aku sed-ang menelpon tadi, jadi tidak bisa cepat membukakan pintu,” kata Sergio yang tanpa sadar kegugupannya membuat dia terbata-bata.Dia melebarkan daun pintu seraya menatap ke arah lantai dan membiarkan Trevor masuk.Trevor memindai penampilan Sergio sejenak sembari dia mengangguk-angguk meski merasa sedikit aneh, kenapa Sergio begitu lama membuka pintu.Juga, penampilan Sergio sedikit berantakan, sangat berbeda dengan penampilan kerja Sergio selama ini.Tak ayal kecurigaan langsung terbersit di be
Tilly tersenyum simpul meski dia ingin terbahak-bahak.“Ya, karena kau menolakku, aku jadi teringat dia yang juga menjadi korban penolakan kita.”Gerakan tangan Sergio terlihat seperti mematikan layar monitor, kemudian punggungnya bersandar di kursi dan dia menatap lurus-lurus pada Tilly. Sebelah tangannya menopang dagu.“Jadi kau menyamakan dirimu dan dia sama-sama sebagai korban penolakanku?”“Yeah,” sahut Tilly mengedikkan bahunya. Dia terndengar cuek padahal dia ingin tertawa lepas.“Oh ...” Sergio menggerakkan kursinya ke kiri dan ke kanan. Sedangkan tatapannya seakan terus menerka apa yang ada di benak Tilly.“Biasanya sesama korban memiliki ikatan batin yang kuat, yang tak bisa dijabarkan oleh orang luar. Dalam hal ini, kalian berdua korban, aku orang luar?” kata Sergio lagi dengan wajah datar seakan tak tersentuh hal apapun di dunia ini.Tilly mengangguk penuh semanga
Pekerjaan kembali mengisi hari-hari mereka ...Satu jam sebelum waktu berakhirnya jam kantor, Sergio baru bisa kembali ke ruangannya dan mengistirahatkan kedua kakinya.Dia duduk di kursi kerjanya dengan pandangan mata yang langsung tertuju pada layar monitor. Ada beberapa email masuk yang membahas penawaran kontrak kerja dari berbagai perusahaan parfum serta aromaterapi yang terpandang.Semangat Sergio menyala-nyala karena inilah yang telah ditunggu-tunggunya selama ini.Satu per satu email dicek dan dibacanya dengan sangat serius.Keseriusannya itu membuat Sergio terkejut saat tiba-tiba saja dari sudut kanan layar muncul sebuah kotak kecil yang berkerlap kerlip meminta perhatiannya.Sergio melihatnya dan ternyata kotak itu adalah chat room dari Tilly.>> Suamiku ... (emot smile dengan mata lope lope)Sergio membaca sekilas pesan itu, tapi karena dia sedang serius-seriusnya membaca tawaran kontrak kerja, Sergio mengabaik
“Kalau kau normal, kenapa kau tidur denganku? Kamvretttt!” maki Romeo lagi.Ingin rasanya dia mengeluarkan segala sumpah serapah. Tapi, semua itu tak bisa mengubah kenyataan memalukan ini.Cepat-cepat Romeo mengambil pakaian dan mengenakannya lagi. Saking terburu-burunya, dia sampai terhuyung-huyung.Pria itu terlihat kesal. Dia memiringkan tubuhnya, kemudian sebelah tangannya menyanggah kepala.Sambil menatap Romeo yang buru-buru, dia berkata dengan kalemnya, “Apa kau lupa, semalam kau habis diputusin pacarmu yang ganteng dan macho itu, yang menyirami jus mangga ke mulutmu. Setelah itu, pacarmu itu pergi dan kau mulai gelisah.Dari restoran akhirnya kau menuju toilet. Kita berpapasan di lorong menuju toilet dan kau terus menatapku dengan senyuman mengundang. Belum lagi, api birahi terpancar jelas di kedua mata cantikmu itu.Kau bahkan sambil menatapku sambil menggigiti bibirmu sendiri. Kalau kau bilang aku yang salah menafsirkan, buktinya saat di dalam toilet, saat aku memeluk tubuhm







