LOGINEntah ke mana Sergio pergi. Tapi Tilly perkirakan Sergio menuju hutan di belakang.Tilly jadinya hanya bengong di dalam kamar. Dia menunggu Sergio pulang, sekaligus menunggu waktu tibanya pertemuan denagn Karl.Saat mendekati waktu pertemuan, Sergio pun kembali.Huh! Masih ingat juga dia denagn pertemuan. Kirain sudah lupa!Di hadapannya, Sergio mengganti bajunya kemudian melesak ke luar rumah.Tilly pun gegas mengganti bajunya dengan terburu-buru kemudian menyusul Sergio. Pria itu sudah berada di dalam mobil. Di balik kemudi.Tilly mendegus kesal tapi dia masuk juga ke bagian penumpang.‘Lagi-lagi perang dinign!’ keluh hati Tilly sebal.Mereka akhirnya tiba di restoran yang dijanjikan setelah hampir satu jam berkendara dalam diam. Diam yang aneh. Diam yang sangat tidak menyenangkan.Tapi Tilly bersyukur, setidaknya Karl sudah tiba di meja mereka saat dirinya dan Sergio tiba. Setidaknya, mereka tidak perlu melanjutkan perang dingin mereka di restoran. ***“Jadi, Tuan D
Kata-kata Valencia terus berdenging di telinga Dante, memantul-mantul di seluruh penjuru kepalanya.Dia menjadi tak tentram setiap kali hendak menarik napasnya.Dante kembali ke ruang kerjanya malam itu setelah menidurkan Valencia dan memandangi wajah sang istri yang terlihat damai itu.Mau berjuta kali dia meminta maaf pun Dante sadar usia Valencia takkan bisa dia tambahkan dengan itu. Dante hanya bisa menyesali setiap dosanya dengan dirinya sendiri.Dia menyepi ke ruang kerja dan merenung. Teringat akan ucapan Valencia, Dante menghubungi Karl.“Ya, Tuan?” jawab Karl di ujung telepon.“Lepaskan Sergio. Cabut segala tuntutan terhadapnya. Untuk perjanjian kerja kita dengannya, lupakan saja. Bakar surat perjanjian itu. Kita tidak akan memperhitungkan apapun padanya. Juga dia tak lagi berhutang pada kita.Juga, beri dia tanah dan gedung sebagai ganti dari gedung kantornya yang terbakar dan juga segala harta miliknya yang sempat ikut terbakar. Pokoknya apa yang telah kita hancurkan dari S
Olivia menatap ponselnya untuk kesekian puluh kalinya di hari ini. Masih tidak ada panggilan masuk dari Dante!Hati Olivia memanas hingga rasanya sanggup menggosongkan sebutir telur.Dia yang sudah meradang karena Sergio tidak bersedia menemuinya, setelah dia bersusah payah berdandan cantik dan mendatangi pria itu dengan sekotak makan siang utnuknya, kini harus meradang lagi karena Dante pun melanggar janjinya lagi untuk menemuinya.“Dasar pengecut!” Maki Olivia pada Dante.Olivia pun melepas mantelnya dan mulai menuju dapur. Dia mengambil telur dan mengocoknya. Olivia ingin membuat omelet. Tapi sempat terbersit di benaknya, apakah telur itu akan benar-benar matang jika ditatapnya penuh murka karena bara amarah dalam dadanya?‘Ah, yang harus menghadapi murkaku adalah Dante! Juga Tilly! Kalian lihat saja! Akan kubuat kalian menyesal sudah meremehkanku!’Olivia terus mengocok telurnya hingga mengembang. Dia menambahkan berbagai bumbu dan potongan sayur serta sedikit daging cincang dari
Tilly menatap kantor yang berada beberapa meter di depannya. Sudahlah, sudah terlanjur sampai di sini. Lagipula, biar bagaimana pun Sergio masihlah suaminya. ***“Maaf, dia tidak bersedia ditemui,” kata petugas yang tadi sudah sempat memberitahu Olivia dan bahkan berusaha menggoda Olivia.Tilly termenung mendengar jawaban yang tidak dia sangka-sangka itu. Tidak bersedia ditemui?“Kenapa?” tanya Tilly membeo pikirannya sendiri.Petugas di depannya hanya mengangkat bahu. “Mana kutau, Nona. Sama wanita secantik sebelum Anda saja dia tak mau ditemui.”“Wanita cantik sebelum aku? Yang pakai dress merah ketat tadi?” tanya Tilly linglung.Petugas mengangguk. “Iya! Yang bodynya pheeweeet ... seperti gitar spanyol.”“Oh! Tapi tadi dia bilang baru saja mengunjungi?”“Kalau itu saya tidak mengerti, Nona. Yang pasti, wanita tadi itu juga tidak bersedia ditemui suami Anda. Dia tidak memberikan alasan. Dan pada Anda juga dia tidak bersedia menemui. Jadi, lebih baik Anda pulang saja.
Setibanya di rumah sakit, Dante menanyakan data-data Valencia di sana. Dan betapa terkejutnya dia karena wanita itu sangat aktif berobat di sana selama sepuluh bulan terakhir.“Aku ingin bicara dengan dokter yang menanganinya,” kata Dante dengan segala kecemasan bergelanyut dalam dada.Dante dibawa menemui dokter yang menangani laporan medis Valencia.Dia menanyakan detil catatan medis Valencia.Dokter itu menghela napas dalam-dalam. Dia berada dalam posisi sulit.“Dalam hal ini, pasien minta dirahasiakan, Tuan,” kata dokter itu dengan rautnya yang lebih rumit lagi.“Aku suaminya! Aku berhak tau semuanya!”“Saya tau, Tuan. Tapi tetap saja, pasien sudah meminta untuk dirahasiakan dari siapapun.”Mendengar itu, Dante berang. “Aku suaminya, kenapa harus dirahasiakan dariku?!”“Kalau itu saya tidak tau, Tuan.”Dante meraih kerah jas sang dokter dan mencengkeramnya erat. “Beritahu padaku! Jika tidak, istri dan anak-anakmu yang akan kubuat menderita!”“Tidak bisa begitu, Tuan!”“Aku bisa! C
Sergio masih sudi untuk menoleh sedikit meskipun rasanya dia sudah tak sanggup menatap Tilly yang meragukannya.Tapi, Sergio masih menoleh sedikit pada Tilly. “Seharusnya kau tidak meragukanku sama sekali, Tilly. Dari awal seharusnya kau tidak meragukanku.”“Aku tau, Sergio. Aku salah. Aku salah. Maafkan aku!”“Kau menyakitiku, Tilly. Sangat dalam,” kata Sergio lagi untuk terakhir kalinya sebelum dia berbalik lagi. Sergio melepaskan jemari Tilly yang mencengkeram lengannya.Meski dengan susah payah karena Tilly berusaha tetap memegang lengan itu dengan harapan Sergio memaafkannya.Pada akhirnya, Sergio berhasil melepaskan cekalan Tilly. Tanpa melirik wajah istrinya yang penuh rasa bersalah dan telah dipenuhi air mata itu, Sergio meninggalkan ruangan pertemuan itu.“Maafkan aku, Sergio,” teriak Tilly penuh penyesalan sebelum sosok suaminya itu menghilang di balik tembok, masih tidak menjawab apapun. ***Olivia begitu senang sekaligus kesal di saat bersamaan. Dia pulang ke rumah pemb







