Tamara teramat terkejut.Dia yang tadinya sedang mencoba mencari teflon kecil untuk menggoreng telur, yang tadinya sudah di dalam genggaman tangannya, karena terkejut akan pelukan Trevor dari belakang, teflon itu terlepas dari tangannya dan ...Pletak!Lalu ...Klontang! Klontang! Tang! Teng! Tong!“Aduuuh! Apa yang kau lakukan?!” tanya Trevor sembari memprotes dan mengusap kepalanya yang terkena jatuhnya teflon.“Signor ... kau ... apa yang kau lakukan padaku? Makanya teflon itu terjatuh.”Trevor memicing menatap Tamara.Apa yang semalam berusaha keras dia perjuangkan, yaitu menurunkan hasratnya yang membludak. Pagi ini, dia berhasil menurunkannya dalam sekejap hanya karena kepalanya kejatuhan teflon.Entah dia harus senang atau malah kesal.Tentu saja dia kesal beribu kesal.“Kau sengaja, iya kan?” tuduhnya dalam picingan mata yang tajam.“Aku tidak sengaja! Kau yang mengagetkanku!” elak Tamara.“Aku memelukmu, bukan mengagetkanmu!”“Iya, memang ... tapi ... tapi ... kenapa kau haru
Trevor semakin tak karuan menahan gejolak rasanya.Bagi Tamara, coklat panas di hadapannya begitu lezat.Tapi bagi Trevor, Tamara di hadapannya lah yang terlihat lezat.Dia menelan salivanya, menahan hasratnya.Namun, dibawah tatapan Tamara seperti itu, Trevor pun akhirnya tak sanggup berpindah tempat.Dia pada akhirnya mengambil gelas dari depan Tamara dan mencicipi minuman itu, meski menelannya dengan susah payah.“Bagaimana? Lezat kan?”“Hmm, entahlah. Aku terbayang oleh sesuatu yang lebih lezat,” ujar Trevor dengan tatapan yang begitu mendalam.“Sesuatu yang lezat? Apa itu?” tanya Tamara yang mengira Trevor masih membicarakan makanan atau minuman.Tapi Trevor hanya meletakkan gelasnya, lalu menjawab, “Akan kuberitahu nanti.”***Viviana menangis tersedu-sedu di sebuah bar elit di pusat kota.Di sampingnya dengan setia Edoardo menemani Viviana.Dia sudah berjanji pada Signor Santino bahwa akan menjaga Viviana. Tapi sekalipun bukan karena janji itu, tidak mungkin dia membiarkan Vivia
Dengan kedua tangan Tamara menahan wajahnya, Trevor mengikuti arah lirikan mata Tamara yang ternyata mengarah ke Thea dan Tilly yang mengintip aksi mereka dari balik jari-jemari mereka.Melihat itu, Trevor pun menjauh dari Tamara dan melepaskan Tamara.Tapi sebelum Tamara menutup pintu toilet, dia bisa mendengar keluhan Trevor.“Kau terlalu cerewet sih. Begini saja, tiap kali kau terlalu cerewet aku akan menciummu.”Tamara memutar bola matanya, lalu menutup pintu, tidak berniat menjawabnya.Malah Thea dan Tilly yang terkikik lalu menyahuti daddy mereka, “Iiiidiiiiih ... Daddy modus ya? Hiihihih.”Mendengar itu, Trevor tak bisa menahan senyum di wajahnya. Bahkan dia ikut merona karena alibinya ketahuan dua gadis kecilnya ini.Oh, Tuhan ... bagaimana bisa memodusi Tamara di kemudian hari jika Thea dan Tilly ternyata secerdik ini?***Kepulangan Trevor disambut oleh para sepupunya.Mereka semua menjemput, lalu mengantar Trevor hingga ke penthouse.Di sana, mereka bahkan baru pertama kali
Viviana dan Rosemary tidak pernah datang menjenguk lagi.Hanya Rodrigo dan Bruno saja. Lalu Lorenzo, Lucas, dan Edoardo, sesekali datang bersamaan.Selebihnya, Trevor beristirahat memulihkan seluruh tubuhnya.Dalam beberapa hari kemudian, lukanya sudah mengering. Trevor juga sudah lebih sering terbangun dan tersadar.Dosis pain killernya sudah dikurangi. Dia sudah bisa duduk, bahkan turun dari tempat tidur dan berjalan mondar mandir.Tangan kanannya sudah bisa bergerak seperti biasa.“Kapan aku bisa pulang?” tanya Trevor ketika dokter datang mengunjungi, mengecek lukanya, lalu mengganti perbannya.“Anda sudah bisa pulang besok, Signore. Tapi pastikan berhati-hati dalam menggerakkan tangan kiri Anda. Namun, jangan sampai tidak digerakkan sama sekali juga. Nanti jahitannya malah kaku.”Trevor mengangguk.Dia menggerak-gerakkan kepalanya, berusaha merenggangkan otot leher, ketika perban telah selesai diganti.“Anda harus olahraga, Signore, tapi jangan angkat beban dulu. Paling aman tread
“Trevor! Kau masih sakit. Belum sembuh benar. Kita bicarakan ini lain waktu, oke? Tunggu kau benar-benar sembuh.”Rosemary berusaha mengulur waktu. Dia tidak bisa begitu saja menyerah pada keinginan Trevor menikahi Tamara.Dia dan Rodrigo sudah membicarakan banyak hal dengan orang tua Viviana, Santino dan Valerie.Dulu memang Viviana yang meninggalkan perjodohan mereka, tapi kali ini Viviana sudah menyadari hatinya menginginkan Trevor, dan Santino merupakan sahabat karib Rodrigo yang sudah memberikan banyak support bagi Rodrigo.Jika memang Trevor berniat untuk menolak perjodohan ini, Rosemary dan Rodrigo harus bekerja keras menjelaskan pada Santino dan Valerie. Mereka mungkin juga harus memberikan ganti rugi yang besar, itu pun belum tentu Santino dan Valerie akan menerimanya.Jadi, Rosemary tak bisa langsung mengiyakan begitu saja keinginan Trevor.Namun, Trevor tidak pun terlihat tidak ingin mengalah untuk kali ini.“Aku memang masih belum sembuh, tapi aku sudah mengatakan yang aku
“Huh! Jangan dekat-dekat denganku! Aku marah besar pada kalian! Tega-teganya mengerjaiku!”Viviana melotot pada Thea dan Tilly yang hendak mendekatinya untuk meminta maaf sekaligus mengajak berdamai.Thea dan Tilly mencibirnya. “Iiih ... siapa suruh begitu saja takut.”“Heh, kalian yang sengaja menakut- nakutiku! Sungguh kalian tidak ada mirip-miripnya dengan Trevor! Kok bisa sih Trevor punya anak seperti kalian ini! Jangan-jangan kalian hanya mengaku-ngaku saja sebagai anaknya!”“Ish, bibi jangan menghina kami, juga daddy kami! Kalau Bibi tak percaya kami anaknya Daddy ... maka ... phiwiiif!” Tilly bersiul memanggil Travish keluar.Travish yang sedari tadi duduk di pojokan, tak terlihat Viviana, sambil bermain ponsel dan tidak memedulikan obrolan mereka, terpaksa keluar dan menghampiri Tilly.“Ada apa?” tanyanya dengan raut merengut.“Tuh!” Tilly menggerakkan dagunya mengarah ke Viviana.Tanpa kata pun Viviana dibuat membelalak lebar ketika melihat Travish.“Ka- k au ... kau mirip s