"Jawab El bod- - ucapan Dareen terhenti saat tiba-tiba saja ia melihat seseorang yang sedang berjalan dengan wajah sumringah.
"Bocah itu!" ujar Dareen sambil menatap kedepan. Karena penasaran, El pun ikut membalikkan badan untuk melihat siapa yang dimaksud oleh Dareen. Dan saat ia berbalik dan melihat siapa yang Dareen maksud- -
"Zoya!" gumam El dengan mengernyitkan dahinya.
"Sedang apa bocah bodoh itu disini?" Dareen nampaknya penasaran dengan kehadiran Zoya di restoran yang sedang ia kunjungi ini. Apa yang sedang ia lakukan? Kenapa dia bisa ada di restoran yang cukup mewah ini? Bersama siapa dia kemari? Berbagai pertanyaan itu berseliweran di kepala Dareen tanpa ia minta.
"Hei bocah!" Teriak Dareen saat suasana restoran sedang cukup ramai. Zoya yang sedang melangkahkan kaki menuju pintu luar pun, langkahnya terhenti, saat tiba-tiba saja ia mendengar seseorang memanggil kata bocah.
"sedang apa kau di sini bocah?" bocah! Bocah! Bocah! Panggilan bocah itu terus terngiang-ngiang di telinga Zoya. Apakah Zoya sekecil itu? Hingga Dareen terus saja memanggil Zoya dengan sebutan bocah!"Kau tuli ya?" tanya Dareen kemudian."Enak saja! Mengataiku tuli," gumam Zoya dalam hati."Maafkan saya Tuan, saya tidak mendengarkan!" keberanian, kemana perginya keberanian itu? Keberanian Zoya seakan lenyap hanya karena Dareen menatapnya dengan tajam."Sudah ku duga! Kau memang tuli!" senyum kecil nan mengejek terukir jelas di bibir pria tampan yang memproklamirkan dirinya sebagai Tuan kepada Zoya. Hingga Zoya membulatkan matanya saat melihat senyum kecil itu."Kau menertawakan dan mengejekku. Kau sangat senang jika aku tertindas dan merasa diriku bodoh dan buruk di hadapanmu ya?" batin Zoya. Hanya dalam hati ia bisa membalas semua ucapan Dareen dengan cara yang tak k
"Saya sedang melamar pekerjaan Tuan!" jawab Zoya spontan, beriringan dengan terkejutnya Zoya yang sampai melompat."Beraninya kau melamar pekerjaan saat kau masih terikat kontrak dengan Perjanjian yang sudah kau buat sebelumnya kepadaku," Dareen benar-benar garam. Ia memberikan tatapan mata tajam pada Zoya, yang tidak seperti biasanya."Sa- -"Siapa yang menyuruhmu untuk mencari pekerjaan lain? Kau adalah pembantuku. Dan selama menjadi pembantuku, kau tidak aku izinkan untuk bekerja dimana pun itu!" Dareen memotong ucapan Zoya dengan mengingatkan posisi Zoya saat ini. Bahkan Dareen juga menjelaskan kembali soal statusnya di hadapan Zoya."Saya hanya akan bekerja disini saat malam hari tuan!" Zoya menyela, dan itu membuat Dareen tidak suka."Susah memang, jika menjelaskan sesuatu kepada orang yang tuli seperti dirimu," Dareen memandang rendah Zoya, "kau tidak pernah menginga
Dareen menahan amarahnya, matanya memerah, hidungnya sudah kembang kempis dengan napas yang terengah-engah. Ia merasakan suatu kemarahan yang berbeda saat mendengar cerita Zoya.Bagaimana bisa? Pikir Dareen dalam hati. Bagaimana mungkin ia merasa marah saat ia mendengar cerita gadis bodoh yang berstatus sebagai pembantu kontraknya itu, yang terdengar begitu menyedihkan. Tapi itulah kenyataannya, Dareen memang benar-benar marah. Ia marah dan geram karena hanya ia lah yang boleh memperlakukan Zoya dengan sesuka hati. Menyakitinya, merendahkan statusnya, menghinanya, dan hal hal yang menyakitkan lainnya, hanya ia lah yang boleh melakukan semua itu terhadap Zoya. Dan itu sama sekali tidak boleh dilakukan oleh siapapun. Karena yang sudah menjadi milik Dareen Danendra, tidak boleh dimiliki oleh orang lain. Termasuk menyiksa Zoya. Karena Zoya adalah miliknya, dalam artian Zoya adalah pembantu nya, selama kontrak masih berlangsung."Kenapa anda terlihat sangat marah tuan
"Ja-ja-jangan mendekat! Mau apa kau mendekatiku," ketakutan, Zoya sudah merasa sangat ketakutan, saat El terus berjalan mendekat, di tambah dengan wajah datarnya, yang semakin membuat Zoya takut.Tidak ada jawaban. El terus mendekat hingga-Hap!Tas di tangan Zoya dalam waktu sekejap mata sudah berada di tangan El. Pria itu benar-benar melakukannya dengan waktu yang amat cepat. Bagaimana bisa? Pikir Zoya, ia tak habis pikir. Cepat sekali dia, dia juga kuat. Karena Zoya memegang tas nya erat. Namun dalam waktu sekejap mata, bisa merebutnya, dan kini sudah berada di tangannya."Berikan tas ku?" ujar Zoya, sambil melompat-lompat untuk mendapatkan tas nya, karena El mengangkatnya tinggi."Tidak mau!" ketus El, "jika kau bisa. Maka ambil saja tas mu ini dari tanganku," lanjut El dengan terus mengangkat lebih tinggi tas Zoya."Kenapa kau melakukannya hah?" tanya Zoya
"Apa?" Zoya terkejut, pantas saja ekspresi wajah Dareen begitu menyebalkan. Jadi ini alasannya! Pikir Zoya."Lima menit lagi, sudah masuk pukul lima sore. Kau dengar?" El mengulanginya lagi. Lagi dan lagi."Mati aku!" Zoya menepuk jidatnya sendiri. Ek tersenyum sinis, dan Dareen tersenyum puas. Itu sudah pasti."Kenapa nona babu?" Dareen menampakkan raut wajah puas dan mengejek. Sudah pasti dia sangat senang dengan situasi yang sedang Zoya alami saat ini. Bagaimana tidak! Dareen menyuruhnya untuk datang ke rumah besar, tepat pukul 17.00 tidak lebih dan tidak kurang. Lalu sekarang, bagaimana caranya agar Zoya bisa sampai ke rumah besar milik Dareen dalam kurun waktu lima menit saja, "kau baru teringat sesuatu?" lanjut Dareen sambil menyunggingkan sebelah bibirnya ke atas.Zoya tampak bingung, ia gelisah, "dalam waktu lima menit. Harusnya aku tidak meladeni dia tadi. Tadi aku masih punya waktu li
"Kita pergi sekarang El!" ujar Dareen yang bangkit dari duduknya."Tentu Tuan!" balas El."Kau, nona babu!" tunjuk Dareen pada Zoya."Saya?""Jariku menunjuk mu. Jika bukan kepada mu, lalu jariku ini tidak mungkin menunjuk mu bukan?" mengatakan sesuatu yang sulit untuk di artikan. Membuat Zoya kesal, "tinggal bilang iya saja apa susahnya sih? Kenapa harus berbicara berputar dan berbelutberbel seperti itu. Membuat bingung saja," batin Zoya."Hah! Anda benar tuan! Maafkan kebodohan dan ketidaktahuan saya," menyerah saja, memang apa yang sekarang bisa aku lakukan. Sudah untung aku bisa lolos dari pukul 17.00 tepat."Syukurlah, kalau kau mengakui jika kau memang sangat bodoh dan payah!" Dareen mengatakannya dengan sangat puas. Dan El merasa senang dan puas, saat wajah tuannya terlihat senang dan puas.Duarrr"Payah! Kenapa aku ha
"Eh, apa dia bersedih? Apa dia baru saja menangis? Kenapa? Aku bahkan belum menyiksa atau memarahinya sama sekali!" batin Dareen yang sedikit terusik."Apa Tuan? Apa yang harus saya lakukan?" ulang Zoya dengan nada yang terdengar lemas, tak bertenaga sama sekali, membuat Dareen dan El yang mendengarnya sedikit kebingungan, tidak biasanya dia menjawab dengan nada terdengar malas seperti itu. Pikir keduanya."Kenapa kau masih bertanya. Siapkan makan malam untukku!" perintah Dareen, "tapi sebelum itu, siapkan dulu air hangat untukku mandi," lanjut Dareen dan Zoya hanya menganggukkan kepalanya pelan."Permisi Eyang, Zoya masuk dulu ke dalam," dengan nada lemah dan lembut, Zoya berujar pada Murti, yang di sambut dengan senyuman manis Murti.Zoya berjalan gontai, semangatnya pun mulai memudar. Pikirannya melayang entah kemana."Kenapa dengan bocah itu? Menyebalkan. Apa ini adalah aksi
Saat Dareen memanggil dan menyuruhku untuk membuatkannya makan malam, lalu ia kembali memanggilku lagi untuk mengambilkan sandalnya terlebih dahulu. Aku mengiyakan semuanya. Namun, pikiranku melayang entah kemana. Hatiku sangat sakit saat melihat kedekatan antara Dareen dan eyangnya. Bagaimana aku tidak sakit? Aku bahkan tidak pernah diperlakukan sedemikian rupa oleh ayah dan ibu, bahkan aku dan Mayra begitu jauh. Kami tinggal di satu atap yang sama, namun seolah tak saling mengenal satu sama lain.Ibu dan ayah memperlakukanku berbeda dari adikku sendiri yaitu Mayra. Mayra selalu mendapatkan keistimewaan, pujian, manjaan, semua yang ia inginkan sebisa mungkin ibu dan ayah selalu menurutinya. Sedangkan aku, uang sekolah ku saja, aku sendiri yang membiayai. Bagaimana aku tidak merasa di bedakan. Jelas sekali perlakuan ayah dan ibu memang berbeda.Mereka menyayangi Mayra, sedangkan padaku, mereka memperlakukan ku dengan buruk. Layak