"Uh..., Kalajengking sialan!" umpat Daren saat dirinya sudah berhasil menuruni tanah yang terjal tersebut. Dilihatnya tangannya sendiri yang terasa sangat perih dan gatal. Dan ternyata, tangannya membengkak dan memerah. Mungkin, itu adalah efek dari gigitan kalajengking tadi.
Kembali Daren memfokuskan dirinya pada pencariannya pada Zoya yang sampai saat ini masih belum ia temukan.
"Zoya..." Teriak Daren begitu kencang dan menggelegar. Hingga para hewan kecil keluar dari persembunyiannya.
"Hei Zoya! Dimana kau gadis bodoh?" Teriaknya lagi dan masih belum mendapatkan jawaban. Lalu, pandangannya tertuju pada sesosok tubuh yang tergeletak tak berdaya dengan tubuh penuh tanah dan luka.
Zoya, gadis itu terkapar diantara pohon beringin besar dan daun daun yang sudah mengering.
"Zoya!" Secepat kilat Daren menghampiri Zoya yang tengah terkapar tak sadarkan diri.
<
"El! El! Dimana kau? Cepat bantu aku!" teriak Daren saat ia dengan susah payah sudah berhasil melewati jurang curam yang membuat Zoya terjatuh dan tak sadarkan diri, dengan melewati dan mencari jalan lain.Tidak ada tanggapan dan jawaban dari sosok yang Daren panggil. Matahari sudah mulai meninggi, Daren mulai dehidrasi, apalagi dengan gadis yang ada di pangkuannya saat ini, sudah pasti, kondisi gadis itu jauh lebih buruk dari kondisi Daren yang masih bisa mengangkat beban tubuh Zoya. "Bertahanlah! Kau pasti bisa!" ucap Daren menyemangati Zoya yang masih tak sadarkan diri. Perjalanan cukup jauh, hingga saat ini, Daren baru menemukan jalan di mana ia dan El berpisah subuh tadi."El...." teriak Daren kembali. Kali ini, teriakannya begitu nyaring, hingga tenggorokan Daren terasa kering. "El...." Jika kali ini El tidak mendengar teriakan Daren. Maka sudahlah, jangan harapkan Daren bisa berteriak kembali, karena kerongkongannya setelah berteriak, kini terasa benar-benar kering."Ah, ten
Jatuh dan tergelincir, sudah tidak Daren rasakan lagi betapa kaget dan sakitnya seluruh badan. Demi bisa sampai ke tempat tujuan, Daren memaksakan diri menyusuri jalanan menurun yang akan membawanya ke tepian sungai."Jika bukan karena dahagaku, aku tidak akan mau berjalan sambil menggendong gadis ini. Walau dia tidak berat, tapi dia cukup menyusahkan langkahku," gerutunya setelah ia terjatuh dan bangkit lagi dengan tangannya sendiri.Daren mengeluh, ia menggerutu. Namun, hanya di mulut saja. Hatinya benar-benar ikhlas melakukan itu semua, demi dahaganya yang harus segera di aliri air, juga demi kesadaran Zoya. Tanah dan lumpur mengotori hampir seluruh tubuh Daren. Seakan tak ingin tertinggal, wajahnya pun ikut merasakan bagaimana rasanya terkena lumpur saat Daren mengusap keringat yang bercucuran dari kening hingga ke pipinya.Daren tak peduli, setelah ketemu sungai nanti, ia sudah berjanji akan membersihkan diri. "Hei, apa kau tidak kasihan padaku? Lihat aku, aku kelelahan. Aku k
Harapan dan doa yang buruk dari orang yang buruk pula hatinya, tak mampu membuat doa yang ia panjatkan menjadi kenyataan. Setelah Daren berhasil menemukan sumber air yang membuat lelah dan dahaganya seketika hilang, Daren memberikan Zoya sebuah air yang ia bawa dengan tangannya sendiri.Sedikit demi sedikit. Walau berceceran dan selalu sedikit yang tersisa untuk di berikan kepada Zoya. Namun, Daren telah berhasil membuat Zoya sadar dari pingsannya yang cukup lama.'Uhuk! Uhuk!'Suara yang keluar dari tenggorokan Zoya, membuat Daren senang bukan main. "Kau sadar, Zoya?!" tanya Daren saat Zoya terbatuk. Matanya masih belum terbuka. Namun Daren sudah tak sabar untuk mengeluarkan suara dan bertanya bagaimana keadaannya.'Uhuk! Uhuk!'Zoya masih terbatuk.Daren menepuk-nepuk punggung Zoya sambil mengelusnya perlahan. "Kau tidak apa?" tanya Daren. "Ayolah, jawab aku. Aku begitu mengkhawatirkan dirimu!" lanjutnya berucap.Perlahan-lahan, kesadaran Zoya mulai kembali. Matanya pun mulai ter
"Aaaa..." Teriak Daren begitu keras, seirama dengan para burung-burung yang beterbangan karena keterkejutan mereka terhadap suara yang terdengar sangat nyaring. Daren begitu geram, kesal dan marah. Semuanya bercampur menjadi satu. Wajahnya memerah, dengan sorot mata yang tajam, setajam mata elang yang siap menerkam mangsanya. "AKU BENCI WANITAAA!!!" Teriak Daren sambil melempar sebuah batu yang digenggamnya ke danau. Seorang pria yang terlihat tampan dan berambut hitam pekat, datang dari arah belakang, menghampiri Daren lalu menepuk nepuk pundaknya "jangan salahkan semua wanita atas kesalahan seorang wanita lainnya Tuan!" ucap pria tampan berambut hitam pekat itu. Namun, tampaknya Daren tak menghiraukan sama sekali apa yang diucapkan oleh pria tampan berambut hitam pekat itu yang sekarang sudah berada disampingnya, memperhatikan Daren dengan lekat, dari jarak yang dekat pula. "Huh!" Hanya hembusan napas kasar yang keluar dari mulut Daren.
"Ya, aku memang mau mati! Dan kau sudah mengabulkan keinginanku!" bentak gadis itu penuh dengan amarah, membalas tatapan mata Daren tak kalah tajam. Daren membelalak mata saat mendengar jawaban berani yang keluar dari bibir gadis itu. Seperti menemukan sesuatu yang baru, yang baru saja ia temui dalam hidupnya. Itulah yang saat ini Daren rasakan. "Apa? Apa? Kenapa matamu melotot seperti itu hah?" tanya gadis itu dengan nada kesal dan marah, menatap ke arah Daren, dengan wajah sinis, "kau tau? Matamu besar, seperti mau keluar!" lanjut gadis itu. Bisa-bisanya pria itu melotot dengan sebegitunya, padahal jelas jelas dia yang salah. Pikir gadis berseragam putih abu. Mata merah, rahang mengeras, bahkan terdengar suara gigi yang saling beradu, dan tangan yang mengepal geram, Daren tunjukkan pada gadis yang menatapnya tanpa rasa takut. "Kenapa kau malah semakin mengeluarkan matamu seperti itu hah?" tanyanya lagi, "Aku tidak mau tau, kau harus
"Cepat ganti rugi sekarang!" Teriak Daren. "Tidak mau!" tolak Zoya tak kalah berteriak. "Ternyata kau memang mau berurusan dengan polisi!" Daren mencoba menakuti Zoya dengan ancamannya. "Laporkan saja! Lagi pula, aku sama sekali tidak takut dengan ancamanmu itu," jawab Zoya, dengan sisa keberanian yang ia punya. "KAU!" tunjuk Daren pada Zoya, dengan sorot mata tajam, setajam mata elang yang akan menerkam mangsanya. "El?" sambung Daren seraya memanggil asisten setianya. "Saya Tuan!" jawab El, yang langsung menyahut saat Daren memanggil namanya. Dengan gerakan perlahan, El merogoh saku celananya, entah apa yang akan dia lakukan, tapi Zoya terlihat bingung dengan makhluk Tuhan yang satu ini. Dia melakukan hal yang tidak diperintahkan sama sekali oleh Daren. 'Hah, mengambil hp saja harus dengan drama!' ejek Zoya dengan tatapan tanpa suara yang keluar dari mulutnya. "Sek
"Aaaaaa...," Teriak Zoya setelah kepergian Daren dan El, yang menyisakan kesal mendalam untuk gadis pemilik nama Ananda Zoya itu. "PRIA ANEH! PRIA GILA! PRIA TIDAK BERPERASAAN! AKU BENCI KALIAN!!!" Mengatai, memaki dan meneriaki orang yang tidak ada di dekatnya sama sekali. Membuat napas Zoya terengah-engah. Bahkan, wajahnya sampai memerah. "Memangnya dia itu siapa? seenaknya saja mengatur-atur hidupku!" tanya Zoya mulai melemah, dengan Isak tangis yang mulai terdengar, "apa yang harus aku katakan pada ibu ku nanti? Huaaaaaa..., aku bahkan tidak berani untuk pulang ke rumah!" lanjut Zoya sambil memandangi kue-kuenya yang sudah kotor karena terjatuh. Zoya memunguti kue basah nya satu persatu, mengambil yang masih bisa ia selamatkan. Namun, gerakan tangannya terhenti, saat sepasang bola mata Zoya melihat buku yang dipeluknya erat dengan sebelah tangan. Air mata Zoya bercucuran, isakan itu, berubah menjadi tangisan, tangisan yang menyayat
Byuuuurrr!Ibu mengguyur wajah Zoya dengan segelas air ditangannya.Zoya begitu kaget, ia yang sedang tak sadarkan diri pun, mengerjapkan matanya sambil mengusap usap kasar wajah yang kini telah basah kuyuk, karena air yang diguyurkan oleh ibu.e Ternyata apa yang baru saja Zoya alami hanya mimpi. Cahaya! Sentuhan itu! Sentuhan menghangatkan yang terasa sangat nyata itu, semuanya hanya mimpi."Enak sekali kamu ya? sudah membuatku rugi, dan sekarang kau malah enak enakan tidur dilantai seperti ini! Kau memang anak tidak tahu diri!" ucap ibu penuh dengan emosi, padahal ibu tahu sendiri, jika Zoya tak sadarkan diri tadi, bukan sengaja menidurkan diri disini. Pikir Zoya. Akhirnya Zoya pun memilih untuk tak merespon semua ucapan ibunya walaupun ia terkejut. Ingatan dan pikirannya masih tertuju pada seberkas cahaya yang membuatnya merasakan kehangatan- -"Kehangatan seorang ibu," gumam Zoya, "ya, sentuhan itu begitu meng