Share

Seberkas cahaya

"Aaaaaa...," Teriak Zoya setelah kepergian Daren dan El, yang menyisakan kesal mendalam untuk gadis pemilik nama Ananda Zoya itu.

"PRIA ANEH! PRIA GILA! PRIA TIDAK BERPERASAAN! AKU BENCI KALIAN!!!"  Mengatai, memaki dan meneriaki orang yang tidak ada di dekatnya sama sekali. Membuat napas Zoya terengah-engah. Bahkan, wajahnya sampai memerah.

"Memangnya dia itu siapa? seenaknya saja mengatur-atur hidupku!" tanya Zoya mulai melemah,  dengan Isak tangis yang mulai terdengar, "apa yang harus aku katakan pada ibu ku nanti? Huaaaaaa..., aku bahkan tidak berani untuk pulang ke rumah!" lanjut Zoya sambil memandangi kue-kuenya yang sudah kotor karena terjatuh.

Zoya memunguti kue basah nya satu persatu, mengambil yang masih bisa ia selamatkan. Namun, gerakan tangannya terhenti, saat sepasang bola mata Zoya melihat buku yang dipeluknya erat dengan sebelah tangan. Air mata Zoya bercucuran, isakan itu, berubah menjadi tangisan, tangisan yang menyayat hati. 

Andai saja waktu bisa diulang, Zoya tidak akan mau pergi ke danau itu untuk menjual sisa-sisa kuenya yang belum terjual.

                                  ***

"Anak bodoh! Apa yang sudah kau lakukan pada kue-kue ini hah!" bentak seorang wanita pada Zoya, dengan wajah merah yang menyala.

Zoya tertunduk lesu, yang ada dipikirannya sekarang adalah, harus menerima bentakan dan kemarahan dari ibunya dengan lapang dada. Meski raganya bergetar, dan hatinya bergejolak karena takut.

"Maaf Bu, maafkan Zoya!" ucap Zoya lirih. Hanya kata maaf yang dapat Zoya ucapkan untuk menyelamatkan hidupnya saat ini.

"Maaf?" Ibu memandang Zoya penuh kemarahan, "kau pikir, dengan dirimu meminta maaf, akan mampu menggantikan semua kue ku yang sudah rusak ini!" bentak ibu kemudian seraya bertanya. Dan Zoya hanya mampu menggelengkan kepalanya pelan.

Zoya semakin tertunduk lesu. Tubuhnya sudah gemetar, entah apa yang akan terjadi jika ayahnya pun datang dan mengetahui, jika kue yang Zoya dagangkan tak terjual habis, karena terjatuh. Namun, beruntung, sang ayah saat ini tengah mendekap di penjara. Jadi, tidak akan ikut-ikutan memarahi Zoya.

"Dasar anak tidak berguna! Anak tidak tahu diri! anak tidak tahu caranya membalas budi! Kau pikir, mudah, merawatmu sampai sebesar ini hah! Aku membesarkanmu dengan memakai uang, dan ini balasanmu untukku?" Bentak ibu panjang lebar. Membuat Zoya semakin bergetar.

Air mata tak mampu dibendung lagi, Zoya menangis dengan tubuh bergetar hebat. Kata kata yang ibu ucapkan padanya, begitu menusuk hingga ke ulu hati. Sampai hati ibu mengatakan semua cacian itu padaku, sebegitu bencinya ibu padaku? Walau sudah berulang kali ibu mengatakannya. Namun rasanya selalu sama. Sakit!

"Kau pikir, aku membuat kue itu dengan apa, hah! Dengan daun? Atau dengan air mata? Apa aku tidak memakai modal?" bentak ibu lagi berapi api. Ibu tidak akan berhenti untuk memaki dan membentak Zoya, sampai ia puas.

Seorang wanita yang tengah duduk selonjoran di kursi panjang, dimana warna kain itu sudah terlihat luntur dan terkoyak karena di makan usia, kedua matanya menatap tajam ke arah Zoya dengan tertawa tanpa suara. Tangannya yang memengang toples berisikan keripik kentang ia ambil secara perlahan dan memasukan ke dalam mulut. Menyaksikan dari kejauhan drama dari kemarahan sang ibu pada anaknya yang lain.

Ingin rasanya Zoya melemparkan semua kue yang sudah kotor karena terjatuh itu ke wajah Mayra, namun Zoya tak bisa berbuat apa-apa, yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah menerima! Menerima semua perlaku menyakitkan dari ibu, ayah dan Mayra, adik Zoya yang selalu ibu dan ayah bangga banggakan. Bukan karena prestasinya, melainkan karena kecantikannya, yang selalu membuat kaum adam terpana melihat sosok Mayra. Hingga laki laki manapun, selalu takluk dan bertekuk lutut dihadapan Mayra dengan begitu mudahnya. Namun, dibalik kecantikannya, tak ada sedikitpun dari sifat dan tabiatnya yang mencerminkan kecantikan Mayra.

"Apa yang kau lihat?" tanya ibu kesal. Dengan segera, Zoya pun menggelengkan kepalanya. Ada rintik air mata yang terjatuh ke lantai karena gerakan kepala Zoya.

"Dia memelototiku bu," Mayra mulai berulah, ia menghampiri ibunya dengan mengatakan hal yang tidak benar. Wajahnya ia buat sesendu mungkin, agar drama yang tengah ia lakukan mendapat pujian dari para penonton yang melihatnya. 

"Berani sekali kau!" geram ibu dengan menunjuk wajah Zoya.

"Tidak Bu, Mayra berbohong, aku sama sekali tidak--"

Plakkk!

Belum sempat Zoya meneruskan perkataannya, ibu sudah melayangkan tangannya, hingga menyisakan bekas merah di pipi manis Zoya. Bahkan, bukan hanya bekas merah, tapi juga bekas Panas dan perih yang Zoya rasakan di pipinya.

Mayra tersenyum licik saat apa yang telah ia rencanakan, berjalan dengan semestinya, "aku akan membuatmu sengsara Zoya, bahkan lebih dari ini!" batin Mayra penuh dengan rencana jahat.

"Sekali lagi kau memelototi Mayra seperti itu, akan aku buat kau menyesalinya Zoya, camkan itu!" ibu mengancam Zoya dengan menunjukan jarinya kehadapan wajah zoya. Bahkan, nada suara ibu pun berapi-api.

Rasa benci, dan selalu ingin menyakiti, terlihat jelas dalam gurat wajah ibu dan Mayra saat memandangku. Kenapa mereka bertiga begitu membenciku? Apa salahku? Tidak adakah sedikitpun rasa kasihan mereka padaku? Semua itu masih penuh dengan tanda tanya besar dalam benakku.

Hingga malam menjelang, seragam putih abu yang sedari tadi aku gunakan pun, masih terus melekat dalam tubuh ini, entah karena aku masih ingin mengenakannya, atau aku masih enggan melepasnya. Ah itu sama saja. Namun yang pasti, setelah kejadian tadi sore, ibu tak memberikan ku jatah makan hingga malam menjelang. Mataku mulai remang remang, pandangan berangsur suram, dan aku mulai tumbang, karena pertahanan kaki ku sudah tak seimbang.

Saat aku tumbang, dengan sedikit menyisakan pandangan, kulihat ibu dan Mayra berjalan saling bergandengan, layaknya ibu dan anak yang saling menyayangi satu sama lain. Berjalan menjauh dari ruang tamu yang bercampur menjadi ruang televisi, hingga tak terlihat lagi di ujung pintu dapur. Tiada siapapun yang peduli padaku. Mereka mendiamkan ku, walau aku terjatuh dihadapan mereka. Hingga pandanganku benar benar menghilang.

Gelap, itu yang ku rasakan saat ini. Namun seberkas cahaya tiba tiba saja menampakkan wujudnya dari kejauhan, yang perlahan mulai mendekat, semakin mendekat dan semakin mendekat lagi. 

Cahaya itu begitu terang, hingga aku tak mampu untuk melihat, cahaya apakah itu? Mungkinkah itu cahaya yang akan menyelamatkan diriku dari kekejaman dan penderitaan ini? Atau justru, cahaya itu datang untuk menyiksaku lebih dalam lagi.

Entahlah!

"Ah, mataku! ini terlalu terang, aku tak bisa melihatnya," gumamku saat mencoba memaksakan diri untuk melihat cahaya itu.

"Kau tidak perlu melihatku sayang, kau hanya perlu merasakan kehadiran ku! Aku akan selalu ada disini," cahaya itu mempunyai tangan dan suara, bahkan tangannya menunjuk dada Zoya, "menemanimu kemana pun kau berada," suara itu begitu lembut dan terdengar sangat familiar di indera pendengaranku.

"Hati ku?" tanya Zoya sambil memegang dadanya, membuat tangan Zoya dan tangan dari cahaya itu saling bersentuhan.

Hangat!

Itu yang aku rasakan, sentuhan itu begitu hangat, membuatku sangat tenang, dan selalu ingin menyentuhnya.

"Ya, sayang, hatimu!" jawab cahaya itu lagi, membuat Zoya kian bingung. Namun ia begitu senang dan merasakan kehangatan, perasaan senang terus mengalir dalam tubuhnya.

"Siapa kau? Kenapa suaramu begitu indah! Rasanya, aku sangat mengenal suara itu!" tanya Zoya begitu lembut.

Terads tangan yang sangat bercahaya itu, mengelus elus kepala Zoya dengan sangat lembut. Zoya semakin nyaman dibuatnya. Rasanya, Zoya tak ingin jika tangan itu melepaskan elusan di kepalanya.

"Tangan ini, sentuhan ini, aku sangat mengenalnya," ucap Zoya lirih, "apa aku mengenalmu cahaya?" tanya Zoya kemudian yang masih bingung, apakah ini nyata atau tidak.

Cahaya itu tak menjawab pertanyaan Zoya. Ia berangsur pergi, menghilang tanpa bisa Zoya cegah kepergiannya, "jangan pergi! Jangan tinggalkan aku sendiri!" Teriak Zoya lirih.

Byuuurrr...

Segelas air putih membanjiri wajah Zoya.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status