Share

Surat Perjanjian

"Cepat ganti rugi sekarang!" Teriak Daren.

"Tidak mau!" tolak Zoya tak kalah berteriak.

"Ternyata kau memang mau berurusan dengan polisi!" Daren mencoba menakuti Zoya dengan ancamannya.

"Laporkan saja! Lagi pula, aku sama sekali tidak takut dengan ancamanmu itu," jawab Zoya, dengan sisa keberanian yang ia punya.

"KAU!" tunjuk Daren pada Zoya, dengan sorot mata tajam, setajam mata elang yang akan menerkam mangsanya. "El?" sambung Daren seraya memanggil asisten setianya.

"Saya Tuan!" jawab El, yang langsung menyahut saat Daren memanggil namanya. 

Dengan gerakan perlahan, El merogoh saku celananya, entah apa yang akan dia lakukan, tapi Zoya terlihat bingung dengan makhluk Tuhan yang satu ini. Dia melakukan hal yang tidak diperintahkan sama sekali oleh Daren. 

'Hah, mengambil hp saja harus dengan drama!' ejek Zoya dengan tatapan tanpa suara yang keluar dari mulutnya.

"Sekarang El!" perintah sang Tuan yang langsung di sambut dengan anggukan.

'Sekarang? Apa maksudnya? Tunggu-tunggu, mau apa dia mengambil handphone? Apa dia akan menelpon polisi? Apa dia benar-benar akan memenjarakanku? Tidak! Aku tidak mau di penjara. Aku masih mau bersekolah dan aku masih mau mengejar impianku,' Rasa takut tiba-tiba saja menyeruak dalam hatinya. Nyalinya mulai menciut, dengan rasa khawatir yang berlebih.

Daren terus memperhatikan Zoya dengan pandangan mata meremehkan.

'Ya Tuhan, tolong aku, aku tidak mau dipenjara! Bagaimana dengan sekolah dan mimpiku nanti, jika aku dipenjara?' sekelebat bayangan masa depan yang suram tiba tiba saja melintas begitu saja didepan matanya.

Tut! Tut! Tut! 

Suara nada tersambung dari handphone yang dipegang oleh pria bernama El telah terdengar.

"He-hen-tikan?" Zoya mengangkat sebelah tangannya, berusaha menghentikan aktivitas yang El lakukan, "apa yang sedang kau lakukan?" tanya Zoya kemudian.

"Menelpon!" jawab El singkat.

'Dasar bodoh! Aku tahu bodoh, kau sedang menelpon.' Zoya bermonolog dalam hati. "I-i-iya aku tahu kau sedang menelpon! Maksudku..., kau sedang menelpon siapa?" tanya Zoya dengan terbata-bata.

"Polisi!" jawab El lagi singkat. 

"APA? POLISI!" Teriak Zoya. Ia begitu terkejut, wajahnya sampai memucat, dengan tubuh yang mulai gemetar.

El menatap datar Zoya dengan berbagai pikiran yang berseliweran, terlintas dibenaknya. Tatapan yang sangat jauh berbeda dari tatapan Daren padanya.

'Sepertinya, kau mulai takut ya?' batin Daren setelah melihat ekspresi raut wajah yang berubah dari wajah cantik dan manis milik Zoya menjadi wajah pucat pasi tak berdarah.

'Eh, apa yang ku pikirkan? Cantik dan manis? Tidak! Dia tidak terlihat seperti itu! Bocah itu terlalu jauh dari kata cantik dan manis, dia sama sekali bukan tipeku. Lihat saja wajah serta caranya berdandan! Dia sama sekali tidak terlihat seperti wanita, lihat rambut pendek yang diikat tidak beraturan itu? Lihat pula seragam yang ia lipat bagian lengannya sampai ke atas, sama sekali tidak seperti seorang gadis!' batin Daren yang memperhatikan kembali penampilan Zoya dari atas sampai bawah.

"Hei, kenapa kau mau melaporkanku ke polisi? Bukankah harusnya aku yang meminta ganti rugi kepada kalian berdua?" ucap Zoya memberanikan diri, walaupun dengan wajah pucat dan tubuh yang gemetar.

"Apa alasanmu meminta ganti rugi kepadaku?" tanya Daren sambil menyunggingkan sebelah bibirnya, menatap lekat kearah Zoya.

"Alasan? Apa kau tidak salah menanyakan alasannya kepadaku? Kau sudah menabrakku dan menyebabkan buku serta kue daganganku jatuh berserakan ke tanah!" jawab Zoya sungguh benar adanya.

"Kau menyalahkan ku sekarang?" 

"Tentu saja!"

"Cih! Memangnya berapa harga buku dan kue busukmu itu? Aku bahkan bisa membeli semua buku yang ada di seluruh toko buku di kota ini. Aku juga bisa membeli semua kue yang ada di toko termahal sekalipun!" Daren melangkahkan kakinya mendekat ke arah Zoya. Sedangkan yang di dekati, semakin menciut nyalinya.

"Jika kau bisa membeli segalanya, kenapa kau tidak mau mengganti rugi barang murah yang harganya tidak seberapa ini?" tanggap Zoya sambil perlahan, berjalan mundur kebelakang. Menatap Daren yang kali ini tidak mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya.

'Karena aku ingin bermain-main denganmu bocah! Kau sangat berani membuatku marah, dan aku tidak akan melepaskan mu sampai kau menangis darah sambil memohon pengampunan dariku!' batin Daren bermonolog dalam hati sendiri.

Nada telepon tersambung dari handphone yang masih dipegang oleh El semakin terdengar suaranya. Nyali Zoya semakin menciut kala suara telepon itu begitu nyaring terdengar di telinga Zoya. Karena El dengan sengaja, mengaktifkan pengeras suara di handphonenya.

"Aku mohon jangan laporkan aku ke polisi!" lirih Zoya dengan cepat sambil menangkupkan kedua tangannya ke atas, menghentikan langkah mundurnya. Namun, El nampak tak menghiraukan ucapan Zoya sebelum ada instruksi dari tuannya.

"Halo, selamat sore?" Akhirnya, terdengar juga suara orang yang menjawab panggilan telepon dari El. Membuat wajah Zoya menjadi puas seketika. 

"AKU MOHON!" teriak Zoya tanpa suara. Namun, tampaknya El semakin tak menghiraukan Zoya sama sekali. Begitupun dengan Daren, yang terlihat begitu senang melihat ekspresi takut yang terlihat dari wajah Zoya yang selalu ia panggil bocah dan gadis bodoh.

"Selamat sore pak," suara El terdengar datar menjawab. El benar benar menelpon polisi. Zoya seakan kehabisan kata-kata. Tubuhnya pun terasa mati rasa, ia merasa lunglai dengan bayang-bayang masa depan Zoya yang tampak semakin suram, melintas didepan matanya.

"Ada yang bisa saya bantu El?" tanya seorang pria yang mengangkat panggilan telepon dari El.

"Benar pak! Saya ingin membuat sebuah laporan!!" jawab El dengan senyum menyeringai.

Duarrr! 

Petir seakan menyambar tubuh Zoya, tepat di ulu hatinya. Nasib sial apa lagi yang harus Zoya hadapi hari ini? Zoya pun mulai terisak sambil memohon pada El dan Daren.

Sekilas El melirik Daren, lalu melanjutkan lagi ucapannya dengan seseorang yang sedang ia hubungi.

"Laporan tentang apa El? Haruskah saya kesana?" ucap seorang pria disebrang sana yang entah itu benar seorang polisi atau siapa? 

"Aku mohon!" lirih Zoya, bahkan begitu lirihnya hingga suaranya terdengar parau

"Secepatnya saya kabari lagi pak. Terima kasih dan maaf atas waktunya yang sudah saya ganggu" ucap El yang membuat Zoya lega dalam seketika.

"Kenapa kalian begitu jahat padaku?" kata Zoya dengan nada yang mulai meninggi, disela sela isakannya.

"Wah, wah, berani sekali kau ya?" tanggap Dareen, "baru saja kau memohon mohon padaku agar tidak jadi melaporkanmu ke polisi, dan sekarang, lihat ini? kau malah meninggikan suaramu seperti itu," ucap Daren lagi, dengan  nada suara penuh drama.

Zoya tertunduk lesu! "Kalian tidak tahu kan? Bagaimana susahnya aku mencari uang untuk biaya sekolah dan makanku sendiri!" Zoya mulai bercerita tanpa di minta.

Daren dan El  mendengarkan dengan mata dan telinga yang terbuka. Mereka tak menjawab atau menyela apapun yang diucapkan oleh Zoya, si gadis yang menurut mereka unik.

"Apa karena kalian berdua punya segalanya? Kalian punya uang yang banyak? Kalian punya kekuasaan? jadi kalian bisa seenaknya melaporkanku ke polisi sesuka hati kalian? Melaporkanku dengan alasan tidak masuk akal seperti yang kau katakan?" ucap Zoya yang melanjutkan ucapannya dengan penuh penghayatan.

Daren dan El masih setia mendengarkan cerita dari Zoya, seperti seorang murid mendengarkan cerita guru mereka.

"Kalian tidak tahu kan? Sesulit apa kehidupanku! Sesulit apa menjadi diriku! Aku mempunyai keluarga. Namun hidupku sebatang kara! Aku bahkan harus menghidupi diriku sendiri," gadis itu terisak, berbicara dengan penuh penekanan, mengeluarkan semua uneg-uneg dalam hatinya, dengan napas yang terengah-engah.

"Sudah selesai?" tanya Daren datar.

"Apa?" ketus Zoya, disela-sela isakannya.

"Menyedihkan! Dan lebih menyedihkan lagi, aku sama sekali tidak peduli dengan semua ceritamu itu!" 

"Kau memang pria aneh dan gila yang tidak berperasaan!" hardik Zoya dengan nada tinggi.

"Jaga ucapan anda bocah! Kau memang bocah bodoh!" ucap El, ia begitu terkejut dan tak terima dengan apa yang Zoya katakan pada Daren. 

"Kau! Kau yang harusnya menjaga ucapanmu? namaku Zoya!" ucap Zoya sambil mengangkat jarinya tepat diatas nama yang tertulis di seragam sekolahnya, "kau bisa membacanya bukan? Kenapa kau terus menerus memanggil ku bocah bodoh? Aku bukan bocah bodoh! Nilai sekolahku selalu di atas rata-rata," sambung Zoya, dengan wajah merah padam. Memamerkan jika dirinya seorang siswi pandai di sekolahnya.

"Siapa yang peduli!" ucap Daren dan El bersamaan hingga keduanya saling tatap lalu kembali menatap Zoya.

"Cepat katakan? Kau mau mengganti rugi atau mau aku laporkan pada polisi? Aku memberimu dua pilihan," ucap Dareen sambil mengangkat kedua jarinya tepat dihadapan Zoya.

"Pilihan macam apa itu? Kenapa keduanya sangat memberatkanku?" balas Zoya yang sangat tidak terima dengan penawaran dari pria yang dianggap Zoya aneh dan gila.

"Aku anggap kau memilih pilihan yang kedua," ucap Daren yang seenaknya memutuskan. Tanpa menunggu persetujuan.

"Apa?" Zoya yang benar benar tidak mengerti dengan jalan pikiran pria aneh dan gila dihadapannya ini. 'Kenapa ada pria seperti dia di muka bumi ini?' batin Zoya bertanya-tanya.

"El?" panggil Dareen.

Zoya yang sudah mengetahui El akan melakukan apa? langsung mencegah El, "JANGAN!!!" menghentikan tangan El yang hendak menelpon kembali.

Daren menyeringai. Begitupun dengan El, yang selalu mengikuti apa yang dilakukan oleh tuannya.

"Itu artinya kau memilih pilihan yang pertama?" tanya Daren.

Zoya menggelengkan kepalanya. Bingung harus menjawab apa? Zoya tidak ingin dipenjara. Namun Zoya juga tidak punya uang untuk mengganti rugi atas kesalahan yang sebenarnya tidak ia perbuat.

"Baiklah, baiklah, aku tahu kau tidak punya uang!" ucap Daren dengan nada sedikit mengejek. Membuat Zoya mendongakkan kepalanya menatap pria tampan namun berkelakuan aneh itu.

"Apa?" tanya Zoya tidak mengerti juga pasrah.

"Aku ganti pilihannya," balas Daren.

"Kenapa kau seenaknya saja membuatkan ku pilihan? Memangnya kau siapa?" tanya Zoya yang tentu saja sangat keberatan. 'Pilihan apa lagi? Kedua pilihan itu sudah sangat menyudutkan. Dan pilihan yang sekarang, sudah pasti akan lebih menyusahkanku lagi'. 

"Aku Tuanmu sekarang!"

"Aku Tuanku sekarang!"

"Aku Tuanmu sekarang!" kata itu terngiang-ngiang di telinga Zoya.

"Seenaknya saja kau menjadikanmu sebagai Tuanku!"

"Kau tidak mau? Baiklah. Telepon kembaki polisi itu El. Biarkan saja gadis itu di penjara." Mengancam, mengancam dan mengancam. Apa hanya itu yang bisa pria aneh itu lakukan? Zoya geleng kepala. Namun, tak bisa berbuat apa-apa.

"El?" lagi lagi Daren memanggil El. Apa yang sebenarnya Daren katakan pada El? Mengapa El selalu mengerti apa yang diinginkan oleh Daren, walaupun ia tak mengatakan kata apapun lagi setelah menyebut dua huruf itu. Yaitu El.

"Saya Tuan," jawab El, yang siap sedia dengan alat tulis ditangan kirinya, "saya sudah siap tuan!" lanjut El yang langsung membuat Zoya bingung dalam seketika.

'Mau apa dia dengan alat tulis ditangannya? apa maksudnya ini? Kenapa dia selalu mengerti dan mengetahui apa yang diinginkan si pria aneh dan gila itu tanpa memberikan perintah atau mengeluarkan sepatah kata pun,' batin Zoya bertanya-tanya.

"Kita mulai El," instruksi dari Daren dimulai. Dengan El yang sudah memegang buku dan kertas ditangannya, serta sudah sangat mengerti dan paham betul apa yang diinginkan oleh tuannya.

Hari ini, tanggal 26 Januari xxxx, 

Pukul 15.30

Saya yang bernama : Ananda Zoya.

Telah resmi menjadi asisten pribadi, atau lebih tepatnya pembantu dari tuan muda Daren Danendra yang terhormat, selama tiga bulan.

"Apa?" Zoya ingin menyela, namun tangan Daren sudah terangkat keatas, pertanda jika Zoya tidak diijinkan untuk menyela ucapannya sama sekali.

"Cukup diam dan dengarkan!" suara Daren terdengar dingin. Daren pun melanjutkan kembali ucapannya dengan El sebagai juru tulisnya. Tanpa memedulikan apa yang ingin Zoya sampaikan.

Untuk melakukan kewajibannya sebagai orang yang mengganti rugi atas kesalahan yang menyebabkan kerugian material terhadap tuan muda Daren Danendra.

Ananda Zoya harus bersedia melakukan apapun yang diminta dan diinginkan oleh tuan muda Daren tanpa bantahan sedikit pun selama tiga bulan itu. Dan jika pihak Ananda Zoya sampai melanggar surat perjanjian selama tiga bulan ini, maka pihak Ananda Zoya dianggap gagal dalam membayar hutang-hutangnya, dan harus mengulanginya dari awal lagi sampai seterusnya.

Surat perjanjian ini, tidak bisa dibatalkan oleh siapapun dan pihak manapun termasuk Ananda Zoya, kecuali oleh tuan muda Daren Danendra sendiri.

Sekian surat perjanjian yang sudah saya buat dengan kondisi yang sehat jasmani dan rohani, serta jiwa yang sadar sesadar, sadarnya. 

Tertanda pihak yang membayar hutang,

Ananda Zoya.

Tertanda pihak yang dirugikan,

Tuan muda Daren Danendra.

Surat perjanjian pun selesai dibuat. Dengan Daren sebagai juru bicara yang bahagia. El yang menjadi juru tulis yang juga bahagia karena Tuannya bahagia, dan Zoya sebagai pendengar yang tak dianggap kehadirannya sama sekali. Namun, kehadirannya harus ada.

"APA APAAN INI?" Teriak Zoya tak tetima setelah surat perjanjian selesai dibuat.

"Apa?" Daren balik bertanya.

"Kau yang apa? Kenapa surat perjanjian itu sangat memberatkan sekali pihakku? Kenapa aku harus menjadi asisten pribadimu segala? Ah, bukan, bukan! Kenapa aku harus menjadi pembantumu? Kenapa aku harus menganggap mu sebagai tuan mudaku?''

"Memberatkan bagaimana menurutmu?" tanya Daren seolah tak mengerti apa-apa.

"Tentu saj sangat memberatkan."

"Kau mengerti ucapan bocah ini El?" tanya Daren pada El,  yang sudah pasti El akan mendukung setiap apa yang diinginkan Daren.

"Tidak Tuan!" jawab El.

"Kau dengar bocah? El saja tidak mengerti apa maksud perkataanmu? Apalagi aku?" Daren mulai menyudutkan Zoya. Dengan ucapannya.

Zoya sepertinya sudah kehabisan kata-kata untuk menghadapi Tuan aneh dan pria yang sama anehnya dengan Daren. Zoya mencoba membalikkan badannya hendak berlalu pergi meninggalkan dua pria aneh dihadapannya. Namun, langkahnya terhenti saat Daren kembali memanggilnya dengan sebutan yang mengesalkan

"Hei bocah? Mau kemana kau?" panggil Daren. 

"Mau kemana lagi? Aku mau pulang, sudah sore, lagi pula untuk apa lagi aku disini?" jawab Zoya, ia melupakan surat perjanjian yang baru saja mereka buat.

"Enak saja kau mau pergi. Tidak semudah itu untuk pergi dariku," Daren menyunggingkan sebelah bibirnya.

"El?" panggil Daren. Kenapa Daren suka sekali memanggil El? Ia bahkan tak mengucapkan atau memberikan perintah apapun pada El. Namun dengan pintarnya, El mengetahui apa yang diinginkan oleh Daren, hanya dengan satu panggilan nama yaitu El.

"Ya Tuan!" jawab El seperti biasa. El mendekat menghampiri Zoya, Zoya yang sedikit takut pun mencoba waspada dengan sedikit menghindar, berjalan mundur kebelakang, 'kenapa dia? Apa yang bocah ini pikirkan?' batin El yang berjalan semakin mendekat, begitupun dengan Zoya yang juga semakin mundur.

"Hei bocah, apa yang kau lakukan?" tanya Daren. Bukannya El yang bertanya, malah tuannya yang penasaran.

"Apa yang aku lakukan? Tentu saja menghindar! Memangnya apa lagi?" jawab Zoya pasti, dengan nada sedikit berteriak.

"Menghindar untuk apa?" tanya Daren, "memangnya apa yang akan El lakukan padamu? Kau benar benar bukan tipenya sama sekali," ujar Daren kemudian, menyulut kembali, emosi Zoya yang belum padam. Zoya mengepalkan tangannya geram! Pria ini benar benar sudah menghancurkan harga diri Zoya sebagai seorang gadis.

"Diam dan tanda tangani surat perjanjian ini," ucap El memerintah Zoya, sambil memberikan sebuah pena pada Zoya dengan kertas yang masih dipegangnya sendiri.

"Apa? Gila! Apa apaan ini? Kau menyuruhku menandatangani surat perjanjian diatas materai?" tanya Zoya saat melihat surat perjanjian itu yang sudah terdapat materai untuk ia tanda tangani.

Apakah aku harus menandatangani surat perjanjian ini? Ini bukan hanya surat perjanjian di atas kertas,tapi ini adalah surat perjanjian diatas materai. "Dasar satu paket orang gila!"

Bersambung...

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status