Dahayu merentangkan tangan di pagi hari yang damai. Seperti biasa, setelah bangun tidur dia menuju dapur untuk mengambil air putih.
"Pagi, Nyonya." Seorang asisten menyapa membuat Dahayu tersenyum. "Pagi," jawab Dahayu kemudian menuang air putih pada gelas kaca bening di atas meja, dia tidak tahu ada sepasang mata hangat yang sedang memperhatikannya saat ini. Aksa memang telah tiba di vila tempat Dahayu tinggal sejak dua jam yang lalu, dia terpana melihat gadis remaja umur 18 tahun yang dia bawa dari desa, kini sudah tumbuh menjadi perempuan yang jauh lebih cantik dari sebelumnya. Rambut hitamnya tergerai panjang, dan jatuh secara alami menyapu punggungnya yang putih memesona, siluet hidung mungil di atas bibir tipis terlihat begitu kentara kala pancaran matahari pagi menerobos masuk melalui jendela kaca dari arah samping. Postur tubuh yang tinggi dan ramping terlihat mengenakan gaun tidur berwarna coklat susu dengan bahan tipis, sinar matahari pun kian memperjelas lekuk indah di dalam gaun tersebut. Perlahan Dahayu memalingkan pandangan setelah puas dengan air putih yang dia minum. Namun, bola matanya melebar dan hampir menggelinding jatuh ke lantai saat mendapati sosok laki-laki yang tengah memperhatikannya saat ini. "Tu-tuan ... bagaimana kamu bisa ada di sini?" tanya Dahayu terkejut. Aksa tak segera menjawab, arah pandangnya masih tertuju pada bagian bawah leher Dahayu. Refleks Dahayu menyilangkan tangan di depan dada setelah menyadari kemana arah pandang suaminya. Wajahnya memerah karena gugup dan malu, membuat Aksa terenyum samar. "Apa kamu selalu berpakaian seperti ini saat berada di luar negeri?" pertanyaan Aksa membuat Dahayu semakin menunduk malu. Memang dia sering seperti itu saat berada di rumah. Udara di negara itu sangat panas, mengenakan pakaian tipis tanpa lengan adalah sesuatu yang sangat nyaman dilakukan. Aksa terlihat berdiri dan mendekat ke arah Dahayu. Berdiri cukup lama menatap istri kecilnya yang menunduk, kemudian berucap, "Aku memaafkanmu, tapi jika kamu mengenakan pakaian seperti ini di depan orang lain. Aku akan menghukummu, kamu mengerti?" Dahayu mengangguk samar sembari menunduk, pipinya pun sudah semerah buah ceri. Aksa tersenyum, dan segera melangkah pergi setelah mengetuk pelan dahi Dahayu dengan punggung jari telunjuk. Diam-diam Dahayu merapatkan bibir dengan mata terpejam, lantas berlari masuk ke kamar yang membuat Aksa kembali tersenyum setelah mengintip dari balik pitu ruangan lain. Pukul sembilan pagi pasangan suami istri itu sudah berpakaian rapi, mereka duduk tenang sembari bersantap. "Kapan Tuan datang? Bukankah tadi malam masih di rumah Ibu?" Setelah membiarkan suasana meja makan sedikit kaku, akhirnya Dahayu memberanikan diri untuk bertanya, meski sebenarnya bukan itu yang ingin dia tanyakan. Setelah sekian tahun tidak pernah menanyakan kabarnya, tentu saja sangat aneh tiba-tiba Aksa datang untuk menemuinya. Tapi jika dia bertanya, untuk apa dia datang? Bukankah itu juga sangat lucu? Vila itu juga milik Aksa, tentu saja dia berhak datang ke tempat itu kapanpun dia mau. Aksa menatap Dahayu sekilas dan menjawab, "Istriku akan wisuda bagaimana aku tidak datang untuknya?" Dahayu kemudian menunduk saat berhenti menyuapkan roti ke dalam mulut. "Oh, begitu ya? Terima kasih atas perhatiannya." 'Perhatian?' Aksa membeku kala mengulangi kalimat Dahayu dalam hati. Selama ini dia terlalu mengabaikan istri kecilnya, selain mengirim uang dan memberikan fasilitas yang dibutuhkan, Aksa sama sekali tak memikirkan hal lain. Rasanya dia sangat tak adil pada Dahayu, ketika Yesti selalu mendapatkan kasih sayangnya dan juga apapun yang dia inginkan. Aksa justru tidak tahu apa yang disukai Dahayu. Kata terima kasih dari mulut istri kecilnya itu layaknya sindiran bagi Aksa, meski Dahayu sama sekali tak bermaksud begitu. "Mulai sekarang aku akan lebih memperhatikanmu," ucap Aksa datar kemudian meneruskan santap paginya, sebelum mengantar Dahayu menuju ke kampus. Pukul 13.00 waktu setempat acara wisuda usai. Dan sangat membanggakan ketika Aksa tahu ternyata Dahayu termasuk lulusan berprestasi di universitas tersebut. "Selamat," ucap Aksa setelah Dahayu kembali dari panggung. Senyuman indah bersemi dan Dahayu berucap, "Terima kasih." Cukup canggung ketika acara usai dan Aksa menyentuh pinggang Dahayu guna menggiringnya masuk ke dalam mobil. Ini untuk pertama kalinya Aksa melakukan sentuhan semacam itu, hingga hati Dahayu mulai tidak nyaman. Aksa cukup bisa membaca ketidaknyamanan di raut wajah Dahayu, kemudian berucap, "Kamu harus membiasakan diri, kamu adalah istriku." Jantung Dahayu berdesir mendengar kata 'istri' yang diucapkan Aksa. Dia malah takut mendengar kata itu. Jika Aksa tidak mempunyai istri lain, mungkin kata itu akan terdengar sangat indah. Namun, melihat situasi yang terjadi empat tahun yang lalu, kata 'istri' yang diucapkan Aksa hanya seperti cambukan bagi Dahayu. Bayangan orang ketiga yang merusak kebahagiaan rumah tangga orang melekat kuat di benaknya, yang membuat Dahayu merasa sangat buruk. Sebenarnya jika Aksa menceraikannya itu jauh lebih baik. Lagipula gelar itu hanya di atas kertas saja, Dahayu tidak merasa menjadi istri sesungguhnya setelah Aksa terlihat begitu menjaga perasaan Yesti saat di rumah. Dahayu sangat tahu diri dan tak pernah berharap lebih, dia hanya melihat Aksa sebagai orang baik yang terjebak dalam pernikahan gara-gara kesalahpahaman di desa. Untuk seseorang yang tidak menginginkannya, Aksa memang sangat bertanggung jawab. Jika bukan karena Aksa, mungkin dia masih berkecimpung dengan sayur dan tanah di ladang sekarang. Tapi Dahayu mulai menatap suaminya kala sadar mobil yang dikemudikan oleh sopir tak bergerak menuju ke vila. "Tuan, kita mau ke mana?" "Pulang," jawab Aksa datar. "Tapi ini bukan jalan ke rumah." "Kamu sudah terlalu lama meninggalkanku, saatnya kamu menjadi istri sesungguhnya." Jawaban Aksa membuat Dahayu terkesiap dan menelan saliva terus-menerus. Hatinya kembali bergemuruh dan takut. *** Perasaan Dahayu sudah tidak karuan sejak keluar dari dalam pesawat. Bayangan Yesti yang memaki dan menatapnya dengan penuh kecemburuan sudah memenuhi benaknya. Begitu suram bagai langit gelap malam ini. Setelah Yesti memberinya cek dengan nominal yang tidak sedikit, seharusnya dia tidak kembali bersama Aksa. "Ayo," ucap Aksa datar sembari mengulurkan tangannya. Dahayu baru sadar jika sudah sampai di vila Seroja, tempat tinggal Aksa. Dengan ragu Dahayu menyambut uluran tangan Aksa. Hatinya benar-benar sudah tidak karuan sekarang. 'Mungkinkah akan terulang lagi?' Itu yang ada dalam pikiran Dahayu mengingat dulu Yesti pernah ingin mencabik-cabik wajahnya saat Aksa membawanya pulang untuk pertama kali. "Lepaskan aku! Aku akan membunuhnya!" Pekikan Yesti membuat Dahayu tertegun ketakutan setibanya di kediaman suaminya empat tahun yang lalu. Saat itu Yesti mengamuk setelah Aksa memberi tahu bahwa dia telah menikah lagi. "Lepaskan aku! Aku tidak sudi hidup serumah dengan istri keduamu. Aku kurang apa, Aksa? Hingga kamu mengkhianatiku, dan menikahi gadis udik seperti itu!" raungan Yesti menggema di ruang tamu, saat tatapan membunuh itu terarah pada Dahayu. Tentu saja, tidak ada seorang istri yang menginginkan orang ketiga di pernikahannya, Dahayu sangat memahami itu. "Yesti, dengarkan aku. Aku juga terpaksa menikahinya karena keadaan." Aksa mencoba menenangkan Yesti yang sudah tak terkendali. "Apapun alasanmu aku tidak bisa menerimanya! Dia perusak rumah tangga orang! Aku pasti akan membunuhnya! Lepaskan aku!" Yesti terus meronta dan semakin tak karuan. Aksa tak punya pilihan, selain menjauhkan Dahayu dari istri pertamanya yang sedang kalut. "Mina, bawa Dahayu ke kamar!" titah Aksa pada seseorang di rumahnya. Seorang kepala pelayan segera menggiring Dahayu menuju kamar di lantai dua. Tapi, tak mampu memberi ketenangan padanya yang mendengar pertengkaran Aksa dan Yesti di bawah sana. Saat itu Dahayu masih sangat polos dan lugu. Dia hanya bisa menelungkup di bawah selimut tebal sembari menangis, hatinya tersayat mendengar raungan wanita yang terkhianati di bawah sana. Seandainya satu bulan sebelumnya Dahayu tahu jika Aksa sudah beristri ...."Seperti itukah putra kesayanganmu?"Ucapan sarkas Elena membuat wajah Defgan menggelap."Lukas, apa yang kamu tertawaan?"Tawa Lukas mulai mereda, dan berkata, "Memangnya kenapa jika aku tidur dengan Yesti? Aku hanya mencoba menyelamatkan keluarga Jayanta."Semua orang bingung dengan pernyataan Lukas.Tapi Lukas justru menegakkan kepala dengan percaya diri ketika menatap Defgan. Bahkan dia tersenyum."Ayah, aku ingin menjadi putra baik dan berbudi luhur. Tapi keadaan memaksaku melakukan itu, jika tidak maka keturunan keluarga Jayanta akan terputus.""Apa maksudmu?"Lukas tersenyum. "Ayah, Yesti dan Aksa menikah sudah hampir 10 tahun, tapi mereka tidak pernah dikaruniai seorang anak. Tapi Yesti hanya melakukan sekali denganku dan dia langsung hamil. Apa itu artinya?"Lukas kembali tertawa mengejek ketika melihat Aksa, dan berkata, "Aksa mandul!""Omong kosong!" Elena tidak terima."Terserah kamu percaya atau tidak. Putramu itu adalah laki-laki mandul. Meskipun dia sangat kaya dan memp
Dahayu jelas merasakan ada banyak pasang mata yang tak terhitung jumlahnya sedang tertuju padanya.Dalam sekejap, Dahayu dan Yesti sepertinya menjadi tontonan.Keheningan langsung menyelimuti setelah kegaduhan dari mulut Yesti. Semua orang masih tercengang dan ingin melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.Pada akhirnya Dahayu menyeringai. "Apa kamu kebanyakan nonton drama protagonis yang teraniaya?" cela Dahayu asal asalan."Sudah cukup kamu beromong kosong!"Dahayu menoleh dan melihat yang berbicara barusan adalah Defgan.Dia tersenyum dangkal dan menghela napas tidak berdaya.'Betapa bodohnya orang tua ini dikelabuhi Yesti,' batinnya.Lukas juga terlihat datang dan membantu Yesti berdiri."Aku menyesal mengundangmu ke sini. Kamu memang membawa bencana dimana pun kamu berada!"Lukas juga ikut angkat bicara membuat Dahayu sadar dia telah diserbu."Penjaga! Usir wanita pembawa sial itu dari sini!"Perintah Defgan menghadirkan dua orang keamanan dan langsung mencengkeram dua tangan
Di sisi Defgan, Lukas juga tampak tersenyum mencemooh kepada Aksa.Dia menganggap, sekarang Aksa hanya seorang laki-laki tak berguna yang hidup mengandalkan wanitanya.Sudah tidak punya pekerjaan, semua saham juga sudah dikuasai oleh istrinya.'Benar-benar laki-laki bodoh!'Raut ejekan di wajah Lukas terlihat jelas di mata Aksa. Tapi tampaknya dia juga tidak peduli.Perhatian Aksa justru tertuju pada Defgan yang terlihat tegang.Sama sekali tak ada kesan puas di wajah Defgan meski perusahaan Jayanta sudah lolos dari masa kritis.Tentu saja.Lukas baru saja kehilangan 25% saham hanya demi mempertahankan perusahaan Jayanta.Perusahaan Wisesa memang berjanji tidak akan mencekal bisnis perusahaan Jayanta lagi, mereka juga menyumbang begitu banyak dana untuk membantu perusahaan Jayanta.Tapi juga merampas kepemilikan saham sebanyak 25%.Namun, perusahaan Jayanta tidak punya pilihan untuk bisa menolak.Saat ini perusahaan Jayanta sudah terpecah, dan sebagian besar dimiliki oleh Dahayu dan
Konsorsium Jayanta kini hanya seonggok bangunan sepi setelah kehilangan banyak investornya.Hampir semua proyek mangkrak karena kekurangan dana untuk mengoperasikannya.Dan sudah pasti pendapatan menurun drastis dan berakibat pengurangan karyawan secara besar-besaran untuk menghindari defisit dalam jangka panjang.Bahkan bisnis yang ada di luar negeri tiba-tiba mendapat serangan dari perusahaan Wisesa.Defgan dibuat sakit kepala dengan masalah pasca pengangkatan Lukas sebagai CEO konsorsium Jayanta.Dulu saat dipegang Aksa, dia tinggal duduk manis dan menikmati hasilnya.Sekarang dia sudah tidak punya saham, tapi masih saja dipusingkan dengan urusan perusahaan.Dia baru sadar jika putra keduanya ini benar-benar tidak becus mengelola perusahaan.Tapi menyesal saja tentu tidak akan menyelesaikan masalah. Defgan tetap turun tangan demi menyelamatkan perusahaan peninggalan leluhurnya."Atur janji dengan pemimpin perusahaan Wisesa. Jika masih menolak, paling tidak bisa berbicara melalui sa
Lukas tersenyum senang. Ternyata saudaranya ini sangat bodoh dan masih melindunginya seperti dulu.'Apa kamu pikir dengan bersikap baik padaku, ayah akan melunak padamu?''Anak haram tetaplah anak haram. Kamu bukan lagi tuan muda Jayanta.'Tapi semua anggota dewan direksi justru tidak terima dengan pernyataan Aksa.Dahayu sendiri juga tidak menyangka jika Aksa akan menyerah secepat ini."Tuan Aksa. Kami sangat percaya pada Anda, kami tahu Anda lebih baik dari pada Lukas dalam memimpin perusahaan. Kami harap Anda tidak menyerah dan mengecewakan kami. Kami sangat mendukung Anda di perusahaan ini."Seseorang mulai menyampaikan kekhawatirannya dan membuat yang lain juga melontarkan pendapat mereka masing-masing agar Aksa tidak mundur dari jabatannya.Tapi sepertinya Aksa memang sudah tidak berniat memimpin konsorsium Jayanta lagi."Saya tidak ingin menyalahi aturan. Siapa yang mempunyai saham tertinggi maka dialah yang pantas menjadi pemimpin. Karena itu sejak awal saya sudah mempersiapka
Keriuhan di kota Zimo diabaikan.Aksa masih bekerja seperti biasa, dan pulang ke apartemen Dahayu setelahnya.Vila Seroja sudah menjadi tempat menjijikkan bagi Aksa.Tempat itu hanya mengingatkan akan kebodohan dan penyesalannya saat ini.Duduk termenung menatap gemerlap lampu kota sambil menyesap anggur sudah menjadi kegemaran baru setiap harinya.Apartemen itu sangat nyaman untuk meresapi kerinduannya terhadap Dahayu."Tuan …." Suara Ethan terdengar ringan.Aksa tidak menoleh, juga tidak menyahut.Seakan tidak ingin diganggu.Tapi suara orang lain, tiba-tiba membuat alisnya berkerut dengan sedikit senyuman dingin."Beruntung sekali Kakak ipar mengunjungiku," ucap Aksa santai sambil memutar kursinya."Berhenti memanggilku seperti itu. Kamu membuatku jijik."Aksa terkekeh mendengar umpatan Satya."Ada apa?" tanya Aksa santai."Aku ada urusan di luar negeri, ayah dan ibu juga sangat sibuk. Jika kamu suami yang baik, kamu tidak akan membiarkan dia sendirian."Satya yang tidak ingin berb