Mimpiku semalam sangat buruk. Bagaimana mungkin Tuan Mahawira tidak ingin tinggal denganku dan memilih untuk melupakan cinta kami? Aku sangat takut jika saja hal itu terjadi.
"Putri, bangunlah. Kau sudah aku buatkan teh. Keluarlah," kata sang kakek.Aku menguap dan meregangkan tangan untuk mengawali aktivitas pagi ini. Setelah itu, aku pun keluar dari kamar berukuran kecil yang sebenarnya merupakan milik sang kakek. Aku sangat bersyukur bisa bertemu kakek itu. Jika tidak, aku tak tahu nasibku akan seperti apa.Segera kuangkat gelas bambu yang berisi teh hangat enak buatan si kakek. Kuseruput beberapa kali. Ia juga sudah menyiapkan Ubi Rebus untukku. Lumayanlah. Dengan cepat kulahap."Hari ini, aku akan mulai melatihmu.""Kenapa aku harus belajar bela diri? Aku sungguh merasa tidak cocok mempelajarinya, Kek.""Itu sudah menjadi janji yang harus kutepati pada ayahmu. Aku sudah berjanji akan melatihmu kelak jika bertemu.Aku berdiri beberapa meter dari pintu raksasa Kerajaan Batalia bersama sang kakek sambil mengawasi para prajurit yang masuk ke istana dengan membawa para perempuan muda. Ini mirip seperti perbudakan. Sepertinya pamanku yang licik itu merencanakan sesuatu seperti perbudakan dan memanfaatkan para rakyat untuk bekerja secara paksa."Tetaplah waspada," bisik sang kakek. Aku mengangguk. "Kau tunggulah di sini, aku akan masuk ke istana itu. Jika aku tidak keluar dalam beberapa menit, kau boleh menyusulku."Sang kakek melangkah masuk ke istana sambil tetap awas. Kebetulan pintu istana dibiarkan terbuka dan tak satu pun prajurit berjaga.Aku menunggu cukup lama di luar istana. Saat memutuskan untuk masuk, sang kakek terlihat berjalan keluar."Gawat. Baltra ternyata punya rencana untuk mengeksekusi masal para rakyat yang menurutnya tidak mematuhi kebijakan istana. Aku melihat ibu dan ayahmu baik-baik saja, tapi mereka dibelenggu serta dipertontonka
"HEI! LEPASKAN CORNELIA!"Tuan Mahawira meraih tangan kiriku, lalu membuat sang raja terhenti."Bocah keparat! Berani-beraninya kau!"Sang pangeran melompat, lalu berdiri di hadapan Raja Baltra. Pria itu mengayunkan pedangnya hingga sang raja melepaskan tanganku. Ia fokus pada serangan yang dilakukan oleh Tuan Mahawira."Cornelia! Menjauh dari sini! Bebaskan orang tuamu!"Sesuai yang diperintahkan oleh Tuan Mahawira, aku segera menyelinap melewati para prajurit. Sesekali kulawan beberapa dari mereka yang coba menghalangi jalanku. Sementara itu, kulihat sang kakek juga sedang fokus pada pertarungan.Setelah menghantam mundur beberapa prajurit, kembali kulanjutkan langkah demi sampai di tempat ibu dan ayahku berada."Ayah! Ibu!" teriakku yang seketika membuat mereka menatap ke arahku dengan ekspresi sendu.Tiba di tempat mereka sedang disalib, kutatap keduanya dengan pilu. "Sebentar. Aku akan membe
Kami memutuskan untuk tinggal sementara waktu di salah satu rumah warga tak berpenghuni. Kebetulan rumah itu dilengkapi dengan tempat dua tempat tidur serta alat-alat untuk memasak.Tuan Birendra dan Pangeran Kalandra telah kembali ke istana. Keduanya mengatakan akan kembali setelah berbicara beberapa hal dengan ayah mereka. Sepertinya, dua pangeran itu benar-benar berniat untuk membawa para prajurit kerajaannya dan melawan Raja Baltra.Menurutku, bagus juga. Karena dengan begitu, kesempatan kami untuk bisa menggulingkan Raja Baltra akan meningkatkan.Aku seharian ini telah selesai mengobati luka-luka di tubuh ayah dan ibuku. Tentu saja, aku menggunakan tanaman obat yang banyak sekali tumbuh di dekat-dekat pohon. Jadi, tidak terlalu susah untuk mencarinya karena banyak pohon dan kebun di sekitar tempatku berada.Ayah dan ibuku belum sadar. Mereka sangat kelelahan. Padahal, aku sudah menyiapkan bubur untuk mereka hidangkan.Tuan
"Maafkan ayah, Nak. Maafkan ayah karena sudah membuatmu menderita sampai detik ini."Pria paruh baya itu mengemis maaf dengan air mata yang bersimbah di wajah. Sedangkan, diriku masih belum bisa menerima apa-apa yang ia lakukan padaku di masa lalu. Meskipun tidak mengingat bagaimana kejadian itu berlangsung, tetapi aku merasa sakit dan tidak berharga bagi mereka."Apakah aku tidak cukup berharga bagi Ayah sehingga Ayah dengan tega membuangku?" Aku bahkan tidak melihat ke arah pria itu. Posisiku membelakanginya."Kau sangat berharga bagi ayah. Oleh karena itulah ayah melakukan hal yang sebenarnya tidak ingin ayah lakukan. Jika ada pilihan lain, ayah pasti tidak akan membuangmu, lalu membuatmu menderita, Nak."Tangis semakin pilu terdengar. Aku pun tak dapat menahan bulir-bulir bening yang memaksa keluar dari netra. Padahal, aku sudah berniat untuk memaafkan pria itu. Namun, di dalam hati kecilku, ada sesuatu yang tidak bisa dihentikan. Rasa
"Tuan! Apa yang terjadi denganmu?!" tanyaku dengan khawatir sambil memapah tubuhnya hingga teras.Kembali pria itu tersungkur."Tuan!""Kau ... masuklah! Jangan berada di sini," katanya dengan napas menderu."M-memangnya apa yang terjadi?!""Kau tidak perlu tahu. Cepatlah masuk!""Kalau begitu, kau juga harus masuk."Dengan segera kupapah kembali tubuh tuanku yang tidak berdaya itu. Kedua matanya sayu, napasnya tersengal lelah. Darah berceceran di sekitar tubuhnya. Apalagi suhu tubuhnya meningkat drastis.Dalam keadaan panik, aku mengambil air hangat yang tersisa pada ceret, lalu menuangkannya di sebuah bejana tanah liat.Kubersihkan darah yang menempel di tubuh tuan tampanku itu menggunakan kain yang sudah dicelup pada air hangat."Ya, Tuhan. Sebenarnya apa yang terjadi?" tanyaku terus-menerus. Namun, Tuan Mahawira terus bungkam tak berkata-kata."Apa yang terjad
Angin mendesau di sekeliling, pohon-pohon dikibaskan, daun-daunnya berjatuhan. Aku masih menggeleng dan terheran-heran melihat kemarahan Tuan Mahawira. Sama sekali pria itu belum juga berhenti menghardik musuhnya."Tuan! Hentikan!" teriakku.Dulu, aku pernah mendengar cerita dari Paduka Raja bahwa Tuan Mahawira punya emosi yang tidak stabil. Bila suatu hari emosinya memuncak, akan sangat sulit untuk menyadarkannya. Apalagi, Tuan Mahawira diajarkan jurus-jurus tenaga dalam yang sangat ampuh untuk membunuh lawan oleh gurunya di Kerajaan.Bahkan, gurunya bukanlah orang sembarang. Beliau adalah orang pilihan Paduka Raja.Aku mengetahui bahwa Tuan Mahawira mempunyai kekuatan yang tersembunyi di dalam dirinya. Sebuah kekuatan yang dapat membawanya pada sebuah malapetaka. Jadi, Paduka Raja sering kali mengingatkan padaku untuk tidak membiarkan pria itu hilang kendali atas dirinya sendiri.Amarah dan kekuatan di dalam dirinya bisa menga
"Pergilah ke Kerajaan Rosalia bersama Mahawira dan kirimkan rasa terima kasihku pada ayahnya.""Untuk apa, Ayah?""Mahawira. Untuk bisa mengalahkan Baltra, kau tidak hanya perlu mengerahkan semua prajurit. Bahkan jika menggabungkan prajurit dengan kerajaan lain pun, Baltra tidak akan terkalahkan," jelas sang ayah sambil menatap Tuan Mahawira yang duduk di hadapannya."Lalu, dengan cara apa dia bisa dikalahkan?" tanya sang pria, lalu meneguk segelas air minum yang beberapa waktu lalu kuberikan untuknya."Dengan kekuatanmu, Mahawira. Sayangnya, kekuatanmu harus dilatih dan kau harus bisa mengendalikannya. Kekuatan yang diwariskan seorang penyihir terkuat di Negeri Tulip padamu itu tidak bisa dipelajari hanya dengan melakukan pertapaan.Kau harus meminta ayahmu untuk membuka kuncinya."Tuan Mahawira terlihat mengernyit. Begitu pun denganku yang sama sekali tidak mengerti hal yang dibicarakan sang ayah. Kunci?
Aku terkesiap melihat betapa sepinya Kerajaan Rosalia. Tak ada siapa pun di istana, bahkan pengawal dengan pangkat terendah pun tak ada. Tuan Mahawira kusaksikan seolah tidak percaya dengan yang ia saksikan. Bahkan, Paduka Raja pun tak ada saat kami memeriksa singgasananya."Ke mana semua orang pergi?" lirihku sambil menggeleng-geleng."Aku juga tidak tahu," balas pria itu sambil melangkah pelan menuju singgasana tempat Paduka Raja biasanya duduk.Setelah sejenak lamat menatap, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling.Tuan Mahawira mengembuskan napas panjang. "Kondisi ayahku semakin parah dari hari ke hari. Bahkan untuk mengangkat senjata pun ia tidak mungkin mampu. Saat kembali ke istana setelah diculik Camelia keparat itu, aku menceritakan semuanya pada Ayah.""Apa mungkin—""Sudah bisa dipastikan." Tuan Mahawira menatap ke arahku. "Kau tahu? Kerajaan Simaseba sebenarnya menerapkan sistem kerja paksa di wilayah