Siang ini di Kampus ETH, Zurich.
Setelah perkuliahan selesai, mengejutkan, dua orang berjas hitam dan berkacamata masuk ke dalam ruang kelas kemudian mendekati Hanz. Salah satu dari mereka memberikan sepucuk kertas bertinta emas.“Anda mendapat undangan resmi dari Tuan Dmitry Fadeyka untuk hadir di acara pertunangan anaknya bernama Stefan Fadeyka pada hari minggu nanti yang akan berlangsung di Park Hotel Vitznau.”Semua orang terkesima! Sontak satu kelas menyoroti Hanz secara berbarengan, memandangi wajah Hanz dengan pandangan heran.Setelah itu, Hanz dan Avraam pun melangkah menuju parkiran kampus. Mereka terperanjat begitu tahu ban sepeda mereka kempis semua. Tidak hanya habis angin, tapi semua bannya robek disayat pakai pisau.Avraam menggeleng-geleng tak percaya sambil menggerutu, “Aku yakin ulah dua orang itu.”Hanz menghela napas panjang dan menjawab, “Kita tidak punya bukti. Jangan berpikiran negatif.”“Siapa lagi kalau bukan mereka?”“Jalanan di sini cukup bebas, bisa saja ulah orang luar yang tidak dikenal.”Hanz dan Avraam terpaksa mendorong sepeda mereka sejauh lima kilometer menuju rumah. Avraam terus merepeti Mark dan Gerald. Tapi Hanz selalu mengalihkan pembicaraan.Sekitar seratus meter berjalan, tiba-tiba mobil AvtoVAS abu-abu mendekati mereka. Orang di dalam mobil menanyakan apa masalahnya dan akan segera memberikan bantuan.“Kami tidak apa-apa.”“Silakan kalian pergi.”Mobil itu pun berlalu.Ketika berada di Jalan Walchestrasse sebelum jembatan, dari arah belakang tiba-tiba sebuah mobil merk Lada melesat cepat sambil mengklakson berkali-kali. Kemudian mobil merk GAZ juga melaju dengan cepat sambil mengklakson juga.Sebuah ejekan dari Mark dan Gerald. Avraam makin geram melihat tingkah dua pria bengal itu. “Kita tidak boleh diam, Hanz. Kalau begini terus, nanti kita akan semakin ditindas oleh mereka.”Tapi, Hanz masih sabar. “Biarkanlah mereka bermain-main. Jangan dipedulikan. Ujung-ujungnya juga mereka pasti akan menyerah sendiri.”“Dari dulu sudah aku bilang, jangan terlalu seperti ini, ujung-ujungnya kita sendiri yang susah.”“Aku sedang menikmati hidup ditindas. Apa rasanya menjadi sampah di mata orang lain? Jadi, nanti suatu saat kita tidak akan dengan mudahnya meremehkan, mengolok, membully, menyakiti, dan menertawai orang lain.”Sambil mendorong sepedanya Avraam merutuk. “Tidak begini juga caranya. Apa kita harus ke Perancis dulu biar tahu Menara Eiffel? Kan tidak juga.”“Betul. Kita tidak harus menjadi ibu dulu biar tahu bagaimana rasanya payah dan sakit saat mengandung dan melahirkan. Jika bisa dialami secara pribadi, lebih baik kita lakukan, biar lebih menjiwai.”Dari SD sampai sarjana Avraam selalu menemani Hanz. Mereka berada dalam satu sekolah yang sama walaupun terkadang beda-beda kelas. Jika Hanz dibully, Avraam selalu membelanya dan melawan siapa saja.Tidak seperti Hanz, Avraam yang memiliki badan besar dan berotot tidak akan mudahnya membiarkan orang yang akan mencela dan meremehkannya. Bagi Avraam, otak urusan belakangan, namun terpenting adalah urusan harga diri.Jadi kalau harga dirinya tercoreng, Avraam langsung mengambil tindakan. Dari kecil Avraam sudah terbiasa berkelahi. Pas SMA dia belajar MMA di Swiss dan sering pula ikut dalam pertandingan resmi.Tiga puluh menit berlalu. Mereka pun sampai di Adolf-Luchinger-Strasse, sebuah komplek perumahan yang cukup sederhana. Hanz dan Avraam menyewa rumah ini semenjak mereka SMA.Sesampainya di rumah, Hanz buru-buru memperbaiki sepedanya, karena tiga puluh menit lagi, pas jam satu siang, dia harus sudah tiba di Kafi Dihei. Dia tidak boleh telat karena manajer cafenya terbilang cerewet. Satu minggu yang lalu seorang barista yang sudah lima tahun bekerja saja dipecat begitu saja padahal masalahnya sepele.“Tolong dengar omonganku, Hanz! Kau sudah dua tahun bekerja di cafe itu. Gaji yang kau dapatkan tidak seberapa. Saranku kau berhenti saja.”Hanz menatap wajah Avraam dengan tajam, lalu berbicara dengan tenang dan pelan, “Sudah sering aku bilang padamu. Aku senang hidup susah seperti ini. Jujur aku senang jika dimarahi customer karena kerjaku tidak bagus. Atau diberi peringatan oleh atasan karena aku salah.”Hanz dengan bijaknya bilang pada Avraam bahwa dia bekerja bukan semata-mata karena uang, melainkan pengalaman, bagaimana dia merasakan hidup disuruh-suruh, bagaimana rasanya menjadi seorang pekerja yang terkadang sering diremehkan.Pria berwajah tampan dan bermata biru ini benar-benar menikmati kesehariannya. Meskipun sering diolok, tapi dia apatis, karena baginya omongan sampah manusia tidak akan pernah berpengaruh sedikitpun dengan idealisme yang telah ditanamkannya sejak dulu.Setelah mandi, Hanz memakai seragam kerja berwarna cokelat plus celemek hitam. Sengaja dia memakainya dari rumah. Dan memang dia memakai setelan seperti ini selalu dari rumah. Untuk apa malu?Hanz keluar dari pintu depan rumahnya, lalu meloncat ke arah sepeda yang sudah diperbaiki. Hanz pun mengayuh sepedanya dengan kencang karena sekarang sudah pukul 12.50. Avraam yang tengah berdiri memaku di samping pintu hanya bisa menggeleng-geleng melihat tingkah Hanz.“Aku tahu, kau ingin belajar merasakan pahitnya hidup,” gumam Avraam pada dirinya sendiri.Hanz pontang-panting. Angin menderu-deru menabrak rambut hitamnya yang cepak, pinggir di-crop, dan ada sedikit poni ke arah kanan. Wajahnya yang teguh dengan dagu yang lumayan lancip membuatnya tampan sekali siang ini.13.09!Hanz langung memarkirkan sepedanya, kemudian melompat ke arah pintu belakang. Sebelum kerja, dia harus memperbagus bajunya yang berantakan sehabis diterjang-terjang angin. Rambutnya juga dia sisir rapi dengan jari-jemari.Namun, pada saat dia sedang asyik bercermin, tiba-tiba sang manager hadir tepat di sampingnya. Hanz mengawasi wajah menyeringai itu dari cermin. Hanz terperanjat, lalu menghembuskan napas lelah sehabis acara kebut-kebutan tadi.“Kau mau serius atau tidak kalau kerja ha?!” sentaknya.“Maaf, aku agak telat, Pak,” jawab Hanz pelan.“Aku tahu kau mahasiswa ETH. Dua tahun kau diberi kelonggaran bekerja di sini. Bebas masuk shift apa saja selagi tidak mengganggu jadwal kuliahmu. Tapi bukan berarti kau seenaknya saja datang tidak tepat waktu.”“Ban sepedaku rusak dan harus diperbaiki, jadi butuh waktu untuk memperbaikinya.”Sang manager menjerit, terdengar oleh barista dan pelayan yang sedang bekerja. “Alasan yang tidak make sense! Terserah mau bannya rusak, atau sepedamu hilang, aku tidak peduli. Lagipula, mana mungkin kau tidak bisa membeli sepeda motor. Pelayan yang lain pada bisa membeli sepeda motor, bahkan mereka bawa mobil ke sini.”“Aku lebih suka pakai sepeda, Pak.”Sang manager melengos cepat. “Gajimu dibayar separuh untuk hari ini. Besok jangan kau ulangi!”Tring! Meja 12.Hanz bergegas mengantarkan pesanan latte dengan sedikit gula dan sepotong roti. Hanz ternganga. Kenapa Zahid bisa tahu kalau Hanz bekerja di sini?“Aku butuh teman ngobrol, Hanz.”“Tidak bisa. Aku sedang bekerja.”Zahid terus memperhatikan gerak-gerik Hanz.Pada Season 1 (Bab 1 - 110) merupakan alur pendek, satu bab bisa terdiri dua sampai empat scene. Metode penulisan masih menggunakan metode penulisan novel buku, bukan novel online. Plot terkadang terkesan melompat-lompat, tetapi Author jamin alur cerita mudah dipahami.
Robert mendobrak masuk ke dalam. Tapi Julius berusaha mendorongnya keluar lagi. Julius tidak mau kalau sampai apa yang ada di dalam rumahnya diketahui oleh orang luar, apalagi mereka adalah petugas.Melihat keresahan yang di wajah Julius, maka Robert mengeluarkan senyuman kecut seraya berkata, “Aku Robert Hanssen dari FBI.”Mendengar itu, Julius tercengang dan diterpa rasa takut. “Aku tidak peduli. Pergi dari sini!” Suara Julius mulai berubah dan tampak sekali kegelisahan di wajahnya.Sungguh ini adalah musibah besar bagi Julius dan Edwin. Setelah berminggu-minggu dalam melaksanakan tugasnya, tak disangka kalau keberadaan mereka dapat terendus oleh petugas.Julius cukup kelabakan dan karena bingung mau berbuat apa, tidak ada cara lain selain dari berpura-pura tidak tahu dan sebisa mungkin untuk mengusir tiga orang ini dari sini. “Kalian tidak sopan! Sudah aku bilang kalau aku sedang tidak menerima tamu.”Julius semakin resah dan berontak.Sebaliknya, Robert tetap tenang dan malah memb
Mengejutkan, tiba-tiba siang hari ini ada tiga orang yang sudah berada di depan rumah milik Julius. Mereka berpakaian seperti orang biasa tapi jika melihat dari fisik mereka, sepertinya mereka bukanlah orang biasa. Mereka punya badan yang besar dan kekar.Setelah mengetuk beberapa saat, akhirnya pintu pun terbuka. “Ya ada apa?” sapa Julius. “Siapa kalian?”Begitu melihat tiga orang ini agak mencurigakan, Julius sedikit tersentak dan mengerutkan keningnya.Robert Hanssen memperhatikan raut wajah Julius yang mulai berubah. “Izinkan kami masuk,” kata Robert.Namun, Julius menggeleng. “Maaf untuk saat ini aku tidak sedang menerima tamu. Tadi aku tanyakan pada kalian tentang kalian siapa dan dari mana. Tapi kalian belum juga menjawab. Silakan kalian pergi.”Robert dan dua rekannya semakin curiga saat mendapat perlakuan seperti itu dari tuan rumah. Biasanya ketika ada tamu yang datang, tuan rumah akan ramah dan mempersilahkan tamunya untuk masuk, tapi anehnya Julius malah bersikap tak nya
Setelah sehari dan semalam mempelajari semua data dan juga mendengar penjelasan langsung dari Edwin, maka mulai hari ini Julius mulai melakukan publikasi di situs Wikileaks.Informasi rahasia tentang kejahatan pihak AS yang selama ini rupanya secara diam-diam memata-matai warganya sendiri akhirnya ketahuan. Sikap buruk AS yang begitu keji dan tercela pada akhirnya diketahui oleh masyarakat dunia, terutama masyakarat Amerika sendiri tentunya.Dikarenakan isu sekarang ini cepat sekali bisa viral lantaran sosial media, maka tidak butuh waktu lama untuk membuat berita tersebut trending dan menjadi bahasan utama di setiap acara. Banyak acara televisi yang memberitakan tentang berita tersebut sehingga dalam waktu beberapa jam saja bahkan hampir seluruh dunia pun mencoba membuka situs tersebut dan membaca beritanya aslinya.Dalam kurun waktu dua minggu, akhirnya semua informasi yang dirasa pantas dipublikasikan akhirnya rampung juga, semua telah tersampaikan sesuai dengan kemauan dari Edwin.
Julius menggelengkan kepala dan menyandarkan punggungnya lalu berkomentar, “Pemerintah AS memata-matai warganya sendiri? Parah! Tindakan yang mereka lakukan sudah keterlaluan.”Tidak sampai di situ. Pada akhirnya Julius pun tahu bahwa selama ini pihak pemerintah dan militer AS memang secara diam-diam melakukan spionase terhadap musuh-musuh mereka seperti Rusia dan Tiongkok. Tujuannya adalah supaya mereka tahu apa saja yang tumbuh dan berkembang di sana, terutama dalam hal militer. AS tidak mau kalau lawan-lawan mereka lebih tangguh dari pada mereka. Jika mereka dengan tega melakukannya terhadap warganya sendiri, maka tidak sulit bagi mereka untuk melakukannya terhadap Rusia, Tiongkok, dan negara-negara Timur Tengah.Julius terbelalak ketika semakin tahu betapa bobrok dan kejinya pihak AS yang secara terselubung melakukan semua kejahatan tersebut. “Edwin Joyden, pantas kau menjadi buronan. Ini adalah yang mereka takutkan rupanya. Wajar dan masuk akal.”Di sebelah Julius, Hanz dan Edwin
Begitu telah sampai di bandara di salah satu kota di Australia, perjalanan pun dilanjutkan dengan menggunakan mobil yang sudah disiapkan oleh Keluarga Fadeyka. Pihak bandara telah mendapatkan laporan bahwa akan ada utusan dari Keluarga Fadeyka yang akan tiba di bandara. Maka dari itu tidak ada hal apa pun yang bisa menghalangi keberangkatan mereka. Semua dipastikan aman jika uang sudah berbicara.Perjalanan lewat darat pun dilakukan. Dari Melbourne menuju Lorne butuh waktu beberapa jam. Julius sudah memberikan titik lokasi keberadaan dirinya pada Hanz. Lokasi tersebut masih berada dalam keramaian. Julius sengaja memilih lokasi tersebut karena dia sengaja ingin membebaskan diri dan tidak tampak seperti seorang buronan meskipun hal tersebut memang berbahaya bagi dirinya.Begitu telah sampai di lokasi, hanya tiga orang yang masuk ke dalam rumah : Hanz, Edwin, dan Avraam. Sementara para petugas lainnya berada cukup jauh dari rumah tersebut.“Selamat datang,” sambut Julius setelah membuka
Tentu saja dia adalah Hanz.“Avraam! Kenapa kau berkata seperti itu pada Edwin? Sudah aku bilang pada mu supaya berhenti mempermasalahkan ini! Aku adalah orang yang sangat berkenan mau membantu dia.”Avraam kaget saat tahu tiba-tiba Hanz sudah ada di sana. Padahal tadi setahu dia Hanz sedang tertidur. Dia cukup gugup. “Maafkan aku, Hanz.”Avraam sangat patuh dan bahka takut terhadap Hanz. Jika Hanz sudah bicara sangat serius, dia akan menurut. Hanya saja sejak kemarin dia ingin sekali rasanya membuat Hanz lantas yakin bahwa rencana yang sedang ditempuh ini sangat berisiko. Hanz sudah berulang kali diperingatkan oleh Avraam tapi Avraam bukannya tidak patuh, namun terlalu sayang pada Hanz. Dan kini sepertinya Avraam tidak bisa berkutik lagi saat dia mendapati ekspresi kemarahan yang terpampang di wajah Hanz.Ketika jarak mereka sangat dekat, Hanz memicingkan sebelah mata seraya berkata, “Kau tidak ada urusan di sini, Avraam. Tugas mu cuma mengawal dan menjaga kami. Tidak lebih dari itu.