FAZER LOGINSaat cincin itu terpasang di jari manis Nathan, cincin hitam itu mendadak memperkecil ukurannya sendiri sampai terpasang erat di jari Nathan dan seolah tak bisa terlepas lagi. Tiba-tiba, Nathan merasakan panas luar biasa di dantiannya, perlahan tapi pasti rasa panas itu mengalir ke seluruh tubuhnya. Napas Nathan berat, matanya merah... Dia merasakan rasa panas yang terasa membakar di seluruh tubuhnya terutama di bagian punggung belakang sebelah kanannya. Nathan menjatuhkan dirinya ke tanah, berteriak kencang dengan tubuh kurusnya yang terus meronta. Nasha yang panik dan kebingungan mencoba meraih tubuh Nathan untuk membantunya, namun sebuah cahaya tipis berpendar di sekeliling tubuh Nathan yang membuat Nasha terpental, membentur akar pohon dan pingsan seketika. Sementara Nathan sama sekali tidak sempat memperhatikan hal itu, karena tubuhnya sendiri sekarang mulai memerah seperti lava hidup, dan perlahan kesadaran Nathan mulai menghilang. ... Setelah waktu yang tidak diketahu
Sarah menatap Nathan dengan tatapan bangga, kelima wanita cantik yang telah menemani Nathan pun menampilkan tatapan yang sama, bangga dan penuh syukur. Sementara keempat orang lainnya menatap Nathan dengan tatapan takjub seperti sedang melihat dewa. Nathan sendiri hanya tersenyum, ia teringat kembali kondisi dirinya dan Nasha di pulau Alcatraz. ... Tiga tahun lalu... "Suamiku, aku tidak menyangka kemampuanmu akan berkembang begitu pesat, sekarang kau bahkan sudah mencapai Alam Transformasi Jiwa tingkat akhir, itu sudah jauh melampauiku, kamu memang berbakat. Dengan kekuatan yang kita miliki sekarang, aku rasa kita sudah cukup kuat untuk menghadapi para petinggi Aula Penghakiman," ujar Nasha dengan tatapan penuh kelembutan. "Ini semua berkat bantuan dan bimbinganmu, sayang." jawab Nathan sedikit merayu, yang berhasil membuat Nasha sedikit tersipu. "Pria jahat, kau senang sekali menggodaku." suara Nasha merajuk. "Tunggu dulu! Nasha, bagaimana kalau kita mencoba menyusup ke
Mereka berdua dengan serempak berteriak, “Kami bersedia tunduk dan mengikuti semua aturan Bos Nathan.” “Baiklah, artinya sekarang dunia bawah tanah kota ini telah berhasil kita satukan. Selanjutnya, kumpulkan para bawahan berbakat dari tiga geng kalian. Mulai sekarang organisasi kita akan disebut Pasukan Pengawal Bayangan Hantu. Kita akan membangun bisnis pengawalan yang tertata dengan rapi. Kembali aku ingatkan, identitasku tidak boleh kalian sebarkan,” perintah Nathan tegas. “Untuk kalian berdua, aku akan menjuluki Marila sebagai Black Rose dan Mathilda sebagai Red Rose. Little Bear dan Little Snake akan menjadi rekan kalian mulai sekarang. Aku akan menyiapkan persenjataan untuk organisasi kita, tapi sebelum itu besok kita akan merayakan tahun baru,” lanjutnya. Setelah semua selesai, Nathan membawa mereka semua ke rumah Kevin. Kemudian Nathan meminta izin untuk menggunakan bekas gudang di sebelah rumah Kevin sebagai kantor untuk perusahaan ekspedisi yang akan ia bangun bersama t
Melihat ekspresi terkejut Graham, Sarah segera mendekat dan berdiri di samping meja ujian saat hasil akhir Nathan dan Nasha ditunjukkan. Ia menatap dua lembar kertas itu dengan mata membesar. Tangannya refleks menutup mulutnya, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. “Nathan… Nasha… ini benar nilai kalian?” suara Sarah bergetar halus. Rania langsung mendekat untuk melihat lebih jelas. “Astaga… ini gila,” gumamnya sambil menoleh pada keduanya dengan tatapan kagum. Mila memegang lengan Nasha, wajahnya penuh rasa bangga. “Kakak memang luar biasa,” ucap Mila dengan nada pelan namun jelas, “Kak Nathan juga,” ujarnya malu-malu seraya tertunduk. Stuart yang menyaksikan itu menatap tajam, seolah merasakan ketidaknyamanan pada tindakan Rania dan Mila. Alana tersenyum lebar, sedangkan Alena melompat kecil sebelum memeluk Nasha dan Nathan bergantian. “Kalian hebat. Hebat sekali.” Sarah akhirnya menghela napas panjang, seolah melepaskan beban yang menumpuk sejak pagi. Ia me
Beberapa menit berlalu, dan rombongan itu akhirnya berangkat bersama. Rania, Nasha, Alana, dan Alena berada di dalam mobil Rania, sementara Nathan dan Mila berboncengan dengan motor sport Mila. Awalnya keempat gadis itu merasa iri karena Mila mendapat kesempatan berduaan dengan Nathan. Namun mengingat bahwa Mila adalah kekasih yang paling sedikit mendapat waktu bersama Nathan, mereka saling menahan diri. Ada sedikit rasa tidak rela, tetapi mereka tetap memegang prinsip keadilan yang mereka sepakati dalam hubungan mereka. Mila memeluk pinggang Nathan sepanjang perjalanan, pipinya merah, sementara Nathan hanya tersenyum kecil melihat tingkahnya dari kaca spion. ... Setibanya di ruang pertemuan kediaman keluarga Middleton, suasana langsung berubah formal. Graham Arnold berdiri menyambut mereka. Sosok paruh baya itu berwibawa, dengan kacamata tipis dan postur percaya diri. Di sampingnya berdiri seorang pria muda berpenampilan rapi, tatapan tajam, dan senyum tipis yang jelas meremehka
Rania menatap Mila dengan tatapan penuh kelembutan. "Ayo, Kak Nathan sialan, sekarang saatnya aku mengukuhkan posisiku. Lena, kau juga ikut kami," ujar Alana tegas, yang disambut anggukan pelan Alena dengan pipi merah dan tawa cekikikan dari tiga lainnya. … Siang harinya… Nathan sudah selesai mandi, sementara Alana dan Alena masih terbaring di ranjang Nathan dengan raut wajah puas. Keduanya tersenyum malu seperti sepasang buah persik yang sedang matang sempurna. Nathan benar-benar memberikan mereka kenikmatan luar biasa yang belum pernah mereka bayangkan sebelumnya, tetesan darah perawan kedua gadis itu, benar-benar mengukuhkan kepemilikan Nathan pada mereka. Nathan duduk dan membelai pipi kedua gadis itu lembut. "Sekarang keinginan kalian sudah kupenuhi. Sekarang bersiap-siaplah, malam ini kita akan menginap di tempat kakek, dan kalian bisa bertemu ibu. Kakak juga akan mengikuti ujian penyetaraan, setelah itu kakak bisa kuliah di universitas yang sama dengan kalian." "Benar, K







