MasukMereka berdua dengan serempak berteriak, “Kami bersedia tunduk dan mengikuti semua aturan Bos Nathan.” “Baiklah, artinya sekarang dunia bawah tanah kota ini telah berhasil kita satukan. Selanjutnya, kumpulkan para bawahan berbakat dari tiga geng kalian. Mulai sekarang organisasi kita akan disebut Pasukan Pengawal Bayangan Hantu. Kita akan membangun bisnis pengawalan yang tertata dengan rapi. Kembali aku ingatkan, identitasku tidak boleh kalian sebarkan,” perintah Nathan tegas. “Untuk kalian berdua, aku akan menjuluki Marila sebagai Black Rose dan Mathilda sebagai Red Rose. Little Bear dan Little Snake akan menjadi rekan kalian mulai sekarang. Aku akan menyiapkan persenjataan untuk organisasi kita, tapi sebelum itu besok kita akan merayakan tahun baru,” lanjutnya. Setelah semua selesai, Nathan membawa mereka semua ke rumah Kevin. Kemudian Nathan meminta izin untuk menggunakan bekas gudang di sebelah rumah Kevin sebagai kantor untuk perusahaan ekspedisi yang akan ia bangun bersama t
Melihat ekspresi terkejut Graham, Sarah segera mendekat dan berdiri di samping meja ujian saat hasil akhir Nathan dan Nasha ditunjukkan. Ia menatap dua lembar kertas itu dengan mata membesar. Tangannya refleks menutup mulutnya, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. “Nathan… Nasha… ini benar nilai kalian?” suara Sarah bergetar halus. Rania langsung mendekat untuk melihat lebih jelas. “Astaga… ini gila,” gumamnya sambil menoleh pada keduanya dengan tatapan kagum. Mila memegang lengan Nasha, wajahnya penuh rasa bangga. “Kakak memang luar biasa,” ucap Mila dengan nada pelan namun jelas, “Kak Nathan juga,” ujarnya malu-malu seraya tertunduk. Stuart yang menyaksikan itu menatap tajam, seolah merasakan ketidaknyamanan pada tindakan Rania dan Mila. Alana tersenyum lebar, sedangkan Alena melompat kecil sebelum memeluk Nasha dan Nathan bergantian. “Kalian hebat. Hebat sekali.” Sarah akhirnya menghela napas panjang, seolah melepaskan beban yang menumpuk sejak pagi. Ia me
Beberapa menit berlalu, dan rombongan itu akhirnya berangkat bersama. Rania, Nasha, Alana, dan Alena berada di dalam mobil Rania, sementara Nathan dan Mila berboncengan dengan motor sport Mila. Awalnya keempat gadis itu merasa iri karena Mila mendapat kesempatan berduaan dengan Nathan. Namun mengingat bahwa Mila adalah kekasih yang paling sedikit mendapat waktu bersama Nathan, mereka saling menahan diri. Ada sedikit rasa tidak rela, tetapi mereka tetap memegang prinsip keadilan yang mereka sepakati dalam hubungan mereka. Mila memeluk pinggang Nathan sepanjang perjalanan, pipinya merah, sementara Nathan hanya tersenyum kecil melihat tingkahnya dari kaca spion. ... Setibanya di ruang pertemuan kediaman keluarga Middleton, suasana langsung berubah formal. Graham Arnold berdiri menyambut mereka. Sosok paruh baya itu berwibawa, dengan kacamata tipis dan postur percaya diri. Di sampingnya berdiri seorang pria muda berpenampilan rapi, tatapan tajam, dan senyum tipis yang jelas meremehka
Rania menatap Mila dengan tatapan penuh kelembutan. "Ayo, Kak Nathan sialan, sekarang saatnya aku mengukuhkan posisiku. Lena, kau juga ikut kami," ujar Alana tegas, yang disambut anggukan pelan Alena dengan pipi merah dan tawa cekikikan dari tiga lainnya. … Siang harinya… Nathan sudah selesai mandi, sementara Alana dan Alena masih terbaring di ranjang Nathan dengan raut wajah puas. Keduanya tersenyum malu seperti sepasang buah persik yang sedang matang sempurna. Nathan benar-benar memberikan mereka kenikmatan luar biasa yang belum pernah mereka bayangkan sebelumnya, tetesan darah perawan kedua gadis itu, benar-benar mengukuhkan kepemilikan Nathan pada mereka. Nathan duduk dan membelai pipi kedua gadis itu lembut. "Sekarang keinginan kalian sudah kupenuhi. Sekarang bersiap-siaplah, malam ini kita akan menginap di tempat kakek, dan kalian bisa bertemu ibu. Kakak juga akan mengikuti ujian penyetaraan, setelah itu kakak bisa kuliah di universitas yang sama dengan kalian." "Benar, K
"Tunggu, Mila… jaket hoodie yang kamu pakai…" Kalimat Rania terhenti, dia seolah mengenali jaket hoodie merah itu. Seketika mata Alana dan Alena melebar, seolah mereka juga menyadari sesuatu. "Itu… itu kan jaket kesayangan Kak Nathan, kenapa kamu bisa pakai itu?" tanya Alana dengan nada sedikit kesal. Mila menunduk dengan wajah yang sedikit takut, mendapati dirinya sama sekali tak memiliki jawaban yang masuk akal dari pertanyaan Alana. Sementara Nasha yang mendengarkan perkataan Alana juga mulai terpancing. Dia mengerutkan dahi dan hendak ikut mencecarkan pertanyaan kepada Mila, namun Rania segera menarik tangan Nasha. "Kak Nathan, tidakkah seharusnya kamu menceritakan apa yang terjadi sebenarnya agar kami tidak penasaran dan menduga-duga?" saran Rania. "Rania benar, Kak. Kita ini keluarga, jadi apakah masih ada yang perlu ditutupi di antara kita?!" lanjut Alena mempertegas pernyataan Rania. Nathan menatap ke arah Mila, dengan lembut ia bertanya, "Mila, apa kamu sudah pu
Setelah beberapa waktu berada di taman, empat gadis itu masuk, sementara Bela sudah di jemput oleh Richard untuk bertemu orang tuanya. Mereka berempat mencari keberadaan Mila, namun mereka hanya menemukan sebuah kamar tamu yang terkunci. Malam itu Mila mengurung diri di dalam kamar, dia bahkan tak mau pulang kerumahnya, dia juga tak mau menemui siapapun. Alena dan Rania yang polos hanya mengira Mila langsung ketiduran setelah mandi. Sementara Alana dan Nasha merasakan sesuatu yang aneh, tapi mereka belum bisa memikirkan apa itu. Nathan sendiri tak mengatakan apapun. ... Keesokan paginya... Pagi itu vila terasa lebih bising dari biasanya. Bukan karena suara orang, melainkan karena degup jantung Mila yang seakan menggema di telinganya sendiri. Ia berdiri kaku di ruang tengah, memakai hoodie Nathan yang masih terlalu longgar, rambutnya dikuncir seadanya. Setiap langkahnya terasa seperti menyeret beban. Karena di hadapannya… Semua kekasih Nathan sedang duduk lengkap.







