Sebelum Charlotte mampu mengutarakan protes, tahu-tahu saja dia merasakan salah satu tangan Lucas menyusup ke balik jas yang tersampir pada pundak wanita itu.
Charlotte merinding, tetapi detak jantungnya yang sarat akan antisipasi itu malah membuat pipinya merona lebih dulu. Melihat tampang Charlotte yang mulai salah tingkah, Lucas kembali melayangkan tawa kecilnya dengan suara berat nan seksi. "Nah, lihat, Nyonya Charlotte. Sepertinya tubuhmu mengingat dengan benar, siapa yang mampu memuaskannya di atas ranjang ...." Cepat-cepat menggeleng, Charlotte mundur tiga langkah, menepis tangan Lucas yang masih bisa menjangkaunya. Lucas memiringkan kepala, menyeringai seakan-akan sedang mendapatkan mainan baru. "Saya tahu, Nyonya Charlotte," Lucas malah mendekatinya lagi, yang mana tepat berdiri di depan wanita itu, "siapa pun bisa melihat, pria tua seperti Hendra Soedarso tidak akan bisa memuaskan para istrinya di atas ranjang." "Ka—" "Kak Charlotte?" Lucas segera mundur dua langkah, memberi anggukan singkat kepada sosok polos Megan yang datang membawa dua buah pastri. Tidak menyadari atmosfer yang sebelumnya melanda, Megan menyodorkan salah satu pastri yang dibawanya pada Charlotte dengan senyum merekah. "Coba ini, Kak! Rasanya lezat sekali. Kapan-kapan kita mampir ke patisserie yang membuat pastri ini ya? Ada namanya di bagian bawah pastri." Charlotte menerima pemberian Megan, memaksakan seutas senyum meski jantungnya serasa mau lepas. Sementara itu, Lucas menepi sembari diam-diam menahan senyum lebarnya. Melihat betapa kelimpungannya Charlotte dalam mengatur raut wajah wanita itu saat ini, membuat Lucas senang bukan main. "Omong-omong, ini pengawal pribadi Kak Charlotte yang baru ya?" tanya Megan, menyinggung keberadaan Lucas yang menarik perhatian. Lucas maju selangkah, menunduk hormat selayaknya kesatria, lalu meraih tangan kanan Megan untuk mencium punggung tangan wanita manis itu. Megan terkesiap, sontak saja memunculkan rona menggemaskan pada sepasang pipi berisinya yang mulus. Namun, Charlotte lebih terkejut lagi lantaran Lucas bertingkah sembarangan. Menilik reaksi Charlotte, Lucas kembali melayangkan seringai kecilnya. Pria itu menegapkan diri, "nama saya Lucas, Nyonya Megan. Saya adalah pengawal pribadi Nyonya Charlotte yang baru." Tersadar dari salah tingkah berkepanjangan, Megan tergagap. "I-iya, senang berkenalan denganmu, Lucas." "Senang bertemu dengan Anda juga, Nyonya Megan—ah! Atau perlu saya panggil dengan Tuan Putri?" Charlotte menganga, terheran akan keberanian Lucas yang jelas berbeda dari staf lain di kediaman Soedarso. Sedangkan Megan, tentu saja wanita muda itu makin salah tingkah, menahan senyum manis yang bisa saja tercetak hanya karena rayuan buaya milik Lucas. "Jaga sikapmu, Lucas!" peringat Charlotte sembari bersedekap. "Ah, sebentar, Nyonya Charlotte, ada sesuatu di rambut Anda—" "Iya? Apa?" Lucas mendekat ke sisi lain yang tak bisa dilihat oleb Megan, kemudian berbisik menggoda. "—jangan cemburu begitu, Nyonya Charlotte. Wajah cantikmu jadi menggemaskan begitu. Tenang saja, saya hanya mencium punggung tangan Nyonya Megan saja. Kalau kamu mau, saya bisa mencium seluruh tubuhmu sampai besok pagi, Nyonya Charlotte." "Gila!" Tanpa sadar, Charlotte mendorong Lucas begitu saja hingga bersandar pada tepian beranda. Megan tersentak, menatap keduanya kebingungan. "Ada apa, Kak Charlotte?" "O-oh, tidak," Charlotte memelototi Lucas sebelum melanjutkan, "tadi ada serangga di rambutku, dan aku terkejut karena Lucas menyodorkan serangganya ke arahku." Megan manggut-manggut, percaya begitu saja. "Kalau begitu, mari temani aku mencicipi hidangan yang lain ya, Kak Charlotte? Sebentar lagi pasti Mas Hendra akan meminta kita pulang bersama-sama." Ajakan Megan tentunya disambut baik oleh Charlotte. Ingin sekali dia pergi dari hadapan pengawal pribadi barunya yang setengah waras itu. 'Mungkin karena dia bekerja sampingan sebagai gigolo? Makanya jadi bertingkah seenaknya begitu ya? Lain kali aku harus memperingatinya kalau masih mau mendapatkan pekerjaan di rumah Soedarso.' Begitu dua wanita tersebut berlalu, Lucas terdiam pada tempatnya selama beberapa saat. Dipandanginya punggung Charlotte yang masih tertutupi oleh setelan terluar jasnya. "Charlotte ... sebentar lagi kamu pasti akan jatuh ke pelukanku ...." Bertepatan saat itu, Lucas mendepatkan panggilan masuk dari ponsel yang diam-diam dibawa. Seketika, raut wajahnya berubah serius. Memastikan tidak ada seseorang di sekitar, Lucas menjawab panggilan tersebut. "Halo? Apa yang sudah kamu dapatkan untuk hari ini?" ••••• Charlotte merasa kediaman Soedarso tidak setenang dulu setelah kedatangan Lucas sebagai pengawal pribadi barunya. Memang, sebelumnya dia kepayahan berhadapan dengan sang istri pertama dan ketiga yang hobinya mencari gara-gara. Namun, sekarang malah bertambah kacau. Sering kali, Charlotte memergoki Lucas yang menatapnya dari sudut ruangan, mengamati tiap pergerakannya tanpa celah sedikit pun. Jika saatnya untuk pergi mengurus kafe, Charlotte akan meminta Luna untuk membersamainya lantaran Lucas akan tetap mengekor sesuai pekerjaannya sebagai pengawal pribadi. Bila terdapat Luna di antara mereka, tentunya Lucas tidak akan berani berbuat yang aneh-aneh. Begitu tiba di kafe pun, Charlotte bergegas memasuki ruang kerjanya bersama Luna, membiarkan Lucas menunggu di luar sembari memantau seisi kafe yang ramai. Nyaris sepekan Charlotte hidup bagai bermain kucing-kucingan dengan Lucas. Wanita itu juga tidak menduga bila memiliki pengawal pribadi seperti Lucas malah membuat hidupnya jadi tidak tenang begini. Akan tetapi, pada satu hari wanita itu bangun terlambat sebab semalam Hendra Soedarso memutuskan untuk tidur bersamanya. Begitu membuka mata, yang berbaring di sampingnya bukan lagi suami tuanya itu melainkan sosok Lucas yang menyeringai. Satu tangan pria itu melingkari pinggangnya, menarik Chalotte hingga keduanya bersentuhan satu sama lain. "Apa ini? Lepas! Kurang ajar! Bagaimana kamu bisa masuk ke sini dan melakukan hmph—" Lucas membungkam Charlotte menggunakan tangan kanannya. Setelah dirasa wanita itu tak mengeluarkan suara apa pun, tangan Lucas tergerak untuk menangkup pipi Charlotte, membelainya penuh kelembutan. "Semalam, si tua bangka itu malah tidur di sini. Saya benci sekali saat melihatnya mengunci kamar ini dan tidak keluar sampai pagi tadi, Nyonya." "I-itu bukan urusanmu, Lucas. Wajar saja kalau Mas Hendra memutuskan untuk tidur di sini. Saya ini merupakan salah satu istri—" Charlotte tak sanggup meneruskan kalimatnya sebab tercekat akan perilaku Lucas yang membawanya dalam pelukan erat. Wajah pria itu ditempatkan pada ceruk leher Charlotte, menghirup aromanya yang masih tersisakan sedikit parfum bekas semalam. "Nyonya Charlotte ...." bisik pria itu sensual, "... pasti semalam kamu tidak puas sama sekali, 'kan? Pria tua sepertinya, mana bisa memuaskan wanita sepertimu? Kamu membutuhkan seseorang yang bisa memuaskan dirimu, Nyonya Charlotte. Dan saya ... bersedia untuk melayanimu, mulai dari pagi hingga malam, atau sebaliknya." Charlotte melotot. "Jangan mengada-ada, Lucas!" "Kamu berbicara begitu, tapi pipimu memerah sempurna, Nyonya Charlotte. Lucunya ...." Charlotte memalingkan muka. Bagaimana bisa wajahnya tidak bisa diajak berkompromi saat dia berada di hadapan Lucas? Kalau begini caranya, yang ada Charlotte akan bertingkah semakin semena-mena padanya. "Bagaimana?" Ibu jari Lucas menyusuri bibir bawah Charlotte, memandanginya dengan sepasang bola mata yang menggelap. "Maukah kamu membiarkan saya untuk memuaskanmu, Nyonya Charlotte?" •••••Tok! Tok! Tok!"Nyonya Charlotte? Sarapan sudah siap! Perlukah saya membawa sarapan ke dalam kamar? Atau apakah Nyonya Charlotte akan datang sendiri ke meja makan?"Charlotte tersentak. Wanita itu segera melepaskan diri dari jangkauan Lucas, berdeham untuk menyembunyikan kegugupan yang tengah melanda. "Ya, aku akan datang ke meja makan saja, Luna. Aku mau mandi dulu.""Perlukah saya membantu Nyonya Charlotte untuk membersihkan diri?" tawar Luna sopan, yang masih setia berdiri di balik pintu."Tidak perlu, Luna. Terima kasih! Aku akan memanggilmu saat membutuhkan bantuanmu nanti," balas Charlotte."Baik, Nyonya Charlotte. Kalau begitu, saya akan bersama dengan pelayan lain yang membantu di dapur."Sesaat setelah bayangan Luna yang terlihat dari celah bawah pintu menghilang, Charlotte mendengkus lega. Wanita itu kembali merebahkan diri sembari memikirkan apa yang sedang terjadi. Namun, sebelum membuka suara, sebuah lengan kekar telah melingkari pinggangnya lagi. "Oh, jadi kamu menyuruh
Sebelum Charlotte mampu mengutarakan protes, tahu-tahu saja dia merasakan salah satu tangan Lucas menyusup ke balik jas yang tersampir pada pundak wanita itu. Charlotte merinding, tetapi detak jantungnya yang sarat akan antisipasi itu malah membuat pipinya merona lebih dulu. Melihat tampang Charlotte yang mulai salah tingkah, Lucas kembali melayangkan tawa kecilnya dengan suara berat nan seksi. "Nah, lihat, Nyonya Charlotte. Sepertinya tubuhmu mengingat dengan benar, siapa yang mampu memuaskannya di atas ranjang ...." Cepat-cepat menggeleng, Charlotte mundur tiga langkah, menepis tangan Lucas yang masih bisa menjangkaunya. Lucas memiringkan kepala, menyeringai seakan-akan sedang mendapatkan mainan baru. "Saya tahu, Nyonya Charlotte," Lucas malah mendekatinya lagi, yang mana tepat berdiri di depan wanita itu, "siapa pun bisa melihat, pria tua seperti Hendra Soedarso tidak akan bisa memuaskan para istrinya di atas ranjang." "Ka—" "Kak Charlotte?" Lucas segera mundur dua la
Belakangan, Charlotte tidak suka diberi kejutan. Dia pikir, kejutan yang Jenna yang berikan malam itu sudah yang paling mendebarkan. Namun, seorang pria yang berdiri tiga langkah darinya dengan seragam khas pengawal keluarga Soedarso malah menjadi kejutan terhoror yang pernah ada.Bagaimana mungkin ... gigolo yang dihadiahkan oleh Jenna malam itu akan menjadi pengawal barunya?Puas dengan keterkejutan yang menghinggapi wajah cantik Charlotte, pria itu tersenyum simpul. "Selamat malam, Nyonya Charlotte. Perkenalkan, saya Lucas. Mulai malam ini, saya akan menjadi pengawal pribadi Nyonya Charlotte sampai seterusnya."Charlotte masih menganga, membayangkan kalau dunianya yang tenteram sedang tidak baik-baik saja. Omong-omong, dia tidak tahu nama pria itu. Baru sekarang dia mengetahuinya, biarpun sudah menghabiskan malam panas yang sama.Sebelum Charlotte membuka suara, tiba-tiba saja Megan datang ditemani pengawal pribadi wanita muda itu. Megan tampil manis dengan gaun yang lebih tertutup
Charlotte hanya mengingatnya samar-samar; ketika dia memutuskan untuk mendorong si gigolo yang semula ditolaknya itu kembali duduk di sofa, lalu berada di pangkuan pria tersebut. Ciuman panas, gairah tak tertahankan, semuanya meledak tanpa bisa dicegah. Charlotte masih bisa merasakan tiap entakan yang sempat pria itu berikan, yang mana berhasil membawanya terbang di antara bintang-bintang. Wanita itu mendengkus gusar, pipinya kembali merona, padahal dia sedang melangsungkan sarapan dengan suami paruh bayanya. Sebelum matahari menampakkan sinarnya, dia telah melarikan diri dari hotel, meninggalkan segepok uang atas 'jasa' yang akhirnya dia gunakan terhadap gigolo tersebut. Kalau boleh jujur, dia memang tidak pernah merasa senikmat itu. 'Astaga! Apa yang aku pikirkan?! Ini gara-gara Jenna! Sialan! Dia sengaja meninggalkan air minumnya yang sudah ditambah oleh obat perangsang. Mau senikmat apa pun semalam, tetap saja, aku sudah mengkhianati kepercayaan Mas Hendra.' "Sepertinya kamu
"Kamu gila, Jenna? Siapa yang menyuruhmu untuk memesan 'itu'?"Mondar-mandir di salah satu kamar hotel yang berafiliasi dengan kelab eksklusif Artemis, Charlotte merasakan jantungnya seakan-akan mau meledak.Bagaimana tidak?Setelah seharian kembali melewati hari yang berat dan menegangkan, pada malam harinya dia malah mendapatkan kabar bahwa sahabatnya mau memberi secuil kejutan. Namun, kejutannya tidak masuk akal.Charlotte mendengkus pelan, mendudukkan diri di tepi ranjang kamar hotel yang terasa dingin, tetapi peluhnya bercucuran lantaran sedang kelimpungan. "Jenna, tidak bisakah kamu membatalkannya saja? Aku tidak membutuhkan hal semacam itu. Lagi pula, kalau aku memang mau melakukannya, aku tidak bisa sembarangan memesan 'itu' kan? Dengan posisiku yang rawan seperti ini, kamu pikir aku akan baik-baik saja? Bagaimana kalau 'dia' mengetahuinya? Bisa-bisa aku tidak melihat dunia untuk yang terakhir kalinya."Gerutuan Charlotte membuat bahu Jenna melemas. Sahabat yang telah members