Beranda / Rumah Tangga / Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi / Chapter 104 Peduli tapi Gengsi

Share

Chapter 104 Peduli tapi Gengsi

Penulis: Sya Reefah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-02 11:30:42

Eva menghela napas panjang. “Terserah kau saja, ‘lah. Aku tidak ada tenaga untuk berdebat,” jawabnya, tak berminat memperpanjang pembicaraan.

“Sekarang kau bisa keluar, ‘kan? Keluarlah,” sambungnya dengan nada mengusir.

Henry masih mematung, seperti enggan untuk keluar.

Eva yang ada di sana tidak mendengar pergerakan Henry. Keningnya sedikit berkerut, pria itu pasti masih berada di dalam kamar mandi.

“Kau masih belum keluar?”

Henry menggaruk leher bagian belakang. “Bagaimana kalau … kau kesulitan?”

“Memangnya sejak kapan kau peduli?” sengalnya. “Cepatlah keluar!”

Henry menyandarkan tubuhnya di pintu, tangannya bersilang di depan dada. “Tidak. Bagaimana jika nanti kau tergelincir atau pingsan di dalam sini? Siapa yang susah? Pasti aku.”

Eva mendengus, mencoba menenangkan dirinya agar emosinya tidak meluap. “Aku tidak akan tergelincir ataupun pingsan! Sekarang, keluarlah!”

“Aku tidak akan pergi,” jawab Henry santai. “Aku ingin berada di sini. Aku hanya tidak mau menanggung masalah
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 238

    Malam begitu larut, kamar hanya diterangi cahaya samar-samar lampu tidur. Henry terbangun. Dia mengerjap, berusaha membiasakan diri dengan kegelapan. Di sampingnya, Eva tertidur lelap, napasnya teratur. Henry mengamati Eva dengan intens. Selimut yang semula menutupi dirinya kini merosot, memperlihatkan bahunya yang terbuka. Dengan hati-hati dia menarik selimut itu ke atas hingga menutupi Eva dengan sempurna sampai leher.Gerakannya sangat hati-hati, takut mengusik tidur istrinya. Bahkan dia menyelipkan selimut itu di bawah punggung Eva agar tidak bergeser. Setelah memastikan Eva nyaman dan hangat, dia menghela napas panjang. Kantuknya kini hilang begitu saja.Henry melirik ke arah jam dinding. Pukul 03.00 pagi. Terlalu dini untuk memulai aktivitas. Dia menyingkap selimut. Perlahan, dia menggeser tubuhnya ke tepian ranjang. Dia melakukannya dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara dan membangunkan Eva. Syukurlah, istrinya begitu lelap. Henry meraih ponselnya di atas nakas.

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 237

    Eva melangkah pelan menuju ruang tengah, tubuhnya lemas akibat perutnya sensitif sejak tadi. Suasana di ruang tengah begitu hening. Eva meraih remote TV lalu duduk di salah satu sofa. “Rosa,” panggilnya pelan, dan sedikit serak. Merasa terpanggil, Rosa muncul dari arah dapur, berlari kecil mendatangi Eva. “Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” Melihat wajah pucat Eva, dia melangkah mendekat lagi dengan raut wajah cemas. “Ya ampun, Nyonya! Anda terlihat pucat sekali. Anda kenapa?” Tanpa menunggu jawaban Eva, Rosa segera mengangkat tangan dan dengan hati-hati memijat pelipis Eva. “Apa Anda merasa pusing, Nyonya? Bagaimana pijatan saya, apa ini bisa meredakan pusing Anda?”Eva memejamkan matanya, merasakan pijatan Rosa, tetapi kepalanya semakin pusing mendengar serentetan pertanyaan dari Rosa. Pelayan itu menjadi sedikit berlebihan saat tahu dirinya tengah mengandung. Tak jauh beda seperti Henry. Atau … ini perintah Henry?“Bagian mana lagi yang sakit, Nyonya? Katakan pada saya,” kata

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 236

    Henry membenamkan dirinya di balik semua dokumen yang menumpuk di hadapannya, berusaha keras memusatkan perhatiannya pada deretan kata dan angka yang berjejer di layar komputernya. Namun, rasanya sia-sia. Pikirannya terus melayang, terbang jauh ke Millbrook. Kota kecil yang tenang, di mana papanya bertemu dengan mama mertuanya. Bukan hal aneh. Besan saling mengunjungi, itu hal wajar. Akan tetapi, entah mengapa kedatangan sang papa itu terus mengganggu pikirannya. Sejak papanya keluar dari rumah mama mertuanya, ada kegelisahan yang terus menggerogotinya, seperti bisikan yang tidak bisa dia abaikan. Sekuat apapun dia menepis pikirannya, rasanya dia terus tersedot ke dalamnya. Ini bukan kunjungan biasa, dia yakin. Tapi … bagaimana jika mereka memiliki hubungan terlarang?Apa dia harus membenci papanya?Ataukah dia harus membenci mama mertuanya?Bahkan berimbas kebencian pada istrinya sendiri? Henry menggeleng pelan. Tidak. Tidak mungkin dia membenci Eva.Dia mencoba meyakinkan diri

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 235

    Pintu lift tertutup, meninggalkan Henry dan eva dalam ruangan yang terbatas. Hening. Tanpa berkata-kata, Henry menarik tubuh Eva mendekat. Dia merangkul pinggang wanita itu dengan satu tangan. Dia tak benar-benar membiarkan istrinya menjauh. Tak peduli meski di dalam lift itu terdapat CCTV yang mengawasinya. Lagipula, itu hanya CCTV. Apa pedulinya.Eva mendongak, wajahnya hanya beberapa inci dari pria itu. Senyum tipis mengembang di wajahnya. Matanya berbinar, menyimpan rasa terima kasih pada pria di sampingnya. “Kenapa kau tidak cerita padaku kalau kau mengunjungi Mama waktu itu?”Henry menoleh, menatap penuh kasih. “Terlalu fokus denganmu membuatku melupakan banyak hal.”Eva mencubit pelan pinggang Henry. “Kau mulai banyak membual.”Henry meringis, meski cubitan itu sebenarnya tak menyakitinya. “Harusnya kau tidak perlu repot-repot sampai mengganti semua barang di rumah.” “Semuanya sudah tidak layak digunakan. Sudah seharusnya semuanya diganti,” jawab Henry. “Biar Mama bisa

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 234

    Henry berada di ruang tamu, satu tangannya memegang ponsel, sedangkan tangan satunya mengusap dagunya pelan. Siang itu, suasana di rumah tampak tenang. Dia memanfaatkan kesempatan sebelum Eva bangun.Henry menatap layar ponselnya sejenak sebelum menekan tombol hijau. Begitu panggilan terhubung ke pelayan, suaranya begitu tenang, tapi penuh perintah. “Dengar baik-baik,” ucap Henry. “Mulai hari ini, aku ingin semua tempat duduk di rumah–sofa, kursi makan, bahkan kursi di ruang ganti, ganti dengan yang lebih nyaman. Pastikan semuanya empuk dan menopang punggung dengan baik. Khusus ruang tengah dan kamar, tambah bantal sandaran. Kamar mandi juga, beri alas kaki anti-slip.”“Baik, Tuan, kami mengerti,” jawab pelayan di seberang. Tak berhenti sampai di situ, Henry melanjutkan, “Dan soal makanan. Katakan pada Lena. Eva tidak boleh makan sembarangan. Tidak ada lagi makanan kemasan, tinggi gula, tinggi garam atau yang mengandung pengawet.”“Fokuskan makanan sehat, makanan rumah yang hangat

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 233

    Setibanya di rumah, Eva segera melepaskan sepatunya kemudian menaruhnya di rak. Lalu, dia menuju ke ruang tamu, mendudukkan dirinya di atas sofa empuk. Wajahnya masih tampak kelelahan, tetapi tubuhnya sudah lebih baik dibanding sebelumnya. Namun, baru saja dia duduk, suara langkah di belakangnya terus mengikuti. Dia melirik ke samping. Henry duduk di sebelahnya. Alis Eva sedikit berkerut. “Ada apa?”Henry menggeleng. “Aku hanya memastikan kau duduk dengan nyaman.”Eva mengerjap cepat. Dia baru dinyatakan hamil beberapa jam yang lalu, tetapi Henry sudah protektif. Seperti saat perjalanan pulang tadi, Henry selalu meminta sopir taksi untuk memperlambat laju taksinya. Bahkan dia mengomel ketika sopir itu mengerem secara tiba-tiba. Sepanjang perjalanan, Henry menggenggam tangannya, tanpa lepas sedetik pun. Awalnya, dia mengira pria itu tidak menyukai bayi ini, ternyata dugaannya salah. Suaminya begitu antusias, hanya saja, pria itu sulit menunjukkan ekspresinya. “Aku sudah duduk d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status