Home / Rumah Tangga / Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi / Chapter 150 Istriku, Prioritasku

Share

Chapter 150 Istriku, Prioritasku

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2025-03-01 23:08:07

Henry melanjutkan dengan suara datar dan tegas. “Kalau Mama terus berbicara seperti itu, Henry akan menjaga jarak seterusnya! Eva adalah Istriku, dan aku tidak akan membiarkan Mama mengatakan itu lagi padanya!”

Gigi Elise gemertak, mulutnya terkatup rapat. “Jadi kamu lebih memilih dan membelanya?” Suaranya bergetar penuh dengan kemarahan.

Dia pun kembali menatap Eva dengan perasaan semakin membara. “Pasti kau sudah mencuci otak Henry, ’kan?”

Sementara Eva, wajahnya tampak tenang, tidak menunjukkan kemarahan atau tanda-tanda melawan. “Bisa dibilang seperti itu. Aku memiliki terlalu banyak waktu luang untuk melakukannya.”

Dia melirik Henry sebentar, lalu kembali menatap Elise dengan tatapan datar. "Tapi Mama tenang saja, dia masih punya kemampuan untuk berpikir sendiri, walaupun aku tahu itu terlalu sulit dipahami oleh sebagian orang.”

Elise terhenyak, wajahnya memerah karena tersinggung, dan kini kemarahannya semakin meluap.

Henry pun terkejut mendengar jawaban Eva. Dia tak menyangk
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 151

    Henry tiba di penthouse pada waktu senja. Tangannya penuh dengan paper bag besar, dan terlihat jelas tulisan di paper bag itu adalah merk ternama, dan meletakkan semua paper bag di atas meja. Matanya menatap sekeliling, menyadari suasana hening memenuhi ruangan. Tak ada tanda-tanda keberadaan istrinya. Apa dia di dalam kamar? “Di mana Nyonya kalian?” Suara beratnya itu mampu menghentikan pelayan yang tampak sibuk. Pelayan itu berbalik dan segera menjawab, “Tadi Nyonya bilang keluar sebentar, Tuan.” Henry dengan cepat menanggapi, “Ke mana?” “Kami tidak tahu, Tuan,” jawabnya dengan rasa ragu. “Nyonya tidak memberitahu kami.” Suaranya semakin terdengar pelan. Seketika wajah Henry memerah karena marah. “Kenapa kalian membiarkannya, hah?! Kenapa kalian tidak memberitahuku kalau dia keluar?” Pelayan itu sedikit terjingkat karena terkejut dengan bentakan Henry. “Maaf, Tuan.” Henry mengusap wajahnya, lalu mengacak rambutnya dengan gerakan kasar. Pikirannya penuh deng

    Last Updated : 2025-03-02
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 152 Kembali Ragu

    “Samuel?” gumamnya pelan, dengan perasaan campur aduk.Nyonya Rosie mengangguk. “Ya. Dia terlihat baik … tapi ada sesuatu dalam sorot matanya yang sulit kujelaskan.”Jantung Eva berdetak lebih cepat. Sudah sekian lama dia tidak mendengar kabarnya, tapi cukup satu penyebutan namanya saja untuk membuat dadanya terasa sesak dan merasa bersalah. Selama ini, dia selalu berusaha menghubungi pria itu, tapi setiap usahanya hanya berakhir sia-sia. Tak ada balasan atau tanda-tanda bahwa pria itu menghubunginya. Setiap pesan yang dia kirim terasa terabaikan. Apa dia benar-benar menjauhiku?Kenapa dia lakukan itu?“Apa dia mengatakan sesuatu, Nyonya?” Eva bertanya dengan rasa penasaran. Nyonya Rosie memerhatikan wajah Eva yang dipenuhi kekhawatiran. Dia pun tersenyum lembut dan menjawab, “Dia memberitahuku jika operasimu berhasil. Dia juga terlihat senang saat mengatakan itu.”Nyonya Rosie memilih diam, tidak membocorkan pembicaraannya bersama Samuel pada hari itu. Sudah cukup tahu bagaimana k

    Last Updated : 2025-03-03
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 153

    “Aku ingin percaya, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya agar aku bisa percaya denganmu.”Henry menatap Eva dalam-dalam, tak sedikitpun melepaskan pandangannya. Dia menggenggam tangan Eva semakin erat, menyalurkan semua ketulusannya. Dia melangkah satu langkah lebih dekat dengan Eva. Dengan satu tarikan napas, dia pun menjawab, “Apa keberadaanku di sini saat ini tidak cukup?” suaranya terdengar lebih tenang. Tangannya terangkat, menyentuh pipi lembut Eva. “Aku sadar, aku tidak bisa menghapus semua rasa sakit di masa lalu, tapi aku selalu mengusahakan agar tidak menambah luka itu. Tidak apa-apa jika kau belum bisa percaya padaku. Aku tidak memaksamu untuk melakukannya.”Eva terdiam cukup lama, mencoba meresapi kata-kata suaminya. Tak mendapat reaksi dari Eva, perlahan-lahan dia menarik Eva ke dalam pelukannya. Eva terkejut saat merasakan tangan kekar itu tiba-tiba melingkari tubuhnya. Setiap detiknya waktu terasa berhenti. Dia terdiam, tubuhnya mendadak kaku, mulutnya terkunci da

    Last Updated : 2025-03-05
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 154

    Apa aku harus mengatakannya?Mungkin lebih baik tidak!“Apa kejadian di rumah sakit itu memengaruhi mood-mu?” Henry kembali bersuara. “Aku pastikan jika hal itu tidak akan terjadi lagi.” Eva terdiam, tak menjawab ucapan Henry. Hari ini sepertinya memberi dampak cukup besar pada suasana hatinya. Semua yang terjadi membebani pikirannya, membuat mood nya kacau. Pelukan itu akhirnya terlepas. Henry sedikit membungkuk, menyetarakan tinggi badannya dengan Eva. “Sebentar lagi makan malam, aku mandi dulu sebelum kita makan malam.”Eva mengangguk pelan dan membiarkan Henry membersihkan diri. ***Hari demi hari berlalu, hubungan Henry dan Eva semakin membaik. Setelah melewati keraguan dan ketidakpastian yang menguras emosi, mereka akhirnya menemukan kenyamanan dalam kebersamaan. Henry yang sebelumnya sibuk di dunia kantornya, kini semakin giat dalam kelas memasaknya bersama Chef Miles. Dia memilih memperketat jadwal kelas memasaknya, dia berlatih tanpa henti. Demi memasak makanan kesukaan

    Last Updated : 2025-03-06
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    155 Chicken Hot Pie

    Pintu apartemen terbuka, membuat pandangan Eva mengikuti sumber suara. Matanya bertemu dengan mata Henry, dan seketika itu, senyum hangat muncul di wajahnya. Dia bangkit dan mendekat ke arah Henry. “Sudah pulang?” ujar Eva, matanya berbinar-binar. Henry tersenyum, menyelipkan anak rambut Eva ke sela telinganya. Mata Eva fokus pada kotak yang ada di tangan suaminya. “Apa lagi yang kau bawa kali ini? Apa kau membiarkan rumah ini menjadi toko dadakan?” “Aku bawa sesuatu untukmu,” jawabnya dengan perasaan bahagia. Dengan wajah penasaran dia bertanya, “Apa itu?” Henry menuntun Eva ke meja makan, dan mengeluarkan hidangan khusus di dalamnya, chicken hot pie.Mata Eva berbinar. Dia tahu betul bahwa suaminya yang sering kali bersikap keras dan arogan, bukan tipe orang yang menunjukkan kelembutan dengan mudah. Bahkan, untuk melakukan sesuatu sesederhana ini, pasti ada usaha yang besar di baliknya.“Kau membelinya untukku?” tanyanya, dengan nada antusias. Henry tersenyum saat melihat w

    Last Updated : 2025-03-08
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 156 Liburan Eksklusif?

    Henry tersenyum tipis, jari-jarinya mengetuk meja pelan. "Ya, Tuan Lawson ternyata sudah menjadwalkan liburan eksklusif ke Swiss untuk kita semua. Lusa kita berangkat."Eva membelalakkan mata, meletakkan sendoknya ke piring dengan pelan. "Tunggu! Liburan eksklusif? Ke Swiss? Lusa?"Henry mengangguk tenang, seolah kabar ini bukan sesuatu yang mengejutkan. "Benar. Dia sudah mengatur semuanya, penerbangan, penginapan mewah di pegunungan, dan berbagai aktivitas. Katanya, istrinya sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu.” “Istrinya?” Jantungnya tiba-tiba berdetak kencang. Sebelumnya, dia tak pernah berinteraksi dengan teman ataupun istri dari kolega suaminya. Tangannya mendadak dingin, merasakan gugup. Henry memerhatikan perubahan ekspresi Eva. Dia tahu bahwa istrinya tengah dilanda kegugupan. “Tidak perlu gugup. Yang aku dengar, Istri Tuan Lawson orang yang ramah. Jadi gunakan waktu itu untuk berteman sekaligus liburan. Jangan membuatnya menjadi beban.”Kata-kata Henry terdengar menen

    Last Updated : 2025-03-09
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 157

    Besok adalah hari keberangkatan oleh Eva dan Henry ke Swiss, sesuai dengan kesepakatan. Momen itu akan dia gunakan untuk beristirahat dari padatnya jadwal kerjanya. Eva tengah sibuk mengatur barang-barangnya di kamar, mengatur pakaian, dan memeriksa tiket pesawat. Sementara itu, Henry yang ada di sana dengan gaya santainya duduk di atas tempat tidur sambil memainkan ponsel. Sesekali dia melirik ke arah Eva, yang tampak sedikit repot dengan tumpukan koper dan barang-barang yang belum tertata rapi. “Henry, bisa bantu aku menata sisanya?” Eva bersuara dengan tangan yang masih sibuk memilih baju untuk dia kenakan selama di Swiss. Ini pertama kalinya dia berlibur ke negara lain, apalagi liburan ini bersama dengan kolega suaminya. Dia hanya ingin menyiapkan semuanya dengan baik, dan menyesuaikan diri dengan mereka. “Untuk apa kau repot-repot dengan semua baju-baju itu?” Akhirnya Henry bersuara. Henry menoleh tanpa terburu-buru, lalu berdiri dan mendekati Eva dengan langkah yang santai.

    Last Updated : 2025-03-14
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 158

    Klik! Henry menutup pintu pintu kamarnya kemudian berjalan menuju balkon kamarnya. Dia membiarkan dinginnya angin malam menerpa wajahnya. Keramaian kota itu sama seperti pikirannya saat ini. Dia mendongakkan wajah ke atas sambil menghela napas panjang. Pikirannya berputar dan berkecamuk dengan berbagai pertanyaan. Meski hubungan dirinya bersama Eva telah membaik, tetapi ada sesuatu yang berbeda. Dia merasa ada jarak yang sekaan-akan Eva masih menjaga batasan dengannya. Biasanya, dia tidak pernah memikirkan hal-hal seperti ini. Dia lebih memilih menyibukkan dirinya, menenggelamkan dalam pekerjaan yang membludak. Hari-harinya terasa ada tembok tipis antara dia dan Eva, meski mereka banyak berkomunikasi. Bahkan ketika mereka berdua duduk berdampingan, Henry merasa seolah mereka terpisah oleh jarak yang tak terlihat. “Apa kau begitu sulit percaya denganku?” gumamnya pelan pada diri sendiri. Dia merasa terasingkan di rumahnya sendiri. Perasaan itu tidak bisa dihentikan

    Last Updated : 2025-03-15

Latest chapter

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 190

    Ryan meringis, lalu menjawab, “Tuan … apakah Anda tahu berapa banyak laporan yang saya kerjakan saat Anda liburan?”Henry menatapnya datar. “Itukan memang tugasmu sebagai Asisten,” jawabnya santai dan bodo amat. “Berarti saya tidak bermalas-malasan, Tuan ….” Ryan menjawab dengan suara merendah. “Kalau tidak malas, kenapa dokumen ini masih menumpuk di mejaku?” Henry ngotot menyalahkannya.Ahirnya Ryan terdiam sejanak, meratapi nasibnya. Dalam lubuk hatinya, dia bertanya-tanya, kenapa hari ini Henry begitu menyebalkan? Biasanya, bosnya itu biasa saja mengatasi semua dokumen itu dan asik tenggelam dalam pekerjaannya. Namun, kenapa hari ini berbeda sekali? Dia seperti serba salah di mata Henry. Pasti gara-gara tadi pagi aku menerornya!Tapi, itukan karena Nyonya Besar. Kenapa tidak marah saja padanya? “Baiklah, maafkan saya, Tuan,” katanya pasrah.Tak ada yang menang berdebat dengan Henry. Henry menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Matanya melirik ke arah ponselnya yang ada di s

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 189

    “Kurang ajar sekali mereka mengganggu waktuku!” gerutunya, di selah-selah memasang dasinya. Waktu paginya yang indah itu terganggu, semua orang menghubunginya dengan hal-hal yang tidak penting menurutnya. Dia merasa belum puas menghabiskan waktu bersama Eva.Benar-benar menyebalkan!Eva mendekat, mengambil alih untuk mengikat dasinya. “Mungkin ada hal yang benar-benar mendesak,” katanya dengan suara menenangkan. Pandangan matanya turun menatap Eva. Dia meletakkan tangannya di pinggang istrinya dengan nyaman. Hanya butuh satu menit dasi itu terpasang dengan rapi. Eva mendongak, matanya bertemu mata gelap Henry. “Jangan terlalu keras pada dirimu, kau baru saja sembuh,” katanya penuh perhatian. Henry menarik napas panjang. “Kau tidak mau menahanku?”Eva memandangnya malas. Pria ini mulai bersikap dramatis. “Untuk apa?”Seketika Henry memasang wajah serius. “Kau benar-benar tidak peka dengan keadaan.”Eva mengedipkan matanya cepat. “Memangnya apa yang harus kulakukan?” Wajah Henry s

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 188

    Pagi menyapa dengan cahaya lembut menyusup dari celah gorden. Henry dan Eva masih tertidur pulas. Kehangatan masih terasa di antara mereka, sisa dari kebersamaan yang baru saja terjadi semalam. Eva membuka matanya perlahan, mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya dia benar-benar terbangun. Kedua matanya mencerna suasana kamar yang begitu asing. Di mana ini?Dia belum sepenuhnya sadar. Hingga dia merasakan tangan kekar memeluk tubuhnya. Dia menoleh. Di sampingnya, Henry masih tertidur pulas. Deru napasnya terdengar begitu teratur. Henry? Butuh tiga detik untuk mencerna hingga dia benar-benar sadar dengan kejadian semalam. Dia mengangkat selimut dan melihat ke dalamnya. Rona merah mulai terlihat di pipinya. Dia malu, dan segera menarik selimut untuk membungkus kepalanya. Pergerakannya itu membuat Henry terbangun. Mata Henry masih setengah terpejam, ekspresi khas seseorang yang baru saja terbangun. Dengan mata setengah terbuka itu, dia bisa melihat gundukan selimut di depannya.

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 187

    Dengan satu gerakan cepat, Henry mengangkat tubuh Eva, merasakan betapa ringannya tubuh itu dalam dekapannya. Eva begitu terkejut ketika tubuhnya terangkat begitu saja. Matanya menatap Henry dengan penuh kebingungan. “Apa yang sedang kau lakukan?” “Yang kulakukan …?” Henry tersenyum penuh makna. Tanpa menjawab lagi, dia membawanya menuju tempat tidur. Henry membaringkan tubuh Eva perlahan. Eva merasakan jantungnya mulai berdetak lebih kencang saat ini. Suasana hening sejenak sebelum akhirnya Henry meraup bibir Eva. Awalnya ragu-ragu, tapi semakin lama, semakin dalam dan penuh hasrat. Tindakan itu begitu cepat. Eva yang sedikit terkejut kini memejamkan kedua matanya, merasakan gelombang hasrat yang Henry ciptakan. Kali ini, Henry seperti tidak memberikan ruang lagi untuk mereka berjarak. Kemudian, bibirnya turun perlahan menyentuh leher Eva.Eva bisa merasakan hembusan napas berat menyentuh kulitnya. Dia mencoba mendorong tubuh Henry, tetapi, Henry menarik tangannya ke atas kep

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 186

    Eva membalas dengan tatapan bingung. “Kenapa? Apa kau perlu sesuatu?”Henry hanya diam, dan tatapan mata yang masih tertuju pada Eva.Dia kenapa? Apa ada yang salah?Eva berdehem pelan. “Aku ambilkan makan malam untukmu.” Dia bersiap untuk bangkit dari duduknya.Namun, dengan gerakan cepat, Henry menariknya, membuatnya terduduk kembali. Akan tetapi, kali ini ia terduduk di pangkuan Henry. Saat itu, jantungnya berdetak lebih kencang, antara rasa terkejut dan tatapan dalam suaminya padanya. “Kenapa kau buru-buru sekali?” Suaranya pelan dan sedikit serak. “Aku hanya ingin mengambilkan makanan untukmu.” Eva sedikit gugup dan mengalihkan pandangannya lurus ke depan. “Jangan seperti ini. Tidak enak jika pelayan melihatnya.” Dia berusaha bangkit, tapi tangan Henry menekan pinggangnya, memaksanya untuk tetap tinggal. “Memangnya kenapa jika mereka melihat?” jawabnya dengan acuh tak acuh. “Mereka tahu kalau kau Istriku.” Eva menoleh.Pria ini memang benar-benar keras kepala dan tidak ped

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 185

    “Ayolah … tidak ada yang salah jika kita melakukannya. Kenapa wajahmu seperti itu? Kau bahkan sering menuntut lebih,” ucapnya dengan penuh percaya diri.Tatapan mata Eva menjadi tajam. Pria ini benar-benar tidak punya malu dan terlalu percaya diri!Pintar sekali membalikkan fakta!“Racun itu bersarang di perutmu, tapi kenapa jadi otakmu yang bermasalah?” Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulut Eva. Ekspresinya yang datar dan tanpa emosi itu membuat setiap kata yang diucapkan terdengar lebih tajam dan menusuk. Henry tidak mau kalah. Dia terus melayangkan serangannya menggoda Eva. “Aku hanya bicara sesuai fakta.” Eva membantah cepat, “Tapi fakta yang kau katakan justru sebaliknya.” “Coba katakan di mana kebohongannya? Setiap kau membalas, aku selalu kuwalahan.” Eva terdiam. Melihat wajah dan senyum nakal Henry itu membuatnya semakin jengkel. Rasanya dia ingin keluar dan mengambil sesuatu untuk memukul kepalanya yang sedang bermasalah. Dasar pria mesum!“Aku rasa, racun itu

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 184

    Dua hari kemudian.Lawson menutup teleponnya, lalu mengambil mantel panjangnya dengan tergesa-gesa. Sophia mendekat, memasang wajah penasaran. “Papa mau ke mana? Ada kabar apa?”Gerakannya saat memakai mantel tampak terburu-buru. “Papa mau ke Dermaga. Kepala Koki menjadi tersangka dari insiden kemarin.”“Kepala Koki?” Mata Sophia terbelalak lebar. “Papa pergi dulu, ya.”“Mama ikut!” Sophia menyambar tas, kemudian berlari mengejar langkah suaminya. ****Dermaga. Di tengah suasana tegang, kepala koki itu terlihat berlutut, dengan suara gemetar. Dia menahan tangis, dan memohon ampunan di depan orang-orang yang berjejer penuh kekuasaan, memandang ke atas dengan tatapan penuh harap. “Saya berani bersumpah, saya tidak pernah melakukannya.” Salah satu tim keamanan itu menjawab dengan penuh otoriter, “Simpan semua jawabanmu itu, kita tunggu Tuan Lawson datang.” Kepala koki memegang ujung bajunya dengan tangan gemetar, dia terus memohon, tetapi tak ada seorang pun yang bergeming, maupun

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 183

    “Itu ….” Dengan sekuat tenaga, Henry mengangkat kepala, mendekat, lalu menempelkan bibirnya di atas bibir Eva, memberikan ciuman yang lembut tanpa terburu-buru atau memaksa. Dia memberikan jeda satu detik. Namun, detik berikutnya dia sedikit menekan kepala Eva.Ciuman yang semula lembut itu perlahan semakin dalam. Eva yang mencoba mengimbangi irama Henry itu kini dibuat kuwalahan. Tangannya bergerak, mencengkeram baju yang dikenakan oleh Henry. Suasana di antara mereka semakin memanas, bukan sekedar hasrat, tetapi seperti pengakuan diam-diam tentang rindu yang tertahan, luka yang perlahan sembuh dalam pelukan. Ruangan itu hanya berisi helaan napas yang mulai tak beraturan, dan ciuman itu masih terus berlanjut, menghapus batas logika di antara keduanya. Henry melupakan kondisinya. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah, menciptakan momen bersama istrinya. Dia menginginkan lebih. Ciuman itu bergerak perlahan ke leher Eva. Namun, tidak lama ciumannya terhenti karena Eva menarik

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 182

    “Kenapa kau menempatkan Istrimu seperti seorang Penjahat yang tidak memiliki hati?” Eva melayangkan protesnya cepat. Henry terkekeh pelan, sedikit terhibur. Entah kenapa hati istrinya begitu sensitif sekarang. “Memeluk Istriku sendiri membuatku harus memohon. Aku heran, dunia apa yang sebenarnya kita jalani saat ini?” Henry menjawab dengan sindiran khasnya. “Kau benar-benar membiarkan Suamimu memohon?” Dia tak mau menghentikannya.Eva masih berpikir. Saat ini mereka di rumah sakit, bagaimana jika seseorang melihatnya? Pasti sangat memalukan. Henry memandang wajahnya dengan tatapan sayu. Dia tahu apa yang ada di pikiran istrinya. Dia mendengus. Sementara Eva menggigit bibir bawahnya, apakah dia harus menuruti permintaan Henry? Bagaimana jika ada yang tiba-tiba masuk? Henry masih menatapnya dengan raut sedikit cemberut, menunggu bagaimana reaksi Eva. “Sudahlah. Sebaiknya aku kembali tidur,” katanya dengan sedikit tidak suka dan pasrah. Henry mengembalikan posisi kepalanya menja

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status