Share

Chapter 228

Penulis: Sya Reefah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-23 23:57:44

Eva duduk di teras rumah dengan lutut dirapatkan, dan kedua tangannya menempel di atasnya. Udara malam cukup dingin, tetapi tidak menusuk. Namun mampu membuat siapa saja ingin mengenakan jaket tipis atau duduk di dekat perapian.

Sedari tadi, matanya memandangi hamparan langit malam yang gelap dan luas. Karena minim pulosi dan cahaya, langit Hudson jauh lebih bersih. Bintang-bintang terlihat jelas—berkelap-kelip di sela awan tipis yang melintas perlahan.

Suara kota yang biasa dia dengar kini berganti dengan suara serangga, burung malam, dan gesekan angin di pepohonan. Sesekali terdengar suara mobil melintas dari kejauhan.

Eva menarik napas, menikmati suasana sunyi yang tidak bisa dia temukan di kota.

Dari belakang, terdengar suara langkah pelan yang mendekat. Tanpa menoleh pun, Eva tahu siapa yang datang.

“Kenapa tidak memakai pakaian hangatmu?” Henry duduk di sebelah Eva sambil menyerahkan cokelat panas di tangannya. “Minumlah selagi masih hangat.”

Eva menoleh, mengambil cangkir it
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 232

    Matahari menggantung tinggi di atas kota Hudson, menyinari jalanan Hudson dengan terik. Langit tampak cerah—berwarna biru dan dihiasi awan putih tipis bergerak perlahan. Udara dipenuhi aroma daging asap, roti panggang bercampur wangi kopi dari kafe di sepanjang Warren Street. Henry dan Eva berjalan berdampingan di trotoar batu yang ramai dengan pejalan kaki. Suara sepatu di atas trotoar terdengar jelas saling beradu. Meski suasana terik, semilir angin membuat jalan-jalan terasa menyenangkan. Di sisi kanan jalan, aroma daging asap menguar dari sebuah food truck yang antriannya membentuk seperti ular. Henry sempat memandanginya dan beralih memandang Eva, dia sangat tahu istrinya menyukai makanan kaki lima.Langkah mereka terhenti. Tiba-tiba saja, Eva menutup hidungnya, wajahnya memucat. “Kau tidak apa-apa?” tanya Henry cemas, memegang kedua lengan Eva. Eva menggeleng cepat, tapi cepat-cepat dia berjongkok menahan perutnya di bagian atas. “Baunya terlalu menyengat,” katanya, menel

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 231

    Beberapa detik Julia berdiri di ambang pintu, matanya menyisir setiap sudut ruangan. Tidak ada Henry? Di mana dia?Dia kembali memandang Ryan dengan tatapan tidak suka, rasa muaknya yang sudah lama terpendam kini kembali muncul ke permukaan. Dia sungguh membenci pria sok berkuasa itu.Tak peduli siapa pun itu, Julia melangkah masuk dengan cepat. Saat di depan meja, kedua tangannya mendarat dengan sedikit keras. “Di mana, Henry?” Julia bertanya tanpa rasa malu.Ryan menatapnya dengan sorot menantang. Wanita ini benar-benar tidak ada rasa sopan santun dan malunya. “Ini di lingkungan kantor, Nona Julia. Bersikaplah lebih sopan,” kata Ryan, memberitahu. Ryan menyandarkan punggungnya lalu melipat tangannya di depan dada. “Untuk apa mencari Tuan Henry?”“Aku ingin mengatakan sesuatu padanya!”“Tuan Henry cuti untuk beberapa hari. Katakan saja padaku apa yang ingin disampaikan.”Kepalanya terasa mendidih. Tangannya mengepal di bawah meja begitu mendengar Henry cuti. Pria itu pasti seda

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 230

    Henry dan Eva menuntun sepeda mereka menyusuri jalanan kecil membelah padang rumput. Jalanan dipenuhi kerikil halus dan diapit pepohonan yang menjulang tinggi di kejauhan. Burung-burung berkicauan di dahan pohon, mengisi pagi tenang yang tidak pernah mereka temukan di kota. Eva naik lebih dulu ke sepeda nya, mengayuh pelan sampai keseimbangannya terjaga. Sementara Henry masih menuntun sepeda nya sambil berpikir, bagaimana caranya menaiki sepeda ini?Eva menoleh ke belakang. “Ayo kejar Kau bisa, ‘kan?” tanyanya, dengan nada sedikit menggoda. Henry memandangi sepeda itu seperti musuh bebuyutannya. “Harusnya bisa,” jawab Henry pelan. Dia menarik napas dalam-dalam lalu menaiki sedel. “Baiklah … mari kita buktikan.”Butuh beberapa detik dia menyesuaikan sebelum akhirnya dia berhasil mengayuh, meski awalnya kehilangan keseimbangan. Eva yang sudah lebih mengayuh di depan menoleh kebelakang, tertawa melihatnya kehilangan keseimbangan. “Jangan tertawa dulu,” katanya, sambil menahan k

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 229

    Pagi itu, matahari mulai terbit perlahan di balik pepohonan. Meski begitu, udara kota Hudson masih terasa sejuk, belum sepenuhnya hangat. Henry tampak membuka matanya lebih dulu. Kepalanya sedikit miring, memerhatikan Eva yang memunggunginya dan masih terlelap. Suasana tenang di kota itu berhasil memperbaiki mood Eva. Terlihat jelas istrinya begitu lelap. Biasanya, Eva akan bangun lebih dulu darinya lalu menyibukkan diri menyiapkan semua keperluannya sebelum ke kantor. Henry sedikit terbangun, dan satu tangannya dia gunakan untuk menumpu kepalanya. Bibirnya membentuk senyuman yang menawan. Satu tangannya lagi melingkar di pinggang Eva kemudian mengelus perutnya perlahan. Senyum itu perlahan memudar. Sesuatu tiba-tiba muncul di dalam pikirannya. Seorang bayi. Entah mengapa, tiba-tiba saja muncul keinginan memiliki bayi dari Eva. Namun, itu tidak buruk, ‘kan? Lagipula, mereka sudah lama menikah. Sudah sewajarnya dia memiliki pemikiran seorang bayi.Dia membayangkan dirinya menggen

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 228

    Eva duduk di teras rumah dengan lutut dirapatkan, dan kedua tangannya menempel di atasnya. Udara malam cukup dingin, tetapi tidak menusuk. Namun mampu membuat siapa saja ingin mengenakan jaket tipis atau duduk di dekat perapian.Sedari tadi, matanya memandangi hamparan langit malam yang gelap dan luas. Karena minim pulosi dan cahaya, langit Hudson jauh lebih bersih. Bintang-bintang terlihat jelas—berkelap-kelip di sela awan tipis yang melintas perlahan.Suara kota yang biasa dia dengar kini berganti dengan suara serangga, burung malam, dan gesekan angin di pepohonan. Sesekali terdengar suara mobil melintas dari kejauhan. Eva menarik napas, menikmati suasana sunyi yang tidak bisa dia temukan di kota. Dari belakang, terdengar suara langkah pelan yang mendekat. Tanpa menoleh pun, Eva tahu siapa yang datang. “Kenapa tidak memakai pakaian hangatmu?” Henry duduk di sebelah Eva sambil menyerahkan cokelat panas di tangannya. “Minumlah selagi masih hangat.”Eva menoleh, mengambil cangkir it

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 227

    Mobil Henry mulai memasuki daerah Hudson. Jalanan mulai menyempit—dari aspal yang besar, kini menjadi jalan dua jalur dengan tepian rumput tampak terawat. Pohon-pohon tinggi berjajar di sisi kanan dan kiri jalan, sebagian daunnya mulai berubah warna, meski musim gugur benar-benar belum di mulai. Rumah-rumah kecil mulai terlihat dari kejauhan—jaraknya berjauhan—memiliki halaman luas dan pagar kayu sederhana. Beberapa warga lokal berjalan kaki, saling menyapa satu sama lain. Eva membuka jendela mobil, sedikit mengeluarkan wajahnya. Udara sejuk menghantam wajahnya dengan lembut. Tak ada bau kota, hanya aroma tanah dan daun yang basah tercium samar. Suasana terasa tenang, berbanding terbalik di Manhattan. Tidak ada sirine, tidak klakson. Hanya suara angin dan beberapa mobil yang melaju pelan. Tindakan Eva menarik perhatian Henry. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya–tak ada larangan, hanya senyum tipis yang muncul di wajahnya. Matanya menangkap tindakan Eva sedang menikmati udar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status