'Aska adalah anak mereka berdua.' Mendengar kalimat itu Amanda seketika tergugu, tangan kanannya gemetar saking terkejutnya.
Dia pikir pengkhianatan ini baru terjadi selama 2 tahun terakhir, tapi ternyata sudah sejak 6 tahun lalu. Bahkan usia Aska sama dengan sang anak, yaitu 5 tahun. Tangannya terkepal, namun dia coba untuk mengendalikan emosi, tak ingin terlihat semakin hancur. Bodohnya dia tak pernah menyadari bahwa anak itupun darah daging sang suami. Tidak hanya satu, namun keluarga ini telah begitu banyak mengkhianati dirinya. Bukan hanya sang suami, namun mama mertua beserta adik iparnya pun terlibat dalam penghianatan tersebut. "Kita harus bicara, Amanda. Ayo pergi," ucap Evan, dia segera menarik sang istri untuk meninggalkan ruang tengah. Dalam keadaan seperti ini mereka hanya perlu bicara berdua. Evan tak ingin Amanda semakin berpikir terlalu jauh. Karena nyatanya ini semua tak seperti yang Amanda kira. Di dalam hidup Evan, Seria hanyalah untuk bersenang-senang sementara cintanya tetap utuh untuk sang istri. Dan Amanda yang yang tengah begitu terpuruk akhirnya hanya mampu pasrah saat tubuhnya ditarik. Pada akhirnya mereka berdua masuk ke dalam kamar. Tiba di sana Amanda baru tersadar bahwa pria ini begitu menjijikkan, jadi dia menarik tangannya sampai terlepas dari tangan Evan. "Apa yang mau kamu jelaskan?" tanya Amanda, rasanya tidak sudi lagi untuk memanggil pria ini dengan sebutan Mas. "Kita menikah karena perjodohan, Aku butuh waktu untuk menerima kamu dan di saat itu Seria juga merayuku. Kamu ingat betul dulu aku adalah pria yang hanya tahu caranya bersenang-senang, sampai akhirnya Aska hadir tanpa rencana," jelas Evan. "Sudah, saat itu hubungan kami berakhir. Kita saling mencintai dan juga memiliki anak, tapi setelah anak kita meninggal hubungan kita kembali merenggang dan saat itu Seria kembali masuk. Tapi sungguh Amanda, sedikitpun aku tidak berniat menikahinya. Hanya kamu istriku satu-satunya," timpal Evan lagi. Memang inilah yang dia rasakan tentang hidupnya. Tentang Amanda dan juga Seria. Mendengar semua penjelasan itu Amanda mengusap wajahnya frustasi, pikirannya benar-benar buntu. Tak mampu mengambil keputusan apapun. Dengan tubuh sempoyongan Amanda berjalan menuju ranjangnya sendiri. "Fakta ini tidak akan mengubah apapun Manda, aku tidak akan menikahi Seria. Kamu tetap istriku satu-satunya, dan tentang Aska biar sepenuhnya jadi urusan Seria." "Cukup, Mas. Aku mohon tinggalkan aku sendiri," pinta Amanda dengan suara yang terdengar begitu lirih. "Baiklah, aku akan keluar. Beristirahatlah sebanyak yang kamu mau. Panggil aku jika butuh apapun," balas Evan, masih begitu penuh perhatian yang dia berikan. Dengan langkah kaki berat akhirnya Evan meninggalkan kamar tersebut. Berharap setelah mendapatkan ketenangannya, Amanda bisa berpikir dengan jernih. Bahwa pernikahan mereka tak akan rusak hanya karena Seria. Evan justru berharap setelah ini Amanda akan mulai memperbaiki hidupnya sendiri, keluar dari keterpurukan pasca anak mereka meninggal. Sudah saatnya mereka memulai semuanya dari awal, berusaha kembali mendapatkan penerus yang sesungguhnya untuk keluarga Sanjaya. Saat mendengar suara pintu kamar tertutup, Amanda memejamkan mata dan jatuhlah air matanya. Bingung harus melakukan apa? semakin merasa bahwa di dunia ini dia hanya hidup sebatang kara. Namun dibandingkan rasa kecewa kini amarah justru yang lebih menguasai jiwanya. Setelah semua hal yang dia lakukan untuk keluarga ini, nyatanya ketulusannya tak pernah dihargai. Pergi justru hanya akan membuat orang-orang itu tertawa di atas penderitaannya. "Tidak, aku tidak akan pergi. Aku akan tetap berada di rumah ini," gumam Amanda dengan penuh keyakinan. Bicara dengan tubuh yang gemetar, menggigil kedinginan. Amanda sebenarnya tak bisa terlelap, namun dia memaksakan diri untuk tertidur. Memaksakan diri untuk mengistirahatkan tubuhnya yang telah remuk. Tak ingin semakin hancur karena keadaan ini. Tak ingin hancur sendirian. Sampai entah di menit keberapa akhirnya Amanda benar-benar terlelap. Seolah semua yang terjadi hanya seperti mimpi. Sampai jam 4 sore Amanda masih jauh belum keluar dari dalam kamarnya, Evan pun tak berani menganggu istirahat sang istri. Sementara Seria adalah yang paling gusar saat menunggu. "Kenapa mbak Amanda lama sekali, Ma? Kira-kira keputusan apa yang akan dia ambil?" tanya Seria. "Dia pasti ingin berpisah dengan Evan," balas mama Geni dengan sangat yakin. Mereka berdua duduk di ruang tengah. Evan mengurung diri di ruang kerjanya, sementara Evelyn pergi menemui teman-temannya. "Permisi Nona, nyonya Amanda memanggil Anda untuk datang ke kamar beliau," ucap seorang pelayan yang datang ke sana. Deg! Seria tentu sangat terkejut, takut juga jika harus menghadapi Amanda seorang diri. "Bagaimana ini, Ma?" tanya Seria yang ketakutan. "Temui saja, tidak perlu merasa takut, sebab sekarang kamu memiliki Aska yang akan jadi pewaris keluarga Sanjaya," balas mama Geni, kalimat yang membuat Seria kembali mendapatkan kepercayaan dirinya. Ya, sekarang posisi Seria telah berada di atas wanita itu. Amanda yang tidak memiliki keturunan. Tanpa merasa takut sedikitpun, akhirnya Seria mendatang kamar Amanda. Pintu telah terbuka jadi di bisa masuk sesukanya. "Duduklah," titah Amanda. Sungguh, Seria tak menyukai sikap angkuh tersebut. Bahkan penampilan Amanda sore ini nampak baik-baik saja, tak ada sedikitpun gelagat jika sedang mengalami frustasi. Padahal suaminya baru saja berkhianat. "Apa rencana mbak Amanda selanjutnya? Kapan akan mengajukan perceraian dengan mas Evan?" tanya Seria setelah dia duduk di hadapan wanita tersebut. Amanda tersenyum kecil, "Apa? Perceraian? memangnya siapa yang mau bercerai?" balas Amanda. Dahi Seria sampai berkerut saat mendengar hal tersebut, menandakan bahwa dia tak suka saat mendengarnya. "Jadi Mbak Amanda tidak berniat untuk cerai dengan mas Evan? kami sudah memiliki anak Mbak!" "Berhenti memanggilku Mbak, ingat dimana posisimu. Kamu hanyalah wanita simpanan suamiku, jadi tetap panggil aku dengan sebutan Nyonya," balas Amanda dengan suaranya yang penuh intimidasinya, juga tatapan tajam seperti elang. Seria terdiam dan makin membisu saat mendengar Amanda kembali bicara. "Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikan suamiku, seumur hidup kamu akan tetap jadi jalangnya.""Kamu serius akan datang?" tanya Kaginda setelah Amanda mengakhiri panggilan teleponnya dengan sang mertua."Hem, konferensi pers akan diadakan malam nanti. Sekarang aku masih bisa bekerja, jadi tidak menganggu waktuku," balas Amanda, lalu tersenyum seperti biasa.Kaginda seperti melihat jika sekarang Amanda memiliki dua kepribadian, satu Amanda yang dia kenal selama ini sementara satu sisi Amanda yang penuh dengan dendam."Aku akan mendampingi mu," ucap Kaginda lalu menghela nafasnya dengan kasar."Tidak apa-apa, datanglah saat pukul 7 malam di Sanjaya Group. Kita bertemu di sana," jawab Amanda dan Kaginda menganggukkan kepalanya setuju.Kaginda juga bangkit berdiri siap pergi dari sana, namun sebelum benar-benar pergi dia kembali menatap Amanda dengan intens. Memastikan sekali lagi benarkah Amanda baik-baik saja. Benarkah semua luka itu telah sembuh, karena pengkhianatan keluarganya tak main-main."Aku baik-baik saja, berhenti menatapku dengan tatapan mengasihani seperti itu," ucap
"Amanda," panggil Kaginda yang tiba-tiba masuk ke dalam ruang kerja.Luna yang awalnya tengah berbincang dengan atasannya itu pun sontak mundur, berniat keluar dan meninggalkan dua wanita ini."Ada apa? kenapa mendadak datang ke sini?" tanya Amanda pula, menatap bingung atas kedatangan sahabatnya tersebut. Biasanya mereka selalu membuat janji temu lebih dulu sebelum ada pertemuan. Tapi kini secara mendadak Kaginda muncul di hadapannya."Ada apa? katamu ada apa? Astaga," Kaginda sampai kehabisan kata-kata. "Aku bahkan sangat sulit untuk masuk ke sini tadi, di depan sana banyak wartawan yang mengerubungi Yayasan," jelas Kaginda kemudian, raut wajahnya nampak cemas.Menatap Amanda dengan begitu intens, menelisik kesedihan macam apa yang dirasakan oleh sang sahabat. Hancur yang mungkin sampai membuatnya sesak untuk bernafas.Sementara Luna telah benar-benar keluar dari ruangan ini, Kaginda berdiri di depan meja kerja Amanda. Dan malah melihat Amanda yang masih sibuk dengan semua pekerjaan
"Seria! Keluar kamu!" pekik mama Geni, dia juga langsung masuk semakin dalam ke rumah tersebut tanpa memerlukan izin. Sampai akhirnya mama Geni melihat Seria yang berdiri di ruang tengah rumah ini.Tatapan mereka saling terkunci, seperti tak ada yang ingin mengalah dalam perselisihan ini. Meski semuanya nampak kacau bagi Seria, namun dia tak ingin mengaku salah. Apalagi sampai menundukkan kepalanya untuk meminta maaf.Tidak, Seria tidak akan pernah melakukan itu. Sebab baginya ini semua sudah benar.Saat itu bertepatan dengan mama Seria yang juga mendatangi ruang tengah kerena mendengar keributan."Dasar wanita tidak tahu diri! Berani-beraninya kamu mempermalukan Evan!" bentak mama Geni, suaranya yang menggelegar bergema di dalam rumah tersebut. Mama Geni maju dengan cepat dan menjambak rambut Seria."Hentikan Geni! jangan sakiti anakku!" ucap mama Seria, dia juga berusaha keras melepaskan perkelahian, menarik Geni agar melepaskan jambakannya sampai akhirnya Seria yang terlempar ke s
Evan sudah lebih dulu memutus sambungan telepon tersebut karena dia tak ingin kembali mendengar bantahan dari sang mama. Sejak beberapa waktu lalu dia memang sudah memutuskan untuk tidak mengikutsertakan sang mama dalam tiap keputusan yang akan dia ambil.Di masa lalu, Evan telah begitu patuh pada mama Geni. Semua hal yang diperintahkan oleh mamanya pasti dia teruti. Evan tak pernah berpikir panjang, asal sang mama yang memberinya perintah pasti akan dia lakukan.Tapi sekarang dia tidak ingin hidup seperti itu lagi, terlebih setelah menyadari bahwa semua hal yang dilakukan oleh Mama Geni selama ini adalah salah.Demi memperbaiki hidupnya yang sudah hancur, Evan akan memilih jalan yang baginya sendiri adalah yang terbaik.Hari ini Evan memutuskan untuk tetap datang ke perusahaan di tengah-tengah kondisi yang semakin memanas. Namun dia masih memilih untuk diam, tidak mengeluarkan satu katapun sebagai pembelaan."Tuan, beberapa klien membatalkan kerjasama karena skandal ini. Apa yang har
Saat pagi menjelang Evan masih juga belum mampu terpejam. Dia tetap duduk di sofa kamarnya dan melihat sang istri mulai bersiap untuk pergi bekerja.Evan sampai melupakan tentang keberadaan Aska di rumah ini, pikirannya benar-benar buntu. Dia sampai tak berani membuka ponselnya sendiri."Sayang," panggil Evan lirih saat Amanda mulai duduk di meja riasnya."Semalaman Mas tidak tidur?" tanya Amanda pula, berlagak seolah tidak tahu apapun. Tapi siapa yang peduli, dulu pun Amanda berusaha sembuh sendiri dari semua trauma."Bagaimana bisa aku tidur, pagi ini pemberitaan pasti semakin menjadi-jadi. Bisakah kamu membantah berita itu lagi?" tanya Evan, berpikir bahwa ini adalah satu-satunya cara agar dia bisa terbebas dari jeratan Seria."Mas, sekarang aku tidak mau ikut campur lagi. Kamu yang memulai untuk memiliki hubungan dengan Seria, jadi sekarang selesaikanlah semaunya sendiri," balas Amanda dengan kalimat yang terdengar begitu tegas.Sorot matanya tak mampu diajak untuk bernegosiasi.
Evelyn yang sejak tadi menguping semua kejadian dan pembicaraan sampai gemetar sendiri dibuatnya. Sebab Seria benar-benar mengirimkan bukti perselingkuhannya dan mas Evan ke sebuah media.Bingung apa yang harus dilakukannya juga, akhirnya Evelyn reflek masuk ke dalam kamar sang kakak."Mbak Amanda, aku mohon bantu mas Evan," pinta Evelyn setelah berhasil berdiri di hadapan sang kakak ipar. Mulai merasa bahwa Seria lah parasit yang sesungguhnya di keluarga Sanjaya.Wanita itu tidak menghasilkan apapun kecuali, Aska. Tapi bermimpi bisa jadi bagian dari keluarga ini."Kamu ingin lihat apa yang dikirim Seria pada Dream Media? lihatlah," balas Amanda, dia memutar laptopnya dan diarahkan pada sang adik ipar.Mulut Evelyn ternganga, lalu dengan cepat dia tutup menggunakan kedua tangan. Bagaimana bisa Seria menyebar foto yang begitu intim."Tersebar atau tidak, pihak Dream Media sudah melihat foto-foto ini. Pasti sudah melakukan pemeriksaan pula apakah foto ini asli atau palsu. Aku tidak bisa