Sakti baru selesai merebus air untuk membuat teh pesanan Abah Karsa. Setelah selesai membuat teh itu, ia berjalan ke ruang tamu dan melihat Abah Karsa sudah selesai melakukan ritual rutinnya.
"Tumben cepet ya, Bah." Ujar Sakti seraya meletakkan cangkir ke permukaan meja, nada bicaranya penuh selidik.Abah Karsa mengangguk pelan, ia meraih cangkir teh tersebut untuk memeriksanya, "Makasih ya, Cah."Sakti langsung menanyakan perkembangan ritual penyembuhan ayahnya, "Perkembangan Bapak gimana, Bah?"Sambil bangkit dari tempat duduknya, Abah Karsa kembali menuju kamar Pak Guruh sambil membawa teh panas yang telah dibuat oleh Sakti."Bapakmu belum bisa sembuh, jujur saja." Ucap Abah Karsa singkat.Mendengar hal itu, Sakti hanya menghela napas pendek. Barusaha agar kejengahannya itu tidak terdengar. Saat melihat Abah Karsa kembali ke kamar ayahnya, Sakti langsung menduduki kursi di hadapannya, menunggu ritual penyembuhan sang ayah selesai.Abah Karsa tidak terlalu menggubris kekhawatiran Sakti mengenai kesembuhan Pak guruh. Sebab, yang ia lakukan selama ini hanya metode pencegahan saja. Hal yang buruk bisa menimpa Pak Guruh kapan pun jika ia tinggal diam.Di dalam kamar, Pak Guruh meminum teh panas buatan anaknya. Tentu saja teh panas itu sudah diberikan mantra khusus agar khasiat penyembuhannya terjaga.Kepercayaan Pak Guruh pada Abah Karsa sudah mencapai titik yang intens. Pak Guruh selalu mau-mau saja jika harus melakukan suatu hal atas perintah Abah Karsa.Namun, baru kali inilah Pak Guruh berniat untuk memberitahukan rahasianya yang telah lama ia simpan kepada anaknya. Bujukan itu sudah dilakukan Abah Karsa sedari dulu, karena perasaan malu, Pak Guruh selalu menolak tiap kali Abah Karsa berniat membantu menyampaikan rahasia itu kepada Sakti.Sakti yang sudah hampir lima tahun ini merawat ayahnya, hanya bisa pasrah saat dirinya beberapa kali gagal untuk menikah. Dengan berbagai alasan, pacar-pacarnya memilih urung menikah dengan Sakti. Tetapi Sakti sadar, hal itu terjadi karena sifat ayahnya yang kasar dan tidak ramah kepada calon istri Sakti. Hingga akhirnya, Sakti tidak pernah lagi berniat untuk serius dengan wanita selama ayahnya masih hidup.Entah apa yang ada di pikiran Pak Guruh sehingga selalu saja berusaha menggagalkan pernikahan anaknya itu. Padahal Sakti adalah anak lelaki satu-satunya yang sudah matang untuk menikah.Kegalauan Sakti dalam masalah itu membuat ia semakin liar dalam urusan percintaannya. Tiap kali menyukai seorang wanita, ia akan memacarinya sampai bosan, lalu mencampakkan wanita itu.Sakti sangat merasa haus akan sebuah kendali dalam suatu hubungan. Karena selama ini ia selalu berada dalam kendali ayahnya, perasaan itu semakin membelenggunya.Hubungan yang tak sehat sudah menjadi kebiasaannya. Ia dikenal sebagai 'pemain'. Banyak wanita yang menghindar darinya, tapi lebih banyak lagi yang justru rela menggodanya karena penasaran.Sampai pada suatu titik tertentu dalam hidupnya, Sakti merasa jengah. Kehidupannya dirasa rusak, ia merasa tak pantas untuk wanita mana pun. Tiap kali ia mencoba untuk mendekati wanita baik-baik, ayah wanita itu akan mendampratnya.Saat kabar Pak Guruh sakit keras menyebar, beberapa orang merasa senang akan hal itu. Mereka menganggapnya sebagai karma buruk karena Pak Guruh tidak mendidik anaknya menghargai wanita.Mulai saat itulah sikap Sakti berubah, ia akhirnya menyadari kesalahan dan perilaku buruk tersebut. Hanya saja, hasrat dan watak asli memang sulit berubah. Sesekali ia kembali pada kebiasaan lamanya, dengan adanya akses daring membuatnya semakin mudah bertemu wanita yang disukai.Suara Abah Karsa memekik kesakitan membuat Sakti merasa kaget. Tak lama setelah itu, pintu kamar terbuka, Abah Karsa keluar sambil memegang cangkir yang sudah kosong. Ia meletakkan cangkir itu di meja."Jagain bapakmu ya, Cah Bagus. Abah pulang dulu." Gumam Abah Karsa sambil tersenyum.Sakti langsung bangkit untuk mengantar Abah Karsa keluar rumah. Ia melirik ke arah jam dinding, lalu tersadar hari sudah mulai sore, dirinya belum menyelesaikan satu pun agenda ayahnya itu.Sementara itu di kamar...Pak Guruh merasa bingung kenapa buku harian miliknya kembali dibawa ke dalam kamar oleh Abah Karsa. Dirinya bertanya dalam hati, apakah anaknya sudah membaca isi buku itu?Ataukah Abah Karsa lupa akan mandat yang diberikannya?Perasaannya berkecamuk, ia tak berani membuka pintu kamarnya. Takut jika respon anaknya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan apabila memang rahasianya sudah terbongkar.Akhirnya, ia hendak menyimpan buku itu kembali. Perasaannya sudah membaik setelah selesai melakukan ritual rutinnya itu.Saat sedang berusaha menyimpan buku hariannya di rak paling tinggi, tiba-tiba pintu kamar dibuka dari luar. Pak Guruh menoleh ke arah pintu itu saking paniknya.Ketika tahu kalau Sakti masuk ke kamarnya, keseimbangan Pak Guruh goyah hingga membuatnya hampir terjatuh. Untung saja Sakti bisa dengan cepat meraih badan sang ayah untuk mencegahnya jatuh ke lantai.Dan buku harian itu ikut tercecer ke lantai bersamaan dengan buku lainnya yang tidak sengaja ikut berhamburan dari dalam rak.Pak Guruh segera mengambil buku hariannya dengan terburu-buru. Tentu saja Sakti melihat gelagat aneh pada ayahnya. Banyak buku yang lain kenapa harus mengambil buku yang posisinya lebih jauh.Sakti segera membantu ayahnya untuk berbaring di tempat tidur. Kondisi ayahnya yang lemas setelah ritual biasanya akan membuatnya tertidur.Setelah Pak Guruh berbaring di tempat tidur sambil memeluk buku hariannya, Sakti segera merapikan buku yang terjatuh dari rak. Lalu, tak lupa ia bereskan juga alat-alat perdukunan bekas Abah Karsa yang tertinggal di kamar.Tak lama, suara nada dering ponsel berbunyi. Sakti buru-buru keluar kamar untuk menjawab panggilan telepon itu. Saat berada dalam panggilan, terdengar suara seorang wanita yang menyapanya dengan genit."Mas kapan dong datang ke sini lagi? Kangen nih!" Sakti hanya terkekeh mendengar suara itu, wajahnya kegirangan."Emang kamu lagi sendirian, ya?" Tanya Sakti."Iya nih, ayo cepetan ke sini." Jawab wanita itu, sembari melembutkan suaranya. Berharap Sakti bisa bergairah saat mendengarnya.Tentu saja Sakti langsung merasa bergairah mendengar suara lembut wanita itu, baginya sangatlah menggoda. Ia segera bergegas untuk pergi ke tempat wanita itu berada.Dari dalam rumah melalui jendelanya, Pak Guruh hanya bisa melihat anaknya pergi entah ke mana. Untunglah, sepertinya Sakti belum sempat membaca isi buku harian miliknya itu, pikirnya dalam hati.Tak lama kemudian...Sakti hendak bercengkrama dengan wanita yang menghubunginya lewat telepon. Ia merasa terhibur setelah seharian disibukkan oleh ayahnya. Bahkan, kedatangan Abah Karsa sempat membuatnya bete karena harus menunggunya pulang.Wanita cantik itu sudah menunggu Sakti di kamarnya.Tentu saja Sakti bingung kenapa keadaan rumah itu sepi dan pintunya dalam keadaan terbuka. Ia segera mengunci pintu itu lalu pergi ke arah kamar, hal ini bukan pertama kalinya ia menyelonong ke kamar seorang wanita."Rosa!" Sakti memanggil wanita itu dengan suara khasnya saat sedang menggoda."Sini, Mas..." Rosa menanggapi panggilan Sakti dengan suara mendesah.Ketika Sakti masuk ke dalam kamar Rosa, terlihat di depannya itu seorang wanita yang sudah setengah telanjang. Pakaiannya terhampar di sekitar tempat tidur.Dada yang membusung indah segera membangkitkan kelelakian Sakti, tak ingin menunggu lama, Sakti langsung menghampiri Rosa dan membenamkan kepalanya di antara dua buah dada Rosa yang bulat menantang.Sakti sangat menikmati hal itu. Tak ada hal yang lebih menyenangkan baginya saat ini, belaian wanita mampu membahagiakannya."Aaaah..." Rosa mendesah pelan.Suara erangan Rosa yang erotis membuat hasrat Sakti mulai memuncak, ia mencumbu tubuh sintal itu dengan mesra dan penuh kasih.Rosa memeluk Sakti dengan erat, dirabalah pundak Sakti yang bidang itu, kemudian menariknya agar tubuh idamannya itu semakin mendekatinya. Tangan Rosa mulai bermain-main, melucuti pakaian Sakti dari atas ke bawah.Perlahan, batin Sakti mulai terlarut dalam belaian Rosa. Benaknya yang dipenuhi oleh hal-hal rumit tentang ayahnya perlahan mulai hilang. Dirinya semakin leluasa menikmati sentuhan Rosa yang halus dan hangat, merangsang birahinya dengan cepat.Bulu dada Sakti terlihat, pemandangan itu membuat erangan Rosa semakin menjadi. Sambil memainkan bulu dada itu dengan tangannya, Rosa mencium bibir Sakti dan melumatnya dengan kasar saking gemasnya."Mmmhhh..."Sakti membalas gerakan bibir Rosa dengan cumbuan yang lebih memabukkan lagi, lidahnya ia mainkan dengan cepat. Lalu perlahan turun ke leher dan menuju tubuh bagian bawah Rosa dan bermain-main di sana.Permainan Sakti yang lihai membuat desahan semakin menggebu, mereka mengeluarkan insting asmaranya masing-masing tanpa merasakan malu.Sakti segera kembali untuk mencium bibir Rosa, berusaha meredam desahan yang semakin terdengar keras. Lalu, seiring dengan bibir mereka yang sedang bermain, bagian selangkangan keduanya kini bertemu.Sakti merasakan sensasi basah yang ditunggunya saat pinggangnya itu menyentuh bagian intim Rosa. Segera ia menghentakkan pinggangnya beberapa kali. Berusaha untuk segera mencari jalan bagi miliknya itu.Rosa semakin kewalahan meladeni kuluman bibir Sakti, ia hampir saja menjerit saat menerima hentakan pada selangkangannya, mulai terasa akan milik Sakti menyentuh gerbangnya.Sakti memelankan tempo ciumannya, namun bibirnya tetap berusaha meredam suara teriakan Rosa yang sulit dikendalikan itu.Rosa segera mengatur posisi pinggangnya hingga merasakan apa yang ia tunggu-tunggu sedari tadi.Posisi itu memudahkan Sakti untuk memasukkan miliknya, ia mendorong-dorong pinggulnya dengan lembut, sensasi basah semakin terasa. Bibir Sakti masih bermain untuk membungkam suara Rosa yang terdengar menikmati momen itu. Tangan Rosa mulai memeluk punggung Sakti seraya berusaha untuk menancapkan kukunya.Cumbuan Sakti semakin liar setelah menerima rangsangan itu, ia mempercepat tempo gerak pinggulnya untuk menghujam selangkangan Rosa lagi dan lagi.Rosa mendesah kencang karena hentakan itu membuat birahinya semakin memuncak, "Aaaaaah...!"Sakti merasa bangga dengan kelihaian dirinya dalam menyenangkan wanita, ia tak ingin nafsu liarnya itu segera tersalurkan.Baginya, kenikmatan itu tak ingin berakhir.Sakti berlari kencang menerobos dedaunan dan rumput liar ke dalam hutan sambil menggendong Nafika, kakinya bergerak cepat namun tak tentu arah.Nafika setengah panik, tak menyangka kalau ia akan dibawa kabur oleh Sakti. Karena situasi genting dan tak terduga, Nafika berusaha untuk menahan diri serta tetap tenang karena tidak ada pilihan lain lagi.Saat dirasa sudah cukup aman, Nafika menepuk-nepuk pundak Sakti, memberi isyarat agar berhenti berlari.Sakti akhirnya menghentikan pelariannya, ia menurunkan Nafika ke tanah, sambil melihat kesana-kemari memastikan situasi benar-benar aman.Sakti terlihat kebingungan, ia berusaha untuk mengucapkan kata-kata namun yang keluar dari mulutnya hanyalah ucapan tak lazim. Sepertinya ia melupakan banyak hal setelah bangkit dari kematiannya.Nafika tentu paham dengan keadaan tersebut, Sakti sudah tiada pada saat itu, kondisi ini membuat Sakti butuh waktu untuk kembali beradaptasi dengan kehidupan yang dijalaninya.Nafika segera memberikan penyembuha
Sudah hampir seminggu sejak Sakti menghilang, ia ditolong oleh seorang wanita yang tinggal di sebuah hutan yang secara kebetulan menemukan jasad Sakti tersangkut di sungai.Wanita itu melihat perubahan tubuh Sakti yang semakin memburuk, seolah sedang membusuk perlahan.“Ayo kamu pasti bisa, Nak! Bisa!” Wanita itu komat-kamit tidak jelas, di depan jasad Sakti yang terlihat tak lagi segar, sepertinya ia sedang melakukan sesuatu terhadap jasad Sakti yang tak bernyawa.Sorot mata wanita itu menunjukan kekecewaan, “Hm sepertinya memang harus dikubur dulu, ya.”Akhirnya wanita itu membawa sebuah balok kayu tajam, kemudian ia menggali tanah tak jauh dari tempat jasad Sakti terbaring menggunakan balok kayu itu.Sambil menggerutu tak jelas, wanita itu terus saja menggali dan menggali, sedikit demi sedikit tanahnya berhasil dikeruk balok kayu itu. Entah sampai sedalam apa wanita itu akan menggali, semuanya dilakukan tanpa diketahui ol
Dinginnya air sungai dan arusnya yang deras menghanyutkan jasad Sakti mengikuti ke manapun jalurnya akan berakhir. Gelapnya malam membuat jasad itu semakin tersembunyi, terombang-ambing tak menentu meunggu takdir yang akan menyapanya.Jasad itu tak bernyawa, selama beberapa jam ini sudah menempuh jarak cukup jauh dari lokasi awal diceburkannya jasad Sakti oleh seseorang.Sampai akhirnya, jasad Sakti tersangkut sesuatu. Dan dari balik rindangnya pepohonan, seseorang mengawasinya lekat-lekat, tahu kalau jasad itu adalah seseorang, bukan jasad hewan liar seperti biasanya, orang itu akhirnya keluar dari persembunyiannya, terlihatlah sesosok wanita dengan rambut yang agak berantakan berjalan tergesa-gesa ke arah di mana jasad Sakti tersangkut.“Malang nian nasibmu,” ucap wanita itu. Ia dengan susah payah mencoba menarik jasad Sakti sekuatnya. Menceburkan badannya sendiri ke sungai itu, lalu mengikat jasad Sakti dengan seutas tali yang ia simpan di balik pakaiannya.Setelah yakin tali itu m
Keadaan Pak Guruh tiba-tiba memburuk hingga membuat Abah Karsa ketakutan, memang sudah beberapa hari ini keadaan cukup membuat Abah Karsa kalut karena Sakti tak kunjung pulang ke rumah.Pak Guruh meronta-ronta dengan ganas, terlihat mulutnya mencoba untuk mengatakan sesuatu namun tentu saja tak bisa. Abah Karsa menganggap memang terjadi sesuatu, kecurigaannya mengarah kepada Sakti yang baru-baru ini memakai Pusaka Iblis Pemikat miliknya, atau memang sudah waktu bagi Pak Guruh untuk mengikhlaskan kehidupan ini.“Ada apa ini Ruh, yang kuat. Anakmu sebentar lagi pasti pulang.” Abah Karsa mencoba menenangkan Pak Guruh, tapi sepertinya tidak berhasil, amukan Pak Guruh semakin menjadi.Abah Karsa hanya melihat air mata Pak Guruh menetes, terlihat begitu menyakitkan baginya karena keadaan itu tidak akan terbayangkan oleh seseorang pun.Abah Karsa mencoba sebuah ritual yang dipahaminya untuk menenangkan Pak Guruh, ia mengerahkan segala ilmu yang dipelajarinya selama ini tanpa ragu-ragu agar k
Sudah tiga hari ini Malea berusaha menembus ingatan Anggi demi mencari keberadaan seorang Dewi Penyembuh yang dibutuhkannya, namun petunjuk yang didapat masih belum cukup.Mahendra, suami Anggi, sudah beberapa kali mendatangkan dokter-dokter hebat untuk penanganan sementara, menyembuhkan efek samping yang terjadi pada tubuhnya akibat luka batin itu.“Tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan, asal jangan telat makan, ya. Dan obatnya juga.” Begitulah kata para dokter yang memeriksa Anggi.Walaupun Mahendra tahu para dokter itu tidak bisa menyembuhkan Anggi sepenuhnya, namun tanpa bantuan mereka, kondisi fisik Anggi semakin memprihatinkan, dalam tiga hari saja tubuh Anggi sudah terlihat menyusut.“Bagaimana ini? Apa yang bisa kulakukan untuknya??” Ucap Mahendra dengan nada khawatir.Malea dan Rubi hanya bisa terdiam. Mereka mencoba menenangkan Mahendra.“Pah, mamah kenapa?” Anak Anggi bertanya tiba-tiba. Semuan
Sakti sudah berada di tempat kerjanya, ia sibuk menemani salah satu penanggung jawab sebuah perusahaan produsen suku cadang kendaraan berat. Orang itu menggunakan jasa perusahaan ekspor impor tempat Sakti bekerja dan kini sebuah proses pengiriman sedang bermasalah.Dalam waktu kurang dari dua puluh menit, Sakti sudah membuat presentasi baru tentang kenapa pengiriman tersebut bermasalah, dan bagaimana solusinya.Sebuah rapat telah diadakan antara Sakti, atasannya, dan juga kedua pihak penanggung jawab masing-masing perusahaan.Selama rapat itu, Bram, selaku penanggung jawab perusahaan suku cadang kendaraan berat, tidak habis-habisnya memperhatikan Sakti di ruang rapat. Urusan masalah perusahaannya justeru tidak disimak baik-baik.“…Itulah hal yang bisa kita lakukan, Pak Bram. Betul begitu, Pak Wendy?” Sakti menjelaskan presentasinya, ia memastikan teorinya dengan rekannya yang lain selaku penanggung jawab perusahaan ekspor impor ini.
Bram berusaha untuk bangkit dari tidurnya tanpa harus menggugah Ramona yang masih pulas tertidur, semalaman ia mencumbu istrinya itu dan tentulah mereka akan bangun kesiangan karena kelelahan.Kepala Ramona yang masih menyandar di bahu Bram, kini berusaha melesak masuk di antara himpitan ketiak suaminya itu, mencoba untuk menghalau Bram agar tidak segera pergi.Bram mengangkat bahunya perlahan, berusaha melepaskan kepala Ramona yang menindihnya, lalu ia merapikan posisi kepala istrinya agar tidak terlalu jauh dari bantal tidur. Pelan-pelan Bram meninggalkan kamarnya.Ramona tetap nyenyak tertidur namun insting dan panca indranya tetap bekerja, tak lama, ia mencium aroma kopi dan mentega yang menggugah seleranya, kemudian ia berusaha untuk bangun.Terlihatlah sebuah nampan berisi roti lapis cokelat dan secangkir kopi, salah satu menu favoritnya untuk sarapan. Di hadapan Ramona, Bram terlihat sedang menunggu, pakaiannya sudah rapih dan siap untuk pergi bekerja.“Ee, Ayah mau dibikinin s
Malea memperhatikan tiap detail apa saja yang terjadi di antara adiknya, Rosa, dan juga Sakti. Terawangannya mungkin tak sehebat Anggi, namun cukup jelas baginya untuk menilai seberapa intimnya mereka berdua yang sedang dalam pengawasannya. Pergumulan malam itu berakhir tidak sesuai harapan Malea, Rosa dan Sakti malah bercinta di halaman rumah kosong dengan beralaskan tumpukan daun kering. Suara daun berserakan mengiringi tiap desahan dan gejolak birahi mereka. Bajingan benar lelaki ini, pikir Malea. Sudah enak merudapaksa Ramona, kini malah menggauli adiknya yang lain pula. Malea segera memutuskan kontak batin pengelihatannya itu setelah mendapati Sakti diam-diam melepas pengaman dari miliknya tanpa sepengetahuan Rosa dan mulai mencumbu Rosa bagaikan anjing yang sedang kelaparan. Sakti mendorong-dorong pinggulnya hingga Rosa merasakan kejantanan Sakti semakin melesak menjelajahi kewanitaannya. Malea merasakan jijik. Ia tak tahan melihat seberapa murahannya Rosa. Sementara itu, S
Sakti merasakan hebatnya sensasi saat ia menyerap dua jenis Aura Dewi yang berbeda, Abah Karsa yang secara tak langsung melihat keseluruhan proses itu, hanya bisa mengira-ngira apa yang sedang terjadi, tetapi secara perlahan tetap bisa merasakan ada sesuatu yang beda atas diri Sakti. Sebuah daya tarik dan energi aneh tertentu.“Ini yakin boleh dipake, Bah?” Tanya Sakti seraya menunjuk kalungnya.“Tentu saja, Cah Bagus, tapi pergunakan dengan bijak, jangan sampai nanti seperti bapakmu.” Lagi-lagi Abah Karsa mewanti-wanti perihal efek samping penggunaan pusaka miliknya.Sakti hanya bisa mengangguk, badannya yang dirasa penat karena seharian mengalami kejadian di luar nalar seolah menjerit meminta dibersihkan, Sakti segera bangun dari duduk silanya, lalu ia beranjak ke kamar mandi.Tak lama kemudian.“Abah tolong jagain bapak, ya.” Ucap Sakti dari dalam kamar mandi, mulai terdengar suara ceburan air memecah keheningan.Dinginnya air mengguyur tubuh Sakti, indera perasanya semakin tajam m