Share

Tujuh Ratu untuk Sang Raja
Tujuh Ratu untuk Sang Raja
Penulis: Choco Lady

Kegaduhan di Balairaja

Suara desahan tertahan terdengar dari balik dinding. Seseorang berpakaian seperti prajurit dengan emblem bintang di bahunya mengernyit, karena ia seharusnya tidak mendengar suara seperti itu di ruangan ini.

"My Lord!" Suara tersebut terdengar lagi disertai erangan yang panjang. Jelas sekali itu suara perempuan. Meski pun suara tersebut tidak terlalu keras, tetapi prajurit tersebut mendengarnya dengan jelas.

Si prajurit yang menahan teriakan histerisnya, segera memberi kode kepada rekannya yang juga sedang berjaga, untuk menghampirinya.

"Ada apa?" tanya temannya dengan suara berbisik. Pesta sedang berlangsung, para menteri telah saling menyapa dan berbicara dengan tangan-tangan memegang gelas anggur. Tawa membahana menjadi dominan di ruangan itu, tapi tak ada yang bisa menandingi suara desahan yang kini mulai semakin gencar didengarkan oleh prajurit tersebut. Ia kemari untuk menjaga ruangan itu dari hal-hal yang tak diinginkan menyangkut keselamatan, karena orang nomor satu di negara Arthanavia akan memberikan sambutan terkait peresmian gedung baru yang akan menjadi balai serbaguna untuk rakyat.

Prajurit itu melirik gelisah ke dinding di belakangnya. Sepertinya itu ruang untuk janitor atau apa, sebab dinding itu ditutupi kain agar tidak mengganggu dekorasi yang ditata demi memeriahkan acara hari ini.

Rekannya yang mendekat akhirnya mendengar suara erangan yang sudah nyaris seperti adegan dalam film biru. Tangannya membekap mulutnya, sebelum ia kemudian memastikan tak banyak orang penting yang berada di aula itu. Hanya saja ia sungguh asing dengan situasi seperti ini. Biasanya mereka terlatih untuk mendengar suara mencurigakan seperti apa pun, seperti kokangan senjata di tengah kerumunan atau langkah kaki seseorang penyerang yang gugup.

Tangan sang prajurit sigap mengambil walkie talkie dan berbicara dengan kode yang hanya dimengerti oleh sang penerima pesan. Sang atasan yang mendengar itu mengernyitkan dahinya. Apa-apaan? Ada orang berbuat mesum di acara yang akan dihadiri oleh Raja Reginald?

Sang pimpinan akhirnya memutuskan untuk turun tangan sendiri, demi menjaga nama baik keluarga kerajaan Baldwin yang telah memerintah Negara Arthanavia selama lima generasi. Arthemis Thompson, sang pimpinan, menuju aula yang sedianya akan dilangsungkan pidato sambutan sang raja. Begitu ia sampai, banyak orang-orang penting yang mendekat padanya, mengucapkan salam. Mereka bisa saja hanya ramah atau menjilat, Arthemis tahu, tapi ia sedang tak ingin mengucapkan basa-basi. Kedatangannya harusnya bersamaan dengan kedatangan sang Raja yang dijadwalkan sepuluh menit lagi.

Arthemis hanya berkata bahwa ia sedang memeriksa keadaan sebelum Raja sampai kepada beberapa orang yang bertanya dan memberikan kedipan yang menandakan bahwa ia tak ingin diganggu. Para menteri dan pejabat lain pun meneruskan percakapan mereka, mengabaikan Arthemis.

Lelaki itu sampai di prajurit yang mulai mengucurkan keringat dingin karena suara itu sama sekali tak sepelan yang tadi. Bahkan diiringi dengan suara beberapa barang jatuh. Arthemis memutar bola mata. Ia segera berbicara di walkie talkie, memerintahkan agar para menteri dan para pejabat untuk duduk di kursi dan meja masing-masing, menjauh dari tempatnya sekarang, yang tersembunyi di belakang aula.

Dalam hitungan menit, para tamu dan undangan bergegas duduk di kursi mereka, dan pembawa acara pun segera memulai acaranya meski pun lebih awal.

Arthemis dan dua prajurit itu mencoba mengetuk, tetapi sepertinya siapa pun yang di dalam sama sekali tidak mendengarkan karena sedang sibuk.

"My Lord!" pekik seorang perempuan diiringi desahan. "This drives me insane!"

"Ah, damn!" Kini suara lelaki yang terdengar. "Apa kamu akan keluar?"

"Hampir, hampir," jawab perempuan itu dengan suara tertahan dan terengah-engah. "Ah!"

"Make it together, Baby."

"Yes, Darling. Aku ... hanya tak bisa ... menahannya lagi."

Arthemis yang mendengar suara lelaki itu serentak menahan napas. Dia tahu betul, suara siapa yang ada di dalam situ. Benar-benar membuatnya tertekan dan stres. Sebagai pimpinan prajurit militer kota Gaia, ibu kota Arthanavia, ia beberapa kali bertemu dengan seluruh orang penting yang ada di negara tersebut. Lelaki yang ada di dalam situ, jelas bukan orang asing bagi Arthemis.

Mayor tersebut menyuruh kedua prajurit yang mendengarkan dengan ekspresi cemas dan penasaran untuk pergi dari sana. Ia tak mau menambah daftar panjang masalah dengan adanya orang lain yang mengetahui siapa yang ada di dalam.

"Kamu sungguh ahli memuaskan wanita."

"Kamulah yang ahli memikatku, Sayang."

Kemudian sunyi sejenak sebelum akhirnya suara si wanita terdengar berbisik, yang tidak terlalu jelas terdengar oleh Arthemis.

Akhirnya permainan berakhir. Arthemis menunggu dengan raut wajah tak sabar, meski pun beberapa kali walkie talkienya berbunyi mengumumkan kedatangan sang raja. Arthemis akan menjelaskan kepada Raja Reginald, nanti. Beliau sudah didampingi pengawal pribadinya, dan wakilnya akan segera menggantikannya untuk menyambut raja ketika ia sedang tidak ada di tempat.

Pintu terbuka, dan kain yang menutupi ruangan janitor itu tersingkap sedikit. Perempuan bergaun merah dengan rambut acak-acakan keluar dan segera berlari tanpa sempat melihat ke arah Arthemis yang terkejut.

Lalu keluarlah lelaki dengan jas berwarna hitam, sedang membenahi celananya. Ekspresinya tampak tengil dengan seringaiannya yang menurut Arthemis menyebalkan. Arthemis segera menghadang lelaki itu.

"Selamat malam." Lelaki itu kembali memamerkan deretan giginya yang rapi dan bersih, hasil perawatan dokter gigi yang tersohor di kota Gaia. "Kamu ... Arthemis kan? Salam hormat, Mayor Thompson. Maaf jika kegiatanku mengganggu eh, kegiatanmu."

"Seharusnya Anda tidak melakukan itu DISINI." Teguran Arthemis itu diucapkan dengan gigi bergemeletuk. Ia menoleh ke arah undangan yang masih fokus dengan acara, dan Raja Reginald yang sudah memasuki aula. Suara gegap gempita musik yang diputar keras selama Raja masuk ruangan, benar-benar peredam suara yang sempurna untuk suara yang membuat para anggotanya panas dingin mendengarkan.

"Oh, come on. Memangnya kamu tidak pernah muda, hah? Akuilah Arthemis, bersenang-senang sedikit takkan mengganggu tensi acara ini. Lihat, semuanya berjalan lancar kan?" Lelaki itu mengangkat sebelah alis.

"Sejujurnya, saya tidak pernah peduli dengan APA yang Anda lakukan. Itu hal yang sifatnya pribadi. Saya hanya heran mengapa Anda HARUS melakukan itu di sini. Setidaknya Anda bisa MEMESAN hotel yang lebih layak."

Lelaki itu mengusap rambutnya yang berwarna kecokelatan yang indah, lalu menatap Arthemis dengan mata birunya yang berkilauan. "Ah, dia toh tidak masalah di mana pun kami melakukannya. Dia bahkan tidak mengenal siapa diriku."

"Anda telah mencoreng nama baik kakak Anda, juga keluarga Anda." Reputasi lelaki yang ada di hadapan Arthemis sekarang sudah terkenal seantero negeri. Sehingga ia sama sekali tidak terkejut dengan peristiwa seperti ini terjadi sekarang.

Lelaki itu melirik ke arah aula, kemudian kembali menyeringai. "Tak ada yang perlu dikhawatirkan, Mayor. Dan harusnya kamu berbicara sopan kepadaku ya kan? Di mana sopan santunmu di hadapan keluarga Raja?" Lelaki itu mengangkat alis. "Tapi aku takkan mempermasalahkannya, aku akan pergi sekarang."

Mayor Arthemis Thompson berdiri menghalangi lelaki itu. "Sepertinya, Anda harus ikut saya untuk mempertanggungjawabkan perbuatan Anda ini, Pangeran Henry Baldwin."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status