Pukul sembilan malam lewat dua puluh menit, Sakha barulah akan pulang. Seminggu ini dirinya lembur memaksa raganya bekerja, selain mengurus proyek yang akan diselesaikan akhir tahun ini, dia pun ingin menghalau penat yang mendera akibat perbuatannya sendiri.
Seminggu sudah Andira tak lagi menemaninya di kamar besar mereka. istrinya itu memilih tidur di kamar tamu di lantai bawah.
Baru kali ini istrinya tak membersamainya di peraduan mereka.
Ah baru Sakha teringat, bukankah wanita sederhana ini yang telah membersamainya tujuh tahun lamanya.
Menciptakan senyum di wajah lelahnya sepulang kerja, menjadi tempatnya melepas penat dan tempat melepaskan hasranya secara halal.
Wanitanya itu tak pernah menolak. Meskipun luka di matanya tampak, namun tetap memenuhi kewajibannya. memjuaskan suaminya di peraduan mereka.
“udah mas, aku sudah capek.”
“koq minta lagi sih, tadi katanya Cuma sekali.”
“ih bentar dulu, masa di depan tivi sih mas.”
Kadang jengkel, kadang gemas Andira berusaha mengulur keinginan suaminya itu.
Mengingat semua itu, membuat Sakha rindu dengan celotehan istrinya, rindu pelukan istrinya, rindu rengekan manja istrinya, rindu wangi lembut vanila dari tubuh langsing itu.
Sakha melajukan mobil Rush hitamnya dengan kecepatan sedang. Diaabaikannya ponsel yang berdering sebab dia tahu siapa yang sedang menelpon.
Kali ini dia akan pulang, kembali ke pelukan istrinya, mengabaikan dering telepon yang sahut menyahut.
Kembali pada ibu calon anak – anaknya yang telah pergi sebelum lahir.
Sakha akan pulang, membalut luka pada hati wanitanya.
Akan pulang dan memperbaiki kepingan mahligai yang diretakkan olehnya.
Sakha merindukan semua.
Dan malam ini Sakha akan pulang membuat proyek yang sudah terbengkalai seminggu.
Proyek membuat bayi bersama Andira.
__
Sakha tercekat saat mendapati Andira sedang memasukkan baju – bajunya yang tak banyak ke dalam koper besar yang tergeletak di lantai.
Semarah dan sekecewa itu istrinya sekarang.
Dilihatnya mata Andira sembab, tentulah tangisan semalam dan hari ini yang menyebabkan.
Dan banyak lagi tangisan Andira di malam – malam yang telah lalu tanpa Sakha tahu seolah dia enggan peduli.
Wanita masa lalu dan kisahnya membelunggunya hingga hari ini, membawanya ke jurang yang nyaris tanpa tepi.
Mengingat itu dan sekarang melihat langsung kesedihan yang dilapisi rasa muak di wajah istrinya, membuat hati Sakha berdenyut pilu. Baru disadarinya bila Setega itu dirinya sebagai suami selama ini
“Ra jangan pergi!” berusaha di dekati istrinya dan memeluk, namun ditepis dengan cepat.
“jangan sentuh mas!” Andira tercekat mengatakannya.
Sakha menyugar rambutnya kasar.
Akan kemana istrinya ini, Sakha tahu Andira seorang yatim piatu, dan hanya bekerja sebagai guru honor dengan penghasilan tak seberapa.
Yatim piatu. Brengsek memang dirinya memperlakukan wanita yatim piatu ini.
Sakha mendekati Andira sekali lagi, memaksa membawa ke dalam pelukannya. Lalu menangis dengan bahu yang terguncang.
“maafin mas, tolong jangan pergi, jangan minta perpisahan Ra, please.” Sakha frutasi.
Andira tergugu.
“aku harus tahu diri mas, bila sudah tak diinginkan.”
“Mas menginginkan dan mencintaimu.” Sakha mengeratkan pelukannya.
“Bila mas mencintaiku, mas takkan menyakitiku sedalam ini dan bermain curang di belakangku selama ini.” Menganak sungai air mata Andira mengucapkan itu.
“Ra...”seolah Sakha ingin meremukkan tulang wanitanya dalam dekapan yang kuat, hingga tak mampu pergi.
Setelah berbuat salah pun Sakha tak ingin ditinggalkan wanitanya ini.
Brengsek memang.
“mandilah dulu mas, kusiapkan makan malam.” Andira berusaha mengurai pelukan dan Sakha melepaskannya dengan enggan.
Lihatlah istrinya ini, dalam keadaan terluka pun masih mengurusnya, menyiapkan segala kebutuhannya, menunggunya pulang ke rumah dengan selamat, mendoakan keselamatan dirinya dan tentu saja mencintai dirinya dengan sangat.
Andira hanya punya Sakha dan dua orang teman wanita.
Andira tak seperi wanita – wanita lain yang suka bergaul dengan terlalu banyak teman yang kadang terlihat baik di depan lalu menusuk dari belakang dan dirinya pun tak suka nongkrong untuk bergibah hal yang tak penting lalu memposting di media sosial.
Wanita ini begitu sederhana, padahal dengan uang yang dimiliki suaminya dia pun bisa melakukan hal yang demikian, namun Andira tak ingin.
Membesar di panti membuatnya tahu diri dan merasakan bagaimana harus berbagi makanan yang tak banyak dengan adik – adik di panti.
Kadang Andira hanya makan sekali dengan alasan diet, padahal jatah makan malamnya kadang diberikan pada adik pantinya yang masih duduk di bangku sekolah Dasar kala itu kala itu, Mirna namanya.
Lalu untuk meringankan beban ibu Endang, ibu yang mengurus mereka di panti, Andira bekerja sebagai tenaga honor di sebuah sekolah Taman Kanak – kanak. Tentu dengan gaji yang tak seberapa namun bisa membantu meringankan beban di panti sedikit.
Setelah menikah setahun Sakha meminta Andira berhenti mengajar dan fokus menjadi ibu rumah tangga.
Namun saat Andira tinggal dan hanya menunggunya di rumah, Sakha lah yang sering pergi meninggalkannya.
Hati pria itu terguris mengingat perjalanan hidup istrinya yang berakhir menjadi tawanan cintanya namun diaabaikan selama bertahun.
Sakha menyadari semua itu saat Andira sudah akan pergi.
Sampai juga cerita Syamira mengenai kisah hidupnya yang berhubungan dengan Andira, mama sambung menantunya ini. Air mata Irina tadi jatuh saat mengetahui kejadian sebenarnya bertahun silam. Dulu yang ia ingat ia masih kecil saat guru mengajinya sudah bertambah menajdi dua, ada bunda Dira. Entah mengapa perasaanya selalu ingin dekat dengan bunda Dira saat itu.Meski akhirnya Andira menjadi ibu sambungnya, namun tak sekalipun Andira menceritakan pengalaman pahit hidupmnya pada anak-anaknya. Entah kepada ayahnya. Mungkin mama Andiranya menceritakan, sebab di awal-awal pernikahan mama Andira dan ayahnya, beberapa kali ia lihat wajah sembab Andira seperti habis menangis, dan pernah sekali ia melihatnya ayahnya memeluk, dan menenangkan mama Andira sewaktu petang di musim hujan beberapa tahun silam.Irina tak menyangka setega itu papa Sakha memperlakukan mamanya Andiranya dulu.Irina masih terisak di pembaringan saat Abian mendekati dirinya di pembaringan empuk mereka.“Sayang, sudah, kita d
Petang itu Syamira mengecek jumlah tabungannya, sudah diniatkan bersama suaminya insya Allah tahun depan dirinya akan mendaftar umroh bila tabungannya sudah cukup.“Assalamualaikum,” terdengar suara Hadi mengucap salam. Rupanya pria rupawan nan bijaksana itu baru saja pulang mengecek kesiapan panen hari rabu lusa.Syamira menyambut suaminya dengan senyum yang merekah, sudah 55 tahun namun tetap cantik dan ramping.Hadi masuk dan memeluk tubuh ramping milik istrinya itu.“Wangi, habis keramas ya,?”“ He em.”“ Tumben keramas sore, biasanya subuh.” Hadi menggoda Syamira sambil memainkan rambut istrinya.“Tadi siang ada yang bikin junub soalnya.” Syamira membalas guyonan suaminya itu sambil menyandarakan kepala di dada yang masih saja bidang meski sudah berumur.“Berapa kali dibikin junub tadi?” Hadi memeluk erat menghirup wangi shampo yang menguar dari rambut sepunggung istrinya.“Dua kali, sampe capek aku Mas.” Kata Syamira manja.Hadi terkekeh mendengar ucapan istrinya. Akhir – akhi
“Mas, aku marah lho kamu giniin aku,”. Nafia berusaha memukul dada suaminya yang tak berhenti menghentaknya dibawah sana. Bau alkohol yang tercium semakin menambah rasa muak Nafia.“Maaf sayang,” Arga menciumi wajah istrinya dengan tatapan bersalah. Sakha breng*sek, tadi memaksa Arga menemaninya minum. Rumah tangga kawannya itu sedang diujung tanduk. Istrinya meminta cerai saat dirinya ketahuan selingkuh. Berkali istrinya keguguran, berkali pula Sakha bermain api dengan wanita yang sama.Niatnya tadi Arga dan Rasyid menemui Sakha hendak memberikan pandangan agar mempertahankan rumah tangganya. Bukan apa – apa Andira, istri Sakha itu telah menjadi teman Nafia juga. Nafialah tempat dirinya mencurahkan kesedihan hatinya.Lalu mengapa dia tergoda menenggak minuman haram itu, entah dengan Rasyid, minum atau tidak. Sehabis minum satu kaleng bir, Arga bergegas pulang menemui istrinya.Dan inilah akibatnya, anti depresan dari alkohol yang ditenggak malah semakin menambah libidonya.Sial*n me
Arga dan Nafia bersiap bulan madu ke salah satu hotel di pinggiran kota yang terkenal dingin.Papa Dan mamanya memberikan hadiah amplop bulan madu untuk mereka berdua.Tak ingin jauh karna Arga hanya cuti seminggu dan Nafia mengambil cuti tahunannya.“Pulang nanti bawa cucu buat mama dan papa ya.” Syamira menggoda anak dan menantunya.Nafia yang sudah merona mendengar godaan mertuanya.Mereka semua mengantar pengantin baru itu ke depan, Kecuali Azlam dan Abyan.Azlam menemani Abyan mengecek motor ninja hitamnya yang sering mogok berapa hari ini.Pukul sembilan malam Azlam duduk di teras samping rumah, menghisap sebatang nikotin, hal yang dilakukan saat dia sedang memirikan masalah.Khamila yang melihat kakaknya duduk sendiri, mendapati rasa mengalah di wajah itu.Khamila mengerti.Rasa mungkin ada namun mau diapa bila jodoh tak ada.Didekatinya Azlam lalu duduk di sebelahnya.“Nanti kukenalkan pada temanku kak, Cemara namanya. Kerja sama aku di apotik.”“apaan sih kamu dek.”“kenalan
“Kasi tahu aku nomor telepon orang tua kakak, biar kuhubungi please.” Azlam panik melihat korbannya seorang wanita berseragam salah satu apotik dua puluh empat jam itu.“Nggak usah dek, kakak nggak apa – apa, ini cukup diperban dan minum obat anti nyeri, nanti lukanya akan sembuh.”“Kamu juga harus diobati, kamu juga terluka.” Pelan suara gadis ini.Bisa – bisanya gadis ini mengkhawatirkan penabraknya, padahal yang jadi korban adalah dirinya.“Ku telepon mama dan papa dulu.” Ucap Azlam cepat, lalu segera keluar menghubungi nomor mamanya.Gadis itu mengangguk saat Azlam mengambil ponsel dan keluar menelpon orang tuanya.Efek dari obat yang diminum tadi membuat gadis itu mengantuk lalu tertidur tanpa menyadari kalau orang tua yang menabraknya sudah berdiri di samping brankarnya.Dan seseorang yang kerap menganggu mimpinya pun ada di dalam kamar itu.Ya dia adalah Nafia, gadis yang dicari Arga selama ini, gadis yang kerap mengganggu mimpinya.Alam begitu baik, bekerja untuk manusia – man
Bab. 56Rembulan berlaluHati masih bertaluBaru kusadariAku kiniKehilanganmuSebait lagu terdengar dari ponsel pintar seorang pemuda tanggung yang baru saja lulus Sekolah Menengah atas.Entah mengapa dia merasa kehilangan gadis polos nan pendiam yang dulu merawatnya sewaktu terluka saat latihan basket di Sekolah Menengah Pertama.Dia merindukannya meski beberapa tahun telah berlalu, dan usia mereka bukan lagi tiga belas tahun.Mungkin rupa pun ada perubahan.Arga.Putra sambung Syamira ini tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan rupawan dengan tubuh tinggi yang terjaga.Tentu banyak gadis di sekolahnya yang menggilainya, namun satupun gadis – gadis berpenampilan modern itu yang nyantol di hatinya.Dia mencari gadis sederhana dengan baju kedodoran dengan rambut panjang dikuncir kuda, atau mungkin tak lagi dikuncir, mungkin dipotong pendek, memakai jepitan rambut atau....mungkin telah tertutup hijab rambut itu.Tiga tahun lalu Syamira melahirkan seorang bayi laki – laki dengan jalan ope
“Mas udah dong,” pinta Syamira lirih saat untuk kali kedua di tengah malam ini meminta menuntaskan hasrat.Syamira tak keberatan karna memang kewajibannya sebagai istri tak boleh mengabaikan penyaluran birahi suaminya. Apalagi usia empat puluh begini, semangat laki – laki kembali seperti usia dua puluhan.Namun durasi yang kedua ini membuatnya lelah. Sungguh perkasa suaminya ini.“Mas...” Syamira kewalahan.“Ahh bentar sayang,” Hadi melanjutkan hentakannya. Bulir peluh mereka menyatu di tengah malam yang dingin itu.Syamira yang merasa gemas dengan tingkah suaminya, bermaksud menggoda suaminya, di usapnya dada dan jarinya bermain di puncak dada itu.Hadi menggeram menahan nikmat karna perlakuan Syamira barusan.Hingga satu hentakan terakhir yang begitu kuat mengakhiri pengejaran cintanya malam ini.Hadi mengusap peluh di dahi istrinya lalu mengecup dengan mesra, setelah mencapai tepian hasratnya. Selalu begitu, memperlakukan istrinya dengan sayang, menanyai istrinya sudah cukup atau
“Tahan bentar ya, lukamu harus diobati dulu,” seorang gadis berseragam putih biru yang sedang piket di ruang UKS sedang mengambil obat merah dan alkohol.Arga sesekali mencuri pandang pada gadis dengan nametag Nafia Almayra, rambut panjangnya dikucir kuda dengan jepitan di bagian poni semakin mempermanis wajahnya.“Ssshh.” Arga meringis menahan perih saat gadis bernama Nafia itu membersihkan lukanya dengan alkohol.“Kalau perih bilang ya, aku akan pelan – pelan bersihinnya.”“Iya ini perih banget.”“Sabar, nanti boleh ke rumah sakit habis ini.” Telaten Nafia membersihkan luka Arga.Arga menatap wajah Nafia saat gadis itu hendak membalut lukanya dengan perban. Sesaat tatapan mereka bersirobok. Arga merasakan ada yang lain di hatinya, entah apa itu.Nafia memutuskan kontak mata mereka terlebih dahulu.“Kamu sendiri ya, yang lain mana?” Arga bertanya karna tak melihat petugas piket yang lain.“Iya, aku sama Isma sebenarnya anak kelas 7.B, Cuma dia lagi ulangan mate-matika hari ini.“Ou
Braakk!...Hadi membanting meja tepat di depan Siska.“Apa maksud kamu mengirim gambar saya dan mbak Ria ke istri saya?.” Hadi membentak Siska tepat di saat ayahnya datang hendak menyambutnya. Dikiranya Hadi ada perlu dengan beliau.Hadi sengaja datang ke rumah orang tua Siska untuk memberi pelajaran pada perempuan rese itu.“Ga..gambar apa mas?, jangan sembarangan kamu nuduh aku.”“Oh enggak mau ngaku rupanya, apa perlu saya bawa ponsel istri saya dan tunjukin chat kamu yang kurang ajar itu.” Wajah hadi memerah dan tegas berucap.Entah bagaimana Siska ini, saat Hadi semarah ini pun dia masih kagum. Dilihat ketegasan di wajah pria itu, punya prinsip dan penyayang di waktu yang bersamaan. Sifat Hadi ini juga yang membuat dia tergila – gila, padahal sedikitpun Hadi tak pernah meresponnya. Bukan Hadi tak menyadari kalau Siska menyimpan rasa untuknya, namun sepak terjang Siska di luar sana diketahuinya. Dia ingat pernah melihat Siska jalan bersama pak Broto masuk ke hotel tempat Hadi meet