Home / Urban / Tukang Pijat Tampan / Menemani Ayunda

Share

Menemani Ayunda

Author: Black Jack
last update Last Updated: 2025-04-19 09:09:38

Renata melangkah keluar dari ruang negosiasi dengan langkah ringan, namun Adit tahu, itu hanya kamuflase. Ada hawa dingin yang menguar dari sosoknya, semacam kekesalan yang tak diluapkan. Ia memberi isyarat kecil dengan dagunya, dan Adit segera mengikuti langkahnya menuju ruangan depan tempat Bayu menunggu.

Di ruangan itu, Bayu berdiri tegak seperti patung hidup. Tatapannya lurus, tubuhnya tetap. Namun sorot matanya mengamati dua pria bersetelan hitam yang berdiri di dekat jendela yang merupakan pengawal Pak Surya. Kedua pria itu diam, tapi aura mereka jelas, dingin dan waspada. Tak ada yang saling bicara. Hanya ada keheningan yang menebal, seperti kabut yang menggantung di tengah malam.

Renata duduk di sofa, menyilangkan kaki dengan elegan. Ia sibuk dengan ponselnya, mengirim lokasi kepada Celina dan juga pesan entah apa. Namun dia masih terus sibuk pula dengan ponsel itu. Jari-jarinya bergerak cepat mengetik pesan demi pesan, atau mungkin mengatur sesuatu yang tak ingin diketahui Ad
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tukang Pijat Tampan   Cara Curang Untuk Menang

    Adit merasakan cengkeraman Vera mengerat di lehernya, memotong aliran udara ke paru-parunya. Desisan napasnya yang tersengal bercampur dengan detak jantung yang berpacu kencang. Dalam kepanikan itu, instingnya mengambil alih; tangannya yang gemetar menyentuh pergelangan tangan Vera, dan energi gaib yang selama ini ia sembunyikan mulai mengalir.Vera merasakan sesuatu yang aneh merambat dari titik sentuhan itu. Seperti arus listrik yang merayap naik melalui lengannya, menyebar ke seluruh tubuh, menciptakan sensasi nikmat yang membingungkan. Otot-ototnya yang tadinya keras mencengkeram kini mulai melemah, rileks, nikmat, jauh lebih nikmat dari dicumbui oleh beberapa lelaki sekaligus. Ia seolah kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri. Pikirannya berkabut, realitas di sekelilingnya menjadi buram.‘A-apa yang terjadi pada diriku…’ ucap Vera dalam hati. Ia tak pernah merasakan sensasi aneh itu dan ia tak mengerti apa penyebabnya dan kenapa justru perasaan itu datang di saat ia sedang berta

  • Tukang Pijat Tampan   Dihajar Lawan Tangguh

    Bunyi bel menggema di seluruh arena.Detik pertama, keheningan. Adit dan Vera masih bertatapan, mengukur satu sama lain. Detik kedua; Vera menghilang.Tidak, bukan menghilang. Tapi gerakannya begitu cepat hingga mata Adit hampir tak mampu mengikuti. Yang terasa hanyalah angin sepoi yang menyapu wajahnya, lalu…BRAK!Tendangan keras menghantam dada Adit dengan kekuatan yang tak terduga. Tulang rusuknya bergetar, paru-parunya serasa kempes seketika. Tubuhnya terangkat dari lantai ring, melayang mundur dan kemudian punggungnya menghantam net besi yang mengelilingi ring itu dengan bunyi gemeretak yang nyaring."Argh!" Adit tersungkur, napasnya tercekat. Rasa perih menjalar dari dada hingga ke seluruh tubuhnya.Penonton yang semula bersorak kini terdiam. Bahkan Pak Darmawan melebarkan matanya, tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya."Astaga..." bisik seseorang dari tribun. "Cepat sekali..."Adit berusaha bangkit, tapi Vera sudah ada di hadapannya. Kali ini matanya bisa menangka

  • Tukang Pijat Tampan   Pertarungan Kedua Di Malam Itu

    Suasana masih riuh. Beberapa pertarungan telah terjadi dan kini Adit pun sedang menonton sebuah pertarungan yang seru. Sesekali Adit menatap Seina. Dan beberapa kali pula tatapan mereka bertemu sekian detik saja.Seina sungguh penasaran dengan Adit. Dua kali ia telah melihat Adit menang melawan lawan yang berat. Kemenangannya seolah kebetulan. Namun ia berpikir, hal itu bukanlah sebuah kebetulan.Pertarungan sedang Adit lihat akhirnya selesai juga. Lawan yang kalah tampak berdarah-darah. Penonton yang menang taruhan bersorak senang, tak peduli dengan cidera parah yang dialami oleh petarung yang kalah itu.Sejujurnya Adit merasa miris. Tapi ia paham, para petarung yang berlaga di arena itu memang sudah siap mati; siap menanggung segala resikonya. Ia pun demikian. Ia tahu, pertarungan seperti itu kadang kala tidaklah sederhana.Di pertarungan yang ia saksikan, setidaknya ada dua petarung, yang ia rasa, tak sepenuhnya mengandalkan kekuatan fisik. Dukun sakti jelas pula berperan dalam tar

  • Tukang Pijat Tampan   Lawan Besar

    Kesepakatan telah terjadi. Lawan Adit adalah seorang bule, bertubuh tinggi besar, ototnya kekar, wajahnya sangar dan buas. Dia naik ke atas panggung terlebih dahulu. Bos petarung itu tersenyum senang, merasa telah berhasil memancing Darmawan untuk bertaruh besar dan sedari tadi dia memang menyembunyikan petarungnya itu, lalu yang terlihat bersamanya adalah petarung lain yang tubuhnya tak sesangar itu.Pak Darmawan tersenyum kecut melihat lawan Adit. Joko pun berkeringat dingin membayangkan bosnya pasti kalah 30 milyar malam ini."Pak, saya saja kah yang menggantikan Adit?" tanya Joko. Sedari awal ia memang tak yakin Adit bisa bertarung dengan baik.Darmawan melirik Adit, "kamu bisa mengalahkan dia?""Bisa, Pak. Jangan khawatir. Masih lebih sulit lawan cewek waktu itu!" kata Adit."Hah? Serius?" kata Darmawan mengerutkan keningnya."Mari kita lihat saja. Saya tidak akan turun panggung sebelum pingsan atau mati!" kata Adit sangat yakin. Darmawan terkesan dengan keberanian pemuda itu. Na

  • Tukang Pijat Tampan   Bertemu Lagi Dengan Seina Melinda

    Jam empat sore, mobil Pak Darmawan datang. Kali ini dia bersama sopir dan pengawal yang lain. Wajahnya sangar, tinggi dan gagah. Aku belum pernah melihat dia di rumahnya.Pak Darmawan tersenyum saat berjalan ke teras, ia memanggil lelaki itu dan memperkenalkannya kepadaku. “Joko! Salam kenal!” ucapnya. Jabat tangannya pun juga terasa mantap.“Adit, bang…” balasku sopan.“Hehehe. Joko dulu pengawalku yang menemaniku kemana pun aku pergi. Dia sudah lama absen karena dipenjara. Pagi tadi dia dia bebas dan langsung tugas lagi!” kata Pak Darmawan. Aku pun mengangguk dan tersenyum canggung.“Kamu sudah siap untuk nanti?”“Sudah siap, Pak!” jawab Adit.“Bagus. Mau ganti baju dulu lalu berangkat?”“Siap pak!” jawab Adit. Ia segera bergegas masuk ke dalam rumahnya setelah mempersilakan Pak Darmawan masuk. Adit ke kamarnya, lalu berganti pakaian. Tak lama kemudian ia pun ke ruang depan.“Kamu suka motornya?”“E, suka Pak. Terimakasih banyak…” kata Adit.“Jika mau minta apa, bilang saja!” kata P

  • Tukang Pijat Tampan   Akan Bertarung Lagi

    Adit kembali ke dapur setelah berpakaian lengkap, berniat untuk pamit pulang. Namun Dea menghentikannya. Ia sudah memesan sarapan melalui aplikasi, dan sebentar lagi akan datang. Adit tidak bisa menolak. Ia pun duduk di meja makan dapur apartemen itu.Perasaan canggung, khawatir, dan juga gugup bercampur aduk di dalam dirinya. Ia menatap Dea, yang kini juga sudah berpakaian lengkap. Ia terlihat cantik dan anggun, seolah tidak ada yang terjadi di antara mereka semalam. Adit merasa hatinya berdebar kencang. Ia tidak tahu bagaimana harus bersikap."Kamu mau minum kopi atau teh?" tanya Dea, memecah keheningan."Kopi saja, Kak," jawab Adit, suaranya pelan.Dea mengangguk, lalu membuat dua cangkir kopi. Ia meletakkan satu di depan Adit, lalu duduk di hadapannya. "Kamu kelihatan tegang, Dit. Santai saja.""Eh, iya kak…” Adit merasa salah tingkah. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Kak Dea tidak lekas ke kantor?”Dea tersenyum. "Sudah kubilang, perusahaan itu milikku. Aku bisa datang k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status