Home / Urban / Tukang Pijat Tampan / Nenek Tahu Sesuatu

Share

Nenek Tahu Sesuatu

Author: Black Jack
last update Last Updated: 2025-07-05 23:06:32

"Laras, nenek mau pulang sekarang juga! Nenek nggak betah di sini," kata Nenek Delima dengan nada tegas sambil berusaha turun dari ranjang rumah sakit. Meski berusia 70 tahun, semangat dan kekuatan tubuhnya seolah kembali seperti saat masih muda.

"Tapi Bu, sebaiknya kita tunggu dokter dulu. Hasil lab belum keluar..." Nyonya Sukmasari berkata dengan nada khawatir, tangannya mencoba menahan mertuanya agar tidak bergerak terlalu cepat.

"Mama, nenek sudah bilang mau pulang. Kita turuti saja," kata Laras sambil menatap ibunya dengan pandangan yang memohon agar tidak mempersulit situasi.

Nyonya Sukmasari menghela napas panjang, merasa tak bisa apa-apa lagi kecuali patuh menurutinya. Ia tahu sifat keras kepala ibu mertuanya, sekali sudah memutuskan sesuatu, tidak ada yang bisa mengubah keputusannya.

"Baiklah, tapi saya minta perawat untuk memastikan kondisi Ibu sekali lagi," kata Sang Mama sambil menekan tombol panggilan perawat.

Beberapa menit kemudian, seorang perawat senior bernama Suster
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tukang Pijat Tampan   Terima Tawaran

    Keesokan harinya, Adit seharian ada di dalam unitnya. Malas keluar. Bahkan makan saja ia pesan dan diantar karyawan katering apartemen itu. Semuanya diantar tepat waktu, dan Adit cukup membuka pintu, mengambil pesanan, lalu kembali mengunci diri di dalam.Adit berbaring di sofa, menatap langit-langit yang putih bersih, memikirkan bagaimana hidupnya yang tadinya sederhana kini berubah menjadi rumit.Adit tidak menghubungi Larasati. Ia ingin menjauh. Bukan karena ia membenci, tapi karena Larasati terlalu berharga. Wanita itu terlalu baik, terlalu polos, dan terlalu... bersih. Adit merasa dirinya sudah terlalu ternoda dengan segala yang telah ia lalui. Ia tak ingin merusak kemurnian Larasati dengan membawanya masuk ke dalam kekacauan hidupnya.Ia tak menghubungi Renata. Tentu saja, ia tak mau terjebak dengan kehidupan kelam itu. Renata adalah bagian dari dunia yang ingin ia tinggalkan. Dunia yang pernah memberinya uang, tapi juga yang membuatnya tak merasa tenang.Dan juga, tentu ia tak

  • Tukang Pijat Tampan   Masih Bingung

    Krisna tentu tak akan menyerah merayu Adit agar mau main film. Sudah sering ia menemukan orang baru, yang kemudian ia angkat di dunia film, dan dia terkenal. Semua orang bisa akting. Itu mudah. Hanya perlu latihan.Krisna kemudian menatap Vera. "Apakah Mbak ini manajer Mas Adit? Kita bisa langsung bicarakan kontraknya. Kami menawarkan kontrak eksklusif yang sangat menggiurkan, jauh lebih besar dari bayaran TV Prime Time manapun!"“Hahaha. Bukan Mas. Manager apaan. Adit juga bukan artis kok. Saya temannya. Tapi, kayaknya Mas Krisna datang di waktu yang tepat loh. Adit tadi bingung mau kerja apaan!” kata Vera sengaja. Ia tertawa geli. Lalu meringis saat merasakan kaki Adit menginjak kakinya.Adit merasakan kepalanya berputar lagi. Tawaran itu… sebenarnya membuatnya penasaran. Setiap orang, mungkin, pernah sempat berpikir ingin menjadi bintang film. Setiap orang, mungkin, pernah atau sempat ingin ‘masuk TV’.Tapi konon, dunia entertainment itu juga adalah sebuah dunia yang gila. Para pel

  • Tukang Pijat Tampan   Tawaran Main Film

    Mereka keluar dari area apartemen dengan mobil Vera. Perjalanan ke mall terdekat terasa normal, tetapi begitu mereka memarkirkan mobil di basement, Vera sudah tidak sabar.“Ingat ya, jangan pasang muka serius. Kamu itu sekarang seleb,” bisik Vera saat mereka berjalan menuju eskalator.“Aku cuma mau beli bantal dan selimut, Ver. Bukan mau gaya-gayaan…” balas Adit datar, meskipun ia merasakan degup jantungnya sedikit lebih cepat. Ia mendambakan anonimitas, tetapi ia telah setuju dengan permainan Vera.Begitu mereka tiba di lantai utama, suasana langsung berubah.Awalnya, hanya tatapan sekilas. Beberapa orang menoleh, mengerutkan dahi, mencoba mengingat di mana mereka pernah melihat wajah itu. Kemudian, seorang remaja putri yang sedang bermain ponsel di dekat toko es krim tiba-tiba menjerit tertahan.“Astaga! Itu Adit, yang di TV!” bisiknya keras kepada temannya.Seperti efek domino, keramaian kecil mulai terbentuk. Kepala-kepala menoleh. Bisikan-bisikan mulai terdengar, “Itu pahlawan ya

  • Tukang Pijat Tampan   Kembali Ke Apartemen

    Adit viral. Itulah yang terjadi setelah dia diwawancarai Nusantara TV, dan berita-berita tentang dirinya menjadi tranding topik di internet.Di persidangan-persidangan berikutnya, yang datang untuk meliput dan mencari berita semakin banyak. Orang luar yang sekadar datang memberi dukungan juga luar biasa banyak; mereka bahkan sampai rela berada di luar pengadilan, sampai di pinggir jalan, seperti orang demo.Tak ada yang tahu; itu murni dari hati, atau ada sebuah permainan tak kasat mata. Yang jelas, kasus itu memang kental dengan politik. Tak sedikit yang ingin menjatuhkan Jendral Guntur. Sebab begitu dia jatuh, maka akan ada kubu di pemerintah yang lemah seketika.Perang itu tak kasat mata. Adit paham, tapi ia tak ingin memikirkannya. Ia hanya ingin, urusannya selesai dengan cepat. Dan ia tak lagi memiliki beban atas kasus itu.Beberapa hari kemudian, Jendral Guntur dan Kroni-kroninya sudah resmi menjadi tersangka. Dan atas desakan banyak pihak, mereka pun di tahan.Progres dan prose

  • Tukang Pijat Tampan   Live Di Acara TV

    Malam itu, pukul 19:30, Adit tiba di gedung Nusantara TV. Ia masuk melalui pintu belakang yang dijaga ketat, dikawal oleh tim keamanan Pak Robert dan manajer humas stasiun. Suasana di balik layar studio terasa dingin dan profesional, jauh berbeda dari suasana di markas Pak Robert.Dea mendampinginya. Sejak Adit mengiyakan tawaran Martha, Dea telah mengambil peran sebagai manajer pribadinya yang tak terpisahkan. Ia yang memilih pakaian Adit, kemeja formal berwarna biru gelap yang memancarkan ketenangan dan ia yang terus-menerus memberikan pengarahan.Di ruang tunggu eksklusif, Adit menatap pantulan dirinya di cermin. Ia terlihat tegang.“Ingat, Dit,” bisik Dea, memegang bahu Adit, tatapannya tajam namun meyakinkan. “Mereka butuh simbol. Kamu adalah simbol itu. Jangan terbawa emosi. Bicara pelan, pandang Dimas, dan jaga body languagemu. Kamu korban yang berani, bukan pembalas dendam.”Adit mengangguk, berusaha menelan kekalutan di perutnya. Ia tahu di balik dukungan Dea, ada tuntutan ha

  • Tukang Pijat Tampan   Bersedia

    Melalui telefon, Adit menceritakan soal orang-orang TV itu kepada Pak Robert. Lelaki paruh baya itu mengatakan akan segera sampai di markas. Dia meminta Adit menunggu.Tidak sampai sepuluh menit, Pak Robert akhirnya tiba juga di markas. Ia langsung ke ruang tengah dan di sana Adit sedang menunggu sambil menonton TV.Adit langsung berdiri begitu ia melihat Pak Robert pulang, bersama dengan Dea yang mengikutinya di belakang.“Duduk saja santai, Dit…” kata Pak Robert."Gimana ini, Pak Robert?" tanya Adit langsung, tanpa basa-basi. Ia meletakkan proposal di atas meja, membiarkan Pak Robert membacanya.Pak Robert mengambil proposal itu, membolak-balik beberapa halaman dengan cepat, lalu menatap Adit dengan pandangan yang dalam. Dea pun juga ikut membaca proposal itu."Ini, terserah kamu, Dit," jawab Pak Robert akhirnya, suaranya pelan tapi tegas. "Tapi yang jelas, jika kamu setuju, maka akan ada lebih banyak dukungan yang diberikan padamu. Dukungan bukan hanya dari orang-orang biasa, tapi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status